Hari itu tanggal 17 Desember 2019, saya menerima dua buah buku yang saya nilai sebagai buku yang istimewa. Yang pertama adalah sebuah buku dari Bapak Parni Hadi sahabat dan “saudara” saya, berjudul “Jurnalisme Profetik” – mengemban tugas kenabian. Dan yang kedua adalah dari sahabat – adik kelas saya Capt.Novyanto Widadi, S.AP,MM. berjudul “Walet 37” – Kiprah Pengabdian di STPI Curug.
Kedua buku tersebut ternyata sangat menarik dan terkandung sedikit persamaan dalam untaian cerita yang mengalir di dalam buku. Kedua buku itu mengutarakan nilai, norma tertentu dan beberapa teori ke ilmuan yang kemudian diuraikan sebagai penjelasan dalam sebuah ilustrasi yang diambil dari pengalaman penulisnya sendiri. Mirip-mirip otobiografi atau penggalan riwayat hidup yang di kaitkan dengan visi, teori serta ide yang terkadang berujud analisis, opini atau buah pikiran. Hal inilah yang membuat kedua buku tersebut menjadi sulit diletakkan lagi, begitu kita mulai menggenggam untuk membacanya. Uraian-uraian ringan yang sebanarnya penuh makna tersajikan dalam bahasa yang jauh dari “kesan” menyombongkan diri sendiri.
Buku Jurnalisme Profetik dari Parni Hadi sarat dengan “pelajaran” berharga bagi siapa saja terutama bagi mereka yang bergelut dibidang Jurnalistik. Buku yang saya rasa “harus” dibaca oleh wartawan-wartawan muda bila mereka memang menginginkan kualitas jurnalistiknya dapat sejajar dengan Wartawan Kelas Dunia. Cerita dan ilustrasi dari pengalaman Parni Hadi sebagai insan “kuli tinta” menggambarkan bagaimana gigihnya beliau menapak karier dari posisi paling bawah menuju profesionalisme yang penuh bobot dipanggung global. Pengetahuan umum yang berangkat dari Sekolah Guru, IKIP bahasa Inggris dan sekolah Jurnalistik di Jerman tentu saja sebuah modal yang sangat cukup untuk mengantar seseorang melejit menjadi wartawan professional. Akan tetapi Parni Hadi justru banyak menceritakan tentang bagaimana mem-posisikan diri dalam kancah perjuangan kariernya, terutama dalam “bergaul” mengembangkan network dan menampilkan diri sebagai Jurnalis yang berkualitas “World Class”. Mewawancarai tokoh besar setara pemimpin negara dan atau pemimpin pemerintahan asing tidak cukup hanya berbekal “nyali” belaka. Sekali lagi latar belakang pengetahuan umum yang dimiliki serta kemampuan berbahasa Inggris dan Jerman ternyata telah menjadi kelihatan sebagai persyaratan mutlak bagi seorang Jurnalis. Tidak itu saja, ternyata bila benar – benar ingin menjadi seorang Wartawan berbobot dan bermartabat, masih diperlukan lagi satu hal, yaitu “personal moral character” yang konsisten dalam prinsip menjalankan dan mengendalikan perahu layar dalam mengarungi samudra profesinya. Menjaga martabat dan harga diri seorang wartawan ditengah-tengah sinisme banyak pihak tentang bermunculannya “wartawan-amplop”. Buku Parni Hadi ini bagi saya sudah dapat di kategorikan menjadi sebuah “manual” – petunjuk operasional bagi siapa saja yang ingin memulai karier nya dibidang Jurnalistik. Buku “hebat”.
Disisi lain buku Walet 37 dari Capt. Novyanto Widadi yang menceritakan kiprahnya dalam mengabdi sebagai pimpinan di STPI Curug tidak kalah menarik. Buku ini menceritakan betapa pengalaman pengabdian Novyanto yang dimulai sejak lulus dari SMA Negeri 4 Bandung, Akademi Angkatan Udara , menjalani karier sebagai Perwira Penerbang Angkatan Udara dan kemudian berlanjut sebagai Aparatur Sipil Negara dibawah naungan Kementrian Perhubungan. Lintas alur perjalanan kariernya telah menguraikan berbagai hal yang dapat menggugah minat dirgantara khususnya bagi generasi muda bangsa. Kepemimpinan yang di terapkan dalam mengelola Sekolah Tinggi Penerbangan Indonesia ternyata menjadi “lengkap” dalam memadukan visi pertahanan keamanan negara dengan ide penerapan pengembangan diri pada sistem perhubungan udara sipil serta wawasan kebangsaan. Tidak banyak orang yang memperoleh kesempatan dalam perjalanan hidupnya dapat menyelami dunia penerbangan militer dan dunia penerbangan sipil sekaligus.
Sajian dalam buku Novyanto ini menjadi menarik, karena menyertakan pengalaman Novyanto sendiri dalam pencapaian perjalanan kariernya sebagai “guru” dan “pengasuh” anak-anak muda generasi penerus yang akan berjuang dalam bidang kedirgantaraan Indonesia di kancah Global. Sebuah buku yang dapat me-motivasi siapa saja untuk menaruh minat dalam bidang kedirgantaraan. Novyanto, dengan bukunya ini telah berhasil menempatkan dirinya menjadi salah seorang yang “penting” dalam mengembangkan “air-mindedness”, minat dirgantara di Indonesia. Dirgantara adalah masa depan bangsa – Nenek Moyangku Orang Pelaut, namun anak cucuku – adalah Insan Dirgantara.
Itulah bagian dari kebahagiaan saya ditanggal 17 Desember 2019. Tepat disaat merayakan hari lahir, saya menerima dua kado penuh makna , Buku Jurnalisme Profetik – Mengemban Tugas Kenabian dari Bapak Parni Hadi dan Buku Walet 37 – Kiprah Pengabdian di STPI Curug dari Pak Novyanto.
Dua buku Istimewa di hari Istimewa.
Terimakasih Pak Parni – Terimakasih Pak Novy !
Jakarta 21 Desember 2019
Chappy Hakim
1 Comment
Assalamualaikum, maaf apakah ada informasi di mana buku tersebut dijual? Saya memerlukannya sebagai referensi skripsi, mohon infonya ya kak terima kasih