In memoriam Buyung Nasution .
Inalilahi Wainailaihi Rojiun, telah meninggal dunia, meninggalkan kita semua , Advokat Kenamaan, pejuang pemberani hak azasi Manusia, pendiri LBH, Lembaga Bantuan Hukum, DR. Adnan Buyung Nasution SH.
Saya mengenal Buyung Nasution cukup dekat. Demikian pula isteri saya, disamping ayahnya, Hasjim Mahdan SH, walau lebih senior adalah mitra dari Buyung Nasution. Disamping itu Deetje Nasution yang juga teman Psikologi Gaul isteri saya sesama lulusan Fakultas Psikologi UI adalah isteri dari anak tertua Buyung yang biasa dipanggil Iken (sudah meninggal dunia beberapa waktu lalu).
Sekali lagi, saya mengenal Bang Buyung cukup dekat karena Buyung Nasution adalah putra dari Bapak Rahmat Nasution, Senior dan sahabat dekat Ayah saya Abdul Hakim, sebagai wartawan, sesama pionir pelopor dalam merintis bersama dengan Adam Malik dan kawan-kawan, mendirikan sebuah Yayasan Kantor Berita yang bernama Antara, dan kini sudah berubah menjadi Lembaga Kantor Berita Nasional. Tidak itu saja, salah satu cucu Buyung Nasution, Anggi Mutiara , putri dari Iken putra sulungnya, adalah sahabat karib Tascha Liudmila anak saya , alumni Metro TV yang kini bergiat di TV Berita Satu. Anggi dan Tascha duduk dalam kelas yang sama sejak di SMP St Theresia hingga di SMA Tarakanita Jakarta. Sebuah hubungan yang “istimewa dekat” karena cukup jarang bisa terjadi kekerabatan yang mampu menembus atau melintas jalur hingga 3 generasi sekaligus juga pasangan suami isteri.
Demikianlah, banyak dan bahkan cukup sering sekali pertemuan antara kami dengan keluarga Buyung Nasution di seputar acara-acara resmi maupun acara intern keluarga.
Terakhir saya dan isteri berjumpa dengan almarhum, beberapa minggu lalu, pada perayaan ulang tahun perkawinannya di Hotel Mahakam Kebayoran Baru. Jauh sebelum itu, pada peluncuran buku saya di tahun 2014 yang lalu berjudul Believe it or Not, terbitan Penerbit Buku Kompas yang bercerita tentang Dunia Penerbangan kita, Buyung masih sempat hadir di Gramedia Pondok Indah Mall.
Tidak hanya sekedar hadir, namunBang Buyung sempat pula menyampaikan komentarnya tentang isi buku yang saya tulis tersebut. Walau saat itu almarhum sudah mulai sakit, namun semangatnya masih tampak menyala-nyala, seperti biasa, tidak pernah terlihat meredup.
Saya senantiasa teringat dikala Bang Buyung selalu bercerita tentang bagaimana dia pada tahun 1950-an, kerap sesekali menginap di rumah saya di Jalan Segara IV nomor 4 (sekarang, jalan segara telah berubah menjadi jalan Veteran dan jalan Veteran 4 sudah lenyap karena telah menjadi bagian dari halaman Istana Presiden yaitu lokasi dari Wisma Negara) karena dia bersekolah di Budi Utomo, sementara rumahnya di Kebayoran Baru.
Bang Buyung juga akrab dengan adik ayah saya Mohamad Roesly, antara lain sebagai teman yang sering mengikuti kursus dan kegiatan dansa ala barat seperti ballroom dan sejenisnya. Buyung juga selalu bercerita bagaimana dia merasa sangat terharu, saat berada di “pembuangan” di negeri Belanda, dia di tengok oleh ayah saya yang diantar oleh Bachrul Hakim, kakak saya yang kebetulan saat itu bertugas di Paris. Buyung juga merupakan mentor dari kakak isteri saya Tatyana SH, sarjana hukum lulusan Universitas Indonesia yang setelah lulus bergabung ke LBH Jakarta.
Bang Buyung adalah juga mitra ayah isteri saya Hasjim Mahdan SH, sebagai sesama advokat pejuang bagi siapa saja yang terutama tidak berdaya dan atau tidak mampu dalam berperkara di pengadilan.
Terakhir, Bang Buyung masih berniat mengajak saya dan keluarga para pendiri Yayasan Kantor Berita Antara, antara lain anak-anak Adam Malik dan para wartawan senior yang pernah bersama-sama mendirikan Yayasan Kantor Berita Antara, menggugat pemerintah untuk mengembalikan Antara kepada mereka yang berhak.
Seperti diketahui pada pra Gestapu, saat PKI berupaya mengambil alih Kantor Berita Antara, Pemerintah, dalam hal ini Presiden memutuskan untuk merubah status Kantor Berita Antara yang tadinya berujujd sebuah Yayasan menjadi Lembaga Kantor Berita Nasional yang kemudian dikuasai wartawan-wartawan PKI.
Pasca Gestapu, Antara dipertahankan oleh Negara dengan menempatkan Perwira Angkatan Darat sebagai Ketua LKBN Antara. Sejak itu lah mereka yang memiliki Antara yg tadinya berbentuk sebuah Yayasan yang murni swasta, didirikan Adam Malik dan kawan-kawan menjadi kehilangan hak nya.
Konon, saat Parni Hadi menjadi Direktur Antara, dia diberhentikan ditengah jalan karena dicurigai melakukan atau akan melakukan perubahan status Antara dengan upaya mengembalikannya kepada mereka yang berhak.
Masih banyak lagi cerita tentang kenangan bersama Buyung Nasution dan hampir semuanya akan berada dalam limgkup perjuangan kepahlawanan seorang Buyung Nasution dalam membela mereka yang tidak berdaya. Tidak hanya mendirikan sebuah Lembaga yang hingga kini masih eksis bernama LBH, akan tetapi banyak lagi yang dikerjakannya untuk negeri ini.
Bagi yang mengenalnya, maka gelar Pahlawan bagi Buyung Nasution tidaklah merupakan penghargaan yang berlebihan, karena almarhum adalah sosok yang sangat dihormati banyak orang, lebih dari sekedar gelar kepahlawanan.
Kini Sang Pejuang itu telah tiada, telah meninggalkan kita semua, semoga arwahnya diterima disisi Yang maha kuasa, sesuai dengan amal ibadahnya. Kepada keluarga yang ditinggakan, tentu kita doakan bersama semoga memperoleh kekuatan dalam menghadapi cobaan ini.
Itulah sekilas tentang Prof. Dr (IUR) Adnan Buyung Nasution SH dalam kenangan, Selamat Jalan Bang Buyung ! Selamat Jalan Sang Pejuang !
Darma Bakti BangBuyung pasti akan selalu dikenang banyak orang yang pernah dibelanya & lebih banyak lagi oleh orang-orang yang mencintainya, Amin YRA.
Washington DC , 24 September 2015
Chappy Hakim