Nepal adalah sebuah negara yang nama resminya Republik Demokratik Federal Nepal. Nepal terletak di wilayah pegunungan Himalaya, berbatasan denganTibet daerah otonomi China di Utara, bertetangga dengan India di wilayah Selatan ,Timur dan Barat. Gunung tertinggi di permukaan bumi, Mount Everest terletak di Nepal yang menjadi salah satu daya tarik wisatawan dari segenap penjuru dunia. Sang Budha Gautama yang kesohor itu konon lahir di Lumbini, wilayah Nepal Selatan. Hampir 2/3 bagian negara Nepal terdiri dari perbukitan dan atau pegunungan yang membuat sistem transportasi menjadi sulit. Transportasi Udara dengan sendirinya menjadi sarana penting dalam sistem perhubungan di dalam negeri. Dengan wilayah negara yang tidak begitu luas, Nepal memiliki 47 Bandara pada lokasi yang sulit dan dalam format aerodrome sederhana, karena hanya 11 diantaranya yang dilengkapi dengan runway beraspal. Daya Tarik pesona alam dengan wilayah yang berpegunungan dan lokasi gunung tertinggi di dunia, telah membuat sektor pariwisata di Nepal menjadi salah satu andalan pemasukan pendapatan negara.
Pada hari minggu yang cerah tanggal 15 Januari 2023 pesawat terbang ATR72 dari Maskapai Penerbangan Nepal Yeti Airlines Flight Number 691 rute Kathmandu – Pokhara mengalami kecelakaan fatal. Pesawat dengan 68 penumpang dan 4 kru jatuh sesaat hendak mendarat di lapangan terbang baru Pokhara. Tidak ada laporan tentang korban yang selamat dalam kecelakaan pesawat ATR72 ditengah cuaca yang terang benderang pertengahan Januari 2023. Kecelakaan itu disebut sebut sebagai kecelakaan pesawat terbang terburuk di Nepal pada kurun waktu 30 tahun terakhir ini. Tidak hanya tercatat sebagai kecelakaan terburuk tetapi juga merupakan kecelakaan yang paling fatal yang pernah dialami pesawat terbang jenis ATR72.
Yeti Airlines adalah maskapai penerbangan yang berpangkalan induk di Kathmandu Nepal. Maskapai Yeti Airlines didirikan pada tahun 1998 dan merupakan maskapai terbesar kedua di Nepal setelah Buddha Air. Sementara Pesawat terbang ATR72 merupakan pesawat twin engine turboprop untuk angkutan jarak pendek keluaran pabrik pesawat ATR. ATR72 merupakan hasil produksi unggulan bersama Perancis dan Italia. Disebut ATR72 karena kapasitas penumpang yang dapat dibawa adalah sebanyak 72 penumpang.
Kembali pada kecelakaan yang terjadi saat menjelang mendarat di Pokhara, seperti biasa selalu mengundang banyak pertanyaan dari berbagai pihak tentang mengapa bisa terjadi kecelakaan yang fatal saat itu. Tidak mudah menganalisis penyebab terjadinya kecelakaan dengan data data yang terbatas. Melihat tempat kejadian yang berpegunungan dan saat atau waktu terjadinya kecelakaan di ketinggian sudah rendah (menjelang medarat) pasti akan banyak spekulasi mengenai sebab terjadinya kecelakaan. Penjelasan yang berkembang di berbagai media sementara menyebutkan bahwa cuaca ketika itu sangat bagus dengan jarak pandang yang cukup jauh. Dalam hal ini maka cuaca sebagai faktor penyebab kecelakaan sudah menjadi tidak valid dengan sendirinya.
Sementara itu beberapa saat menjelang mendarat dikabarkan Pilot meminta ijin kepada ATC (Air Traffic Control), pengawas lalulintas udara untuk merubah arah pendaratan di landasan. Dari penjelasan ini, bisa saja atau patut diduga permintaan tersebut disebabkan pesawat mengalami gangguan pada salah satu mesinnya. Kerusakan pada salah satu mesin pesawat terbang akan sangat berpengaruh kepada Pilot dalam mengendalikan pesawatnya. Mengacu pada posisi yang sudah siap mendarat, maka dipastikan ketinggian sudah rendah dan speed atau kecepatan pesawat juga sudah relatif rendah. Pada situasi yang seperti ini maka pesawat terbang menjadi sulit untuk dapat dikendalikan dengan baik dalam menuntunnya untuk mendarat dengan baik dan selamat. Kesulitan ini kemungkinan besar menjadi salah satu penyebab yang mungkin saja menjadi penyebab terjadinya kecelakaan pesawat terbang. Sekali lagi ini adalah analisis spekulatif karena hanya berdasar pada data terbatas seperti yang beredar di berbagai media.
Pada setiap terjadinya kecelakaan yang fatal seperti kejadian di Nepal ini, maka hampir tidak mungkin untuk dapat mengetahui dengan pasti apa yang menjadi penyebab kecelakaan tersebut. Itu sebabnya maka setiap pesawat terbang diwajibkan untuk dilengkapi dengan sebuah peralatan canggih bernama Black Box di dalam pesawat. Secara garis besar, Black Box terdiri dari 2 bagian penting yaitu CVR (Cockpit Voice Recorder) dan FDR (Flight Data Recorder). Dengan membaca Black Box maka tim investigasi penyebab kecelakaan pesawat terbang akan dapat mengetahui apa yang paling mungkin terjadi sebagai penyebab kecelakaan tersebut. Investigasi oleh institusi resmi penyelidik penyebab kecelakaan pesawat terbang, tidak ditujukan untuk mencari siapa yang bersalah. Investigasi dilakukan semata agar kecelakaan dengan penyebab yang sama tidak akan terulang kembali. Lazimnya yang akan turut serta dalam proses investigasi, selain badan resmi yang ditunjuk, akan diturut sertakan pula pihak Maskapa Penerbangan dan Pabrik pesawat terbang dalam hal ini ATR. Dalam kasus tertentu otoritas penerbangan dari negara tempat terjadinya kecelakaan dan otoritas atau badan investigasi kecelakaan pesawat terbang dari negara yang waganya turut menjadi korban akan diikut sertakan berkontribusi dalam proses penyelidikan. Di Amerika Serikat badan resmi yang bertugas sebagai penyelidik sebab terjadinya kecelakaan bernama NTSB atau National Transportation Safety Board. Di Indonesia Bernama KNKT atau Komite Nasional Keselamatan Transportasi.
Demikianlah bila kita ingin segera mengetahui apa yang menjadi penyebab kecelakaan pesawat ATR72 Yeti Airlines nomor penerbangan 691 di Nepal pada 15 Januari 2023 itu, maka kita harus menunggu hasil tim investigasi selesai melakukan tugasnya. Kabar gembira menyebutkan bahwa BlackBox pada pesawat ATR72 Flight 691 telah ditemukan dan diamankan oleh pihak berwajib di Nepal. Proses membaca dan menganalisis Black Box akan membutuhkan waktu yang cukup lama, karena harus melibatkan banyak pihak dari berbagai bidang keahlian. Penyelidikan ,sekali lagi bertujuan agar kecelakaan dengan penyebab yang sama tidak akan terulang kembali.
Jakarta 23 Januari 2023
Chappy Hakim – Pusat Studi Air Power Indonesia