MALAM tadi saya berkesempatan makan malam dengan beberapa teman disalah satu Café yang cukup beken di Jakarta Pusat. Salah satu dari teman itu adalah saudara Dimas Wahab, dulu dikenal sebagai pemain Bas Gitar, band Medenas. Dimas Wahab adalah putra dari Abdul Wahab Djojohadikusumo. Tidak banyak orang yang kenal dengan nama Abdul Wahab. Bapak Abdul Wahab adalah ketua umum PSSI pada tahun 1956 sampai dengan tahun 1964. Pada waktu itu, sekretaris jenderalnya adalah Bapak Yumarsono.
Begitulah, memang di era itu, PSSI dikenal oleh banyak orang dengan para pemainnya yang jago-jago. Pengurusnya nyaris tidak dikenal luas oleh masyarakat pencinta sepakbola. Jauh berbeda dengan era setelah itu, maka yang jauh lebih terkenal adalah para ketua umumnya dibanding dengan para pemainnya.
Pada tahun 1950 an, sangat sering kesebelasan dari luar negeri datang ke Jakarta untuk bertanding melawan PSSI yang diselenggarakan di stadion Ikada, dekat pasar gambir, disekitar Monas sekarang. Stadion Ikada sendiri terdiri dari Tribune Barat dengan atap seng putih dan tergolong mewah saat itu, yang diperuntukkan antara lain bagi penonton VIP, dan Tribune Timur yang beratap seng berwarna merah, dengan tempat duduk yang kurang begitu bagus, ditengahnya tersedia satu kotak khusus bagi penyiar radio RRI yang menyiarkan siaran pandangan mata sepakbola secara langsung. Sedangkan Tribune Utara dan Selatan adalah tribune terbuka, tanpa atap, diperuntukkan bagi penonton yang berdiri, dalam arti memang tidak tersedia tempat duduk.
Beberapa kesebelasan yang saya masih ingat, adalah kesebelasan dari Yugoslavia, Hongaria, Mozambique dan Lokomotif dari Rusia. Penggemar sepakbola diseluruh tanah air, mengikuti siaran pandangan bola langsung dari stadion Ikada yang disiarkan oleh RRI, karena dimasa itu belum ada televisi. Penyiarnya yang terkenal saat itu adalah bapak Soeparto, yang tinggal di jalan Segara 4 no 6. Inilah antara lain yang menyebabkan para pemain sepakbola menjadi terkenal, berkat namanya yang selalu disebut-sebut oleh bapak Soeparto, sang penyiar khusus pandangan mata sepakbola dari stadion Ikada. Ketua Umum dan Sekjen nya bekerja keras tanpa banyak bicara, sehingga tidak begitu dikenal. Sementara itu semua pemain PSSI nama nya selalu mengudara , karena memang siaran pandangan mata sepakbola oleh RRI, menjadi sangat “hidup” berkat semangat tinggi penyiarnya dalam menyampaikan laporan langsung pertandingan sepakbola yang seru itu.
Semua orang sangat merasa kagum dengan ke piawaian bapak Soeparto menyampaikan laporan langsung pandangan mata pertandingan sepakbola dengan menyebutkan nama pemain satu persatu. Semua pendengar, pikirannya hanyut dibawa ke stadion dengan membayangkan apa yang terjadi di lapangan hijau saat itu. Banyak yang bertanya, bagaimana beliau bisa menghafal nama-nama para pemain kedua kesebelasan yang sedang bertanding tersebut. Anak-anak menjadi sangat familiar dengan nama-nama seperti Ramang sang pencetak goal, Suwardi, Noorsalam, Kiat Sek, Tan Liong How, Djamiat, Rukma dan juga kiper Van Der Vin (mudah-mudahan tidak salah tulis) orang Belanda yang menjadi kiper PSSI, serta Kiper Saelan.
