Goresan Sejarah dari Sebuah Pagi, Sebuah Buku dan Sebuah Refleksi

Pagi ini, 23 April 2025, saya bersama istri menghadiri undangan Halal Bihalal (HBH) Persatuan Purnawirawan Angkatan Udara (PPAU) yang diselenggarakan di Gedung Griya Ardhya Garini, Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta. Suasana yang sejuk dan bersahabat terasa sejak awal memasuki area gedung tersebut, di mana para purnawirawan Angkatan Udara dari berbagai generasi telah hadir lebih dulu—bertegur sapa, saling bertanya kabar, dan melepas rindu.
Menariknya, di hari itu saya sebenarnya menerima dua undangan HBH sekaligus. Selain PPAU, ada juga acara Halal Bihalal alumni AAU angkatan 1968–1971 di Gedung Persada Purnawira yang letaknya masih dalam kompleks Lanud Halim. Namun pagi itu saya memprioritaskan hadir terlebih dahulu di acara PPAU, dan tiba tepat pukul 09.55 WIB.
Seperti biasa, dalam forum semacam ini, kami para purnawirawan merasa seperti kembali ke masa lalu—berbagi kenangan, bercanda ringan, dan menyegarkan kembali semangat yang dahulu pernah menyatukan kami dalam satu seragam dan satu langit pengabdian. Beberapa mantan Kepala Staf Angkatan Udara juga sudah tampak hadir, dan seperti lazimnya, para mantan KSAU dalam tradisi internal PPAU disebut dengan istilah “Jatayu”—sebuah sandi kehormatan yang penuh makna. Tanpa terasa, saya sendiri kini telah dua dekade menjalani kehidupan sebagai purnawirawan sejak pensiun pada tahun 2005. Waktu berjalan cepat, dan kini saya tercatat sebagai Jatayu urutan keempat paling senior, setelah Marsekal Purn Rilo Pambudi (AAU 1965), Pak Sutria Tubagus (AAU 1967), dan Pak Hanafie Asnan (AAU 1969).
Diluar itu, ada satu hal yang membuat HBH PPAU tahun ini terasa lebih istimewa dan bersejarah. Acara pagi tadi bertepatan dengan peluncuran buku terbaru PPAU yang berjudul “PPAU: Perjalanan Melintasi Dekade, Transformasi Menuju Kemandirian.” Peluncuran buku ini menjadi catatan penting tidak hanya bagi PPAU, tapi juga bagi sejarah dan literasi dunia ke-AU-an di Indonesia. Saya meyakini bahwa tanggal 23 April bukan dipilih secara kebetulan. Tanggal ini telah ditetapkan oleh UNESCO sebagai Hari Buku Sedunia sejak tahun 1995—sebuah hari yang dirancang untuk mengingatkan kita semua pada pentingnya membaca, menulis, dan melestarikan literasi sebagai pilar peradaban.
Tanggal 23 April dikenang antara lain sebagai hari wafatnya William Shakespeare—sastrawan legendaris dari Inggris yang karya-karyanya telah mengubah wajah sastra dunia. Dua karya Shakespeare yang paling terkenal adalah The Tragedy of Hamlet, Prince of Denmark (1600) dan The Tragedy of Macbeth (1606). Kedua naskah ini, selain menjadi rujukan dalam dunia sastra, juga telah berkali-kali diadaptasi menjadi film kolosal oleh sutradara besar dari berbagai negara. Karya-karya Shakespeare menyentuh aspek terdalam dari manusia—konflik batin, ambisi, cinta, pengkhianatan, hingga refleksi eksistensial. Selain drama, ia juga menulis 154 soneta penuh makna, menyuarakan suara batin manusia tentang waktu, kefanaan, dan cinta. Maka, peluncuran buku PPAU di tanggal ini terasa sangat tepat: sebuah penghargaan terhadap nilai-nilai intelektual dan jejak rekam sejarah yang dituangkan dalam bentuk tulisan, dalam gua garba literasi.

Buku ini juga ternyata menjadi penanda berakhirnya masa jabatan Marsekal Yuyu Sutisna sebagai Ketua Umum PPAU. Saya mengenal beliau sejak lama, bahkan sejak ia masih berpangkat perwira menengah. Ketika saya menjabat sebagai KSAU pada awal tahun 2000-an, saya mengeluarkan kebijakan agar seluruh satuan di lingkungan TNI AU menulis dan menerbitkan buku sejarah satuan mereka. Saat itu, Pak Yuyu adalah salah satu yang ternyata sudah selesai menerbitkan buku satuan yang beliau pimpin. Kini, dua dekade kemudian, Pak Yuyu menutup masa pengabdiannya dengan meresmikan peluncuran buku PPAU —sebuah tirai penutup yang penuh arti dan kontinuitas.
Saya pun teringat masa-masa awal ketika saya dilantik sebagai KSAU di tahun 2003. Salah satu langkah pertama yang saya ambil adalah berkunjung ke pengurus PPAU yang kala itu dipimpin oleh Marsekal TNI (Purn) Sri Mulyono Herlambang. Kami bertemu di kantor beliau di Wisma Daria, Jalan Iskandarsyah Raya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Dalam pertemuan itu, saya banyak menerima masukan penting dari para senior, termasuk rasa kecewa mereka terhadap minimnya kepercayaan terhadap perwira AU untuk menduduki posisi strategis di Mabes TNI, Kemhan dan termasuk jabatan Panglima TNI yang belum pernah dipercayakan kepada perwira AU.
Saya mendengarkan dengan sungguh-sungguh dan menjadikan aspirasi itu sebagai salah satu misi khusus pribadi saya sebagai KSAU. Bersama mentor-mentor seperti antara lain Pak Andoko, Pak Maki Perdanakusuma, Pak Rilo, Pak Sutria dan Pak Saleh Basarah, kami berdiskusi secara berkala, menyusun strategi, dan menyuarakan gagasan tentang peran penting AU dalam sistem pertahanan nasional. Syukur Alhamdulillah, tidak lama pada era berakhirnya masa jabatan saya, untuk pertama kali dalam sejarah, seorang perwira AU dipercaya menduduki jabatan Panglima TNI. Hal ini tentu bukan semata-mata karena peran saya pribadi, melainkan juga karena kerja sama erat dengan Jenderal Endriartono Sutarto—sahabat seangkatan saya di AKABRI—dan tentu saja karena kontribusi intelektual dan moral dari PPAU, selain kerjasama erat dengan para kolega kerja.
Kini, di penghujung masa jabatannya sebagai Ketua Umum PPAU, Pak Yuyu akan segera menjalani tugas baru di 63 Rue Beni Boutfrah Raabat 10000 – sebagai Duta Besar Republik Indonesia untuk Kerajaan Maroko. Ini adalah babak baru yang membanggakan sekaligus menantang. Saya yakin, Pak Yuyu akan membawa semangat PPAU ke pentas diplomasi internasional dan sukses.
Demikianlah pagi yang penuh makna itu, ketika silaturahmi, sejarah, dan literasi berpadu menjadi satu. Sebuah pagi yang mengingatkan kita bahwa meski sayap telah dilipat, semangat untuk berkontribusi bagi negeri ini tak boleh dan tidak akan pernah surut. Retired but not Expired.
Selamat jalan dan selamat bertugas, Pak Yuyu.
Selamat Hari Buku Sedunia. Dan tentunya, Selamat Idul Fitri, mohon maaf lahir dan batin.
Jakarta 23 April 2025
Chappy Hakim – Pusat Studi Air Power Indonesia