Di akhir tahun 1950-an dan awal tahun 1960-an, Presiden Soekarno sering menggunakan pesawat helikopter VVIP kepresidenan yang antara lain digunakan untuk bepergian dari Istana Merdeka ke Istana Bogor. Konon Presiden Soekarno adalah merupakan Presiden pertama di dunia yang memiliki pesawat Helikopter Kepresidenan. Paling tidak, Bung Karno telah lebih dahulu menggunakan Helikopter untuk transportasi Jakarta Bogor daripada Presiden Amerika Serikat untuk transportasi dari Gedung Putih ke Camp David.
Seperti diketahui, pada tahun 1960, Presiden Amerika Serikat Dwight Eisenhower memberikan hadiah sebuah helikopter VIP, Heli Kepresidenan Sikorsky S-58 (piston engine) kepada Presiden Republik Indonesia Bung Karno. Seiring dengan itu pabrik pembuat pesawat Helikopter tersebut, Sikorsky Aircraft USA menugaskan seorang engineer “jagoan” bernama Arthur Wheller Loper, yang akrab dipanggil Archie. Seorang ahli teknik pesawat helikopter kelahiran 24 Januari 1933 di Connecticut, Amerika Serikat.
Archie bertugas sejak tahun 1960 di Indonesia dengan tugas utamanya menyiapkan Sikorsky kepresidenan agar selalu dapat berada dalam kondisi yang siap terbang. Tugas ini berlanjut, berkait dengan sebuah Helikopter Sikorsky lainnya yaitu Heli VIP Sikorsky S-61 (turbine engine) yang dihadiahkan oleh Presiden Kennedy untuk Bung Karno. Untuk ini maka Archie lah yang ditugaskan bertanggung jawab terhadap kesiapan, pemeliharaan dan perawatan kedua pesawat tersebut.
Sejak tahun 1965 Archie Loper ditugaskan sebagai Regional Director Sikorsky untuk South East Asia yang home base nya berkedudukan di Bangkok, Thailand. Secara rutin, Archie berkunjung ke Pangkalan Udara, ATS, Atang Senjaya di Bogor untuk membantu para teknisi Angkatan Udara dalam menyiapkan kedua Heli VIP kepresidenan tersebut. Saat itu kedua Heli Sikorsky hadiah Presiden Amerika Serikat telah ditetapkan sebagai bagian dari kekuatan armada Helikoper Angkatan Udara Republik Indonesia bersama-sama dengan beberapa Helikopter dari Rusia, Mi-4 dan Mi-6.
Peran Archie Loper tidak saja membantu kelancaran operasi penerbangan kedua helikopter tersebut, namun ia juga banyak berperan dalam upaya pengembangan armada udara helikopter di Indonesia khususnya Angkatan Udara. Pada tahun 1971 melalui program bantuan Amerika, Military Assistence Program Archie berhasil mendatangkan 1 skadron pesawat heli Sikorsky versi militer UH-34D, piston engine eks perang Vietnam. Pesawat-pesawat ini kemudian secara bertahap dimodifikasi menjadi S-58T Twinpac di Deppo 10 TNI Angkatan Udara.
Dilapangan ,pesawat S-58 membuktikan dirinya sebagai pesawat helikopter yang sangat handal. Pesawat ini benar-benar telah sangat berjasa dalam banyak misi yang dilaksanakan oleh jajaran Angkatan Udara. Berbagai tugas seperti misi penerbangan angkutan pasukan dan juga dukungan logistik di berbagai medan tempur. Disamping itu pesawat ini juga mampu melaksanakan misi SAR, evakuasi medis di medan tempur. Angkatan Udara menggunakan pesawat S-58 ini selama lebih dari 30 tahun, satu prestasi daya guna pesawat heli yang tidak mudah dapat diperoleh dari jenis pesawat lainnya.
Kembali kepada pesawat helikopter Bung Karno, pernah disatu saat, pada awal diterimanya pesawat helikopter tersebut, Bung Karno mengajak ibu Fatmawati untuk terbang bersama melihat keindahan kota Jakarta dari udara. Pesawat helikopter kepresidenan ini, hampir setiap hari, minimal bila dibutuhkan, selalu standby dihalaman Istana. Terkadang terlihat take off dari halaman depan Istana Merdeka, namun sering juga take off dan landing dihalaman terbuka diantara Istana Merdeka dengan Istana Negara. Nah, pada saat pesawat helikopter take off dan atau landing di halaman tengah antara dua istana itu, kami anak-anak Segara IV, “nonton” menyaksikan helikopter tersebut. Anak-anak nonton dari halaman belakang rumahnya Mr Soedaryo yang memang pagarnya berbatasan langsung dengan halaman Istana. Untuk keperluan nonton gratis ini, sudah disediakan bangku panjang oleh keluarga Mr. Soedaryo, mungkin dengan tujuan untuk mencegah anak-anak itu memanjat dinding Istana, yang tentu saja akan berbahaya dan dapat berakibat fatal.
