Saat pertama kali menjabat sebagai Walikota Solo, Jokowi berhadapan dengan masalah kronis yang sudah berlangsung cukup lama, yaitu demonstrasi di depan kantor Walikota. Pada suatu pagi Jokowi datang ke Kantor, dari jauh dia sudah melihat begitu banyak Tentara, Polisi dan Satpol PP berjaga di depan pagar kantor Walikota yang tertutup rapat.
Dia mendekat dan bertanya, ini ada apa ? Dijawab oleh salah satu anak buahnya bahwa sebentar lagi akan datang gelombang besar para demonstran yang akan mendatangi kantor Walikota menyampaikan tuntutan-tuntutannya. Dengan tenang Jokowi tidak menanggapi jawaban sang staf nya itu, namun kemudian meminta semua pasukan Polisi dan TNI untuk kemballi saja ke tempat masing-masing. Setelah itu, ia memerintahkan agar seluruh Satpol PP untuk kembali ngantor seperti biasa, dan pintu gerbang kantor walikota agar dibuka lebar-lebar.
Semua terperanjat dengan instruksi yang rada aneh ini, namun tidak ada yang berani membantah, seluruhnya mengundurkan diri dari halaman muka kantor Walikota tersebut. Selanjutnya dia menyuruh salah satu PNS wanita anggota seksi Humas kantor Walikota untuk menunggu “tamu” para demonstran yang akan datang dengan jumlah banyak.
Tidak lama kemudian berdatanganlah pawai pendemo lengkap dengan pengeras suara dan spanduk-spanduk serta berteriak-teriak mengajukan tuntutannya. Alangkah kagetnya mereka setelah mendekati pintu gerbang, tidak ada satupun anggota Satpol PP sebagaimana biasanya. Ternyata mereka di terima seorang ibu, dan di arahkan kelapangan dihalaman kantor Walikota. Sampai disini maka berpulanganlah para wartawan peliput demo, karena ternyata perkelahian Satpol PP versus demonstran tidak terjadi sama sekali.
Jokowi menerima para pendemo, yang secara bergiliran diberikan kesempatan menyampaikan aspirasinya. Langsung saja mereka berpidato dan marah-marah yang luar biasa. Dalam hati, Jokowi berpikir, inilah yang selama ini tertutup bagi mereka, sehingga dia sangat memaklumi menerima serangan dahsyat seperti itu. Hari demi hari, jumlah yang berpidato secara alamiah berkurang.
Setelah hanya menjadi beberapa orang saja, mereka pun diajak adu argumentasi mempertahankan konsep masing-masing. Ternyata, para pendemo itu semuanya tidak memiliki konsep solusi dari masalah-masalah yang diajukannya. Sampai tercetus diantara mereka yang menyebutkan, hati-hati kalau demo ke Walikota tidak bawa konsep, cemar katanya.
Demikianlah, satu persatu para pendemo berkurang sedikit demi sedikit, dan tidak terasa , memasuki bulan ke 6 kepemimpinannya, tidak ada lagi demonstrasi didepan kantor Walikota. Dari urut-urutan kejadian dan tindakan Walikota Solo itu, mungkin dapat disimpulkan bahwa memang komunikasi antara rakyat dengan Pamongnya selama ini selalu tersumbat tanpa penyelesaian. Dengan kemauan yang kuat untuk mau mendengarkan suara di akar rumput, kiranya tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan dengan baik. Itulah Jokowi, dalam berhadapan dengan para pendemo !
Jakarta 16 Maret 2012
Chappy Hakim
2 Comments
wah… cerita yg bagus mas, boleh ngga di copas buat di kompasiana? terima kasih
ohhh… ternyata sudah ada di kompasiana.. hihihi^^
http://edukasi.kompasiana.com/2012/03/21/jokowi-dengan-demonstran/