Komisi Eropa kemarin mengeluarkan larangan terhadap seluruh maskapai penerbangan Indonesia untuk terbang di wilayah udara Eropa. (Harian Seputar Indonesia, Jumat 29 Juni 2007, halaman 12.) Larangan ini sebenarnya tidak akan menimbulkan dampak apapun bagi Indonesia. Hal ini disebabkan karena sejak tahun 2004 satu-satu nya maskapai penerbangan Indonesia yang terbang ke Eropa , Garuda Indonesia telah menghentikan rute penerbangan tersebut . Penghentian jalur penerbangan ini adalah karena Garuda Indonesia tidak lagi dapat meraih keuntungan dari penyelenggaraan penerbangan di rute tersebut. Dengan demikian secara financial maka larangan tersebut tidak ada pengaruhnya sama sekali bagi Indonesia.
Akan tetapi suatu pengumuman yang bernada seperti itu, tentu saja tetap berpengaruh kepada citra bangsa. Kesan masyarakat dunia terhadap kinerja dari maskapai penerbangan di Indonesia secara otomatis menjadi kurang baik. Hal ini tentunya langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh juga pada beberapa aspek tertentu, antara lain bidang pengembangan pariwisata kita.
Harus diakui bahwa memang pada 3 sampai 5 tahun terakhir ini, kondisi dunia penerbangan Indonesia tengah terpuruk. Banyak sekali terjadi kecelakaan yang cenderung beruntun serta memakan cukup banyak korban. Terakhir, di awal tahun 2007 sebuah pesawat Boeing 737 Adam Air masuk ke laut disekitar Makassar, dengan penumpang lebih dari 100 orang tidak diketahui nasib nya hingga sekarang. Disusul kemudian dengan kecelakaan pesawat Garuda yang terbakar di Jogyakarta.
Menghadapi kondisi yang sangat buruk ini, pemerintah telah mengambil langkah-langkah positif untuk dapat segera menanggulanginya. Presiden antara lain telah langsung membentuk Tim Nasional Evaluasi Keselamatan dan Keamanan Transportasi (Timnas EKKT). Tim telah bekerja sesuai dengan alokasi waktu yang diberikan yaitu selama lebih kurang 3 bulan dan telah menyerahkan hasil nya kepada Presiden. Presiden sendiri kemudian telah mengeluarkan serangkaian instruksi pada jajaran institusi terkait untuk melaksanakan beberapa kebijakan yang beliau rumuskan. Departemen Perhubungan selaku regulator telah pula mengambil langkah-langkah tegas yang antara lain melakukan pemeringkatan bagi maskapai penerbangan nasional. Walaupun tindakan Departemen Perhubungan, dalam hal ini Direktorat Jenderal Perhubungan Udara masih jauh dari sempurna, masih banyak kekurangan-kekurangannya, namun respon yang terjadi dari pihak operator terlihat menuju kearah yang menggembirakan. Tiga bulan terkhir, sebagian besar maskapai penerbangan nasional telah berusaha bekerja keras membenahi diri. Mereka kemudian lebih berhati-hati disbanding dari sebelumnya. Hasilnya, satu maskapai penerbangan telah berhasil naik peringkat ke tingkat 1 dan beberapa lainnya dapat naik ke peringkat 2. Gebrakan regulator dalam hal ini telah membuahkan hasil yang cukup baik, walaupun disana sini masih memerlukan penyempurnaan. Langkah-langkah jangka pendek dan menengah serta jangka panjang telah mulai disusun oleh Dephub. Hal ini bahkan telah dikomunikasikan dengan baik ke beberapa organisasi penerbangan internasional antara lain ICAO (International Civil Aviation Organization) dan juga pihak otoritas penerbangan Amerika Serikat, FAA (Federal Aviation Administration), serta beberapa pabrik pesawat terbang yang produknya banyak digunakan di Indonesia.