Betapa senang dan kagumnya kami semua , setiap menyaksikan helikopter Bung Karno take off maupun landing. Sekedar tambahan informasi saja, bangku panjang untuk melihat helikopter tersebut, juga berfungsi ganda. Pada kesempatan-kesempatan tertentu, anak-anak juga sering mengintip halaman Istana yang kadang-kadang bila beruntung, dapat menyaksikan burung merak yang besar tengah membuka ekornya yang indah itu. Di halaman Istana hanya ada dua mahluk yang sering berseliweran disitu, yaitu burung Merak dan atau para pelayan Istana yang secara rutin berkeliling lapangan rumput yang terawat rapi untuk mengambil daun-daun besar yang berjatuhan disekitarnya. Para pelayan mengambil daun-daun yang berjatuhan tersebut dengan sebuah batang kawat panjang, sehingga memudahkan untuk memungutnya, tanpa harus berjongkok, yaitu dengan hanya menusukkan saja ke daun tersebut. Terlihat kemudian, batang kawat itu seperti sate raksasa dengan dagingnya berupa daun lebar yang berjatuhan disitu.
Bila anak-anak sedang bermain, kemudian terdengar suara helikopter,maka seperti ada perintah, semua berhenti bermain dan langsung lari berebutan kebelakang rumah Iwan (putra sulung Mr.Soedaryo) mengambil posisi strategis diatas bangku panjang untuk menyaksikan adegan paling mempesona, yaitu take off atau landingnya helikopter Bung Karno.
Dipastikan, hal tersebut adalah kesempatan yang paling langka, yaitu untuk dapat menyaksikan adegan helikopter kepresidenan take off dan landing dari jarak yang relatif dekat. Posisi anak-anak melihat helikopter tersebut relatif aman, karena tidak jauh dari pagar pembatas Istana disebelah kanannya ada pohon beringin yang sangat besar dan lebat sekali, sehingga terlindung dari hembusan angin yang berasal dari pesawat helikopter. Anak-anak tersebut memang hanya mendapat ruang yang relatif sempit, namun cukup jelas untuk dapat melihat diantara rindangnya pohon-pohon besar dan kecil yang rimbun didekat pagar Istana.
Menyaksikan take off dan landing helikopter Bung Karno, sungguh merupakan kebanggaan dan kesenangan tersendiri bagi anak-anak semua. Biasanya, mereka langsung menceritakan hal tersebut kepada orang tua masing-masing. Tentu saja para orang tua , umumnya tidak ada yang senang, bahkan kemudian melarang agar tidak melakukannya lagi. Akan tetapi, seperti biasanya anak-anak, tetap saja setiap kali terdengar suara helikopter, mereka berlari-lari kebelakang rumah Iwan mengambil posisi menonton diatas bangku panjang yang tersedia dibawah pagar. Demikian selanjutnya, dengan penuh kebanggaan pula mereka ceritakan lagi sesampai di rumah kepada ayah dan ibunya, dan berulang kembali teguran orang tua terhadap hal tersebut. Setelah beberapa kali berulang, sampai pada satu saat, bangku panjang sudah tidak tersedia lagi ditempatnya, dan para anak-anak hanya dapat berdiri dibawah pagar, sambil hanya dapat membayangkan take off atau landingnya helikopter Bung Karno. Rupanya, dibelakang hari, diperoleh informasi bahwa orang tua Iwan sudah mengetahui duduk masalahnya, dan kira-kira dari hasil pertemuan para orang tua, diputuskanlah untuk memindahkan bangku panjang yang biasanya terdapat dibawah pagar tepat berhadapan dengan halaman istana yang digunakan untuk helikopter take off dan landing. Maka berakhirlah kegiatan yang sebenarnya , agak membahayakan bagi anak-anak kecil seusia itu. Namun, apapun yang terjadi, paling tidak dengan menyaksikan atraksi menarik dari take off landingnya helikopter Bung Karno, anak-anak jalan Segara IV, telah memperoleh sesuatu yang berharga, sesuatu yang telah merangsang minat anak-anak terhadap pesawat terbang. Merangsang anak-anak dalam mengembangkan “air mindedness’, rasa senang tentang hal-hal yang menyangkut keudaraan dengan menikmati kekaguman terhadap manuver sang burung besi hasil teknologi maju yang dapat membuat orang bisa terbang sebagaimana layaknya seekor burung.
Puluhan tahun setelah itu, kami anak-anak Segara IV, kemudian baru menyadari, bahwa pada peristiwa 1965, helikopter yang sering kita saksikan di halaman istana, telah digunakan oleh Subandrio cs , melarikan diri dari istana Merdeka pada saat sidang kabinet yang tengah dikepung pasukan, menuju ke Istana Bogor, sebagaimana yang diberitakan pada banyak literatur tentang G-30 S PKI di tahun 1965.
Itulah Helikopter Bung Karno yang telah menorehkan sejarah, mulai dari perjalanan jauhnya, yang berasal dari Amerika Serikat sampai dengan melayani kegiatan Bung Karno sebagai Presiden pertama RI dan kemudian berakhir dengan istirahatnya sang burung besi yang mempesona itu di Semplak, Lanud ATS, Bogor.
Jakarta 4 Januari 2011
Chappy Hakim
7 Comments
Tidak ada Orang sebaik & Sebagus , sehebat, Ir, soekarno,,
sang proklamator 17 Agustus 1945.
My family Loves you,,,
pieter
Tengkiu Pieter !
senang membaca sisi lain dari sejarah helicopter presiden kita.
trims for sharing
Terimakasih, semoga anda sukses ditempat yang lain ! Salam. CH.
Pak CH mohon diberi foto sesuai jenis heli -nya biar kami bisa membayangkan bentuknya. Terima kasih
OK, terimakasih atas sarannya, saya akan upayakan.
DH Pak Chappy,
Mohon ijin untuk copy paste pada blog PPAU (www.ppau-jakarta.com) serta jika tidak keberatan saya ingin mengetahui email bapak yg bisa dikirim melalui email saya
Salam Hormat