Yang lebih membuat pertandingan sepakbola di masa itu lebih meriah dan bergairah adalah, disaat menjelang pertandingan dimulai dan juga saat istirahat selalu diperdengarkan lagu-lagu mars yang membakar semangat. Sampai kini, bila saya dan teman-teman seusia, tengah mendengar lagu mars tersebut, selalu saja satu diantara kami akan berkomentar “wah seperti nonton bola di Ikada !”
Mengapa PSSI, terutama para pemainnya bisa demikian terkenal dan juga tampil sebagai salah satu tim sepakbola terkuat di Asia? Beberapa yang menyebabkannya adalah, jiwa patriot para pemain nasional yang menyandang nama besar Republik Indonesia. Pelatih yang jagoan, bernama Tony Pogaknik, kompetisi yang berlangsung lancar serta pengalaman bertanding dengan kesebelasan luar negeri yang kerap dilaksanakan. Demikian pula pembinaan pemain usia dini yang dikenal saat itu dengan “anak gawang” di stadion Persija di Gambir.
Disisi lain, ternyata pembinaan yang spartan dibawah kepemimpinan ketua umum PSSI Abdul Wahab yang mengabdikan dirinya 24 jam untuk PSSI merupakan salah satu faktor lainnya yang menentukan. Bayangkan, menurut Dimas, ayah nya itu, mengundang dan menyelenggarakan pertandingan-pertandingan antara PSSI melawan tim-tim kuat dari luar negeri, dilaksanakan dengan korespondensi yang dilakukan dengan surat ditulis tangan dan menggunakan sarana pos biasa. Tentu saja saat itu tidak tersedia alat komunikasi yang canggih, seperti Handphone dan atau Internet.
Disamping itu, paralel dengan pembinaan yang terus menerus, ternyata suntikan semangat juga datang dari Presiden Republik Indonesia saat itu, Bung Karno. Karakter Building, tidak hanya dilakukan dalam ujud kata-kata yang diucapkan dalam pidato-pidato beliau, akan tetapi juga dengan melakukan pertemuan periodik dengan para ketua pembina cabang olah raga, sambil terus menerus bertukar pikiran bagaimana menuju Indonesia yang Hebat ! diselenggarkan di Istana Bogor. Dalam dialog-dialog yang seperti itulah antara lain muncul ide-ide menyelenggarakan Asian Games, Games of New Emerging Forces (Ganefo) serta gagasan membuat sentra olah raga yang dikenal sekarang ini dengan Gelora Bung Karno.
Perhatian dan keperdulian seorang pemimpin ternyata sangat berpengaruh dalam pembinaan olah raga. Pada setiap kesempatan berpidato, Bung Karno selalu membanggakan stadion utama yang disebutnya sebagai satu-satu nya stadion sepakbola di dunia dengan atap yang “temu-gelang”.
Puncak prestasi PSSI di kancah dunia adalah, pada saat PSSI sanggup menahan seri kesebelasan Rusia pada Olimpiade Melbourne dibabak penyisihan. Untuk diketahui, kesebelasan Rusia pada saat itu keluar sebagai juara pertama di Olimpiade tersebut.
Bisa dibayangkan Indonesia dengan kondisi negara yang hanya baru beberapa tahun saja merdeka, kesebelasan sepakbola nya telah sanggup berbicara di panggung dunia, dengan nama pengurusnya yang nyaris tidak dikenal orang. Sangat Ironis, sekarang ini setelah lebih 60 tahun merdeka, dengan nama pengurusnya yang sangat terkenal, PSSI ternyata tidak sanggup mengalahkan, Singapura, Thailand dan negara-negara kecil lainnya di kawasan ini.
Tetapi kan PSSI tidak pernah kalah lawan MU, Lha iya, karena tidak pernah bertanding lawan MU, ya kapan kalahnya?
Diambil dari tulisan saya pada 28 Desember 2008 yang lalu.
CHAPPY HAKIM, Blogger pencinta Bola !