Lobi dan komunikasi ini juga telah membuahkan hasil menggembirakan, karena kemudian beberapa pihak, antara lain ICAO langsung menawarkan bantuan langsung nya bagi peningkatan keselamatan terbang di Indonesia. Diawal bulan Juli ini, pemerintah dalam hal ini Dephub akan memberikan penjelasan yang lebih terinci tentang program perbaikan keselamatan terbang di Indonesia dalam satu forum internasional di Denpasar Bali. Disisi lain, pada kesempatan pertemuan keselamatan penerbangan di Bali tersebut, akan hadir pula Presiden ICAO. Apabila tidak ada perubahan yang mendasar, maka pada forum tersebut akan ditandatangani Komitmen Keselamatan Penerbangan antara Presiden ICAO dan Menteri Perhubungan Republik Indonesia serta International Safety Study Group.
Kesemua ini tentunya merupakan awal yang sangat bagus dari upaya yang kuat dari pemerintah Indonesia dalam memperbaiki sistem keselamatan dan keamanan terbang nasional. Recovery yang dilakukan ini sudah terlihat benih-benih hasil nya di dalam negeri dan tidak hanya itu, kepercayaan dunia penerbangan internasional telah pula mulai berpaling ke Indonesia. Tantangannya adalah sanggupkah kita bersama untuk menjaga momentum yang sudah mulai membaik ini untuk dapat diteruskan menuju kea rah yang sama-sama kita inginkan.
Niat dan kemauan yang keras dari regulator dalam hal ini pemerintah serta respon yang diberikan oleh para operator dalam hal ini pihak maskapai penerbangan haruslah dapat tetap diselaraskan agar dapat tetap harmonis. Tindakan-tindakan yang tegas oleh Regulator terhadap Operator sudah cukup terlihat dipermukaan. Tinggal kini masyarakat luas menanti munculnya kepermukaan, bagaimana pihak regulator berbenah diri dengan mengambil tindakan yang tegas pula terhadap aparat dalam jajarannya, yang pasti sedikit banyak mempunyai andil dalam terpuruknya tingkat keselamatan terbang di tanah air. Kecelakaan-kecelakaan yang terjadi akhir-akhir ini, harus diakui bahwa salah satu penyebab utamanya adalah proses interaksi regulator dan operator ada yang tidak beres. Dari sini seyogyanya kita tidak usah terlalu banyak melihat kebelakang, yang penting adalah bagaimana bersama-sama , seluruh jajaran yang berkait dengan penyelenggaraan penerbangan di Indonesia dapat saling bahu membahu dan secara terus menerus memperbaiki keadaan.
Sudah ada tanda-tanda yang menggembirakan menuju kearah yang jelas dan terang dalam memperbaiki keselamatan terbang nasional. Kita tidak boleh terlalu cepat puas dengan apa yang telah dicapai dalam penggal waktu yang pendek ini. Kelengahan yang sedikit saja dapat dengan segera menghancur leburkan hasil kerja keras selama ini. Untuk itu “Black List” dari Uni Eropa terhadap maskapai penerbangan Nasional hendaknya diambil hikmah nya saja. Kita harus dapat segera membuktikan bahwa keadaan kita tidaklah seburuk yang mereka perkirakan. Upaya komunikasi dengan banyak badan dunia penerbangan internasional termasuk otoritas penerbangan Uni Eropa ternyata memang sungguh diperlukan. Agar tidak terjadi lagi penilaian yang keliru terhadap apa yang telah kita perbuat. Saya percaya otoritas penerbangan UE tidak mendapatkan informasi yang akurat dan “up to date” tentang apa yang tengah dikerjakan di Indonesia, namun sekali lagi kita tidak usah bereaksi yang berlebihan. Akan lebih baik diambil hikmah nya saja. Ternyata untuk meraih sukses tidak cukup hanya dengan banyak bekerja, akan tetapi diperlukan pula banyak bicara.