Belakangan ini banyak sekali dibicarakan tentang drone. Begitu banyaknya arus informasi yang berdatangan tentang drone ini membuat persepsi dan pengertian tentang drone keliru.
Drone telah digunakan untuk mewakili penyebutan sebuah benda yang berujud pesawat tanpa awak. Drone telah digunakan untuk menyebut semua pesawat tanpa awak tanpa peduli bahwa pesawat tanpa awak itu kini telah hadir dalam begitu banyak macam konsep dan penggunaan yang melatar belakanginya.
Apa itu Drone?
Drone sebenarnya sebutan yang digunakan untuk menyebut pesawat tanpa awak dan juga tanpa peralatan navigasi yang kadang terbang dengan bantuan peralatan mesin sederhana.
Drone sendiri berasal dari asal kata drone yang artinya adalah “lebah jantan”.
Awalnya istilah drone hanya digunakan untuk menyebut sebuah target simulasi yang bergerak diudara (air moving targets) untuk latihan menembak, baik dari darat ke udara (ground to air) maupun dari udara ke udara (air to air).
Pada perkembangannya kemudian, drone dipakai juga untuk menyebut sebuah UAS (unmanned aircraft system), pesawat tanpa awak.
UAS digunakan pertamakali oleh Kementrian Pertahanan Amerika Serikat (US DoD: United States Department of Defense) yang bersama-sama dengan FAA (Federal Aviation Administration) menyusun sebuah road map tentang pesawat tanpa awak di tahun 2005 – 2030.
Istilah ini juga digunakan oleh ICAO (International Civil Aviation Organization) dan BCAA (British Civil Aviation Authority).
Selanjutnya muncul pula beberapa terminologi dengan pengertian yang sama yaitu antara lain adalah UAV (Unmanned-aircraft Vehicle System) dan RPV (Remotely Piloted Aerial Vehicle) serta RPAS (Remotely Piloted Aircraft System).
Dengan demikian maka drone yang belakangan ini banyak disebut-sebut sebenarnya mewakili pengertian untuk UAS, UAV dan juga RPV.
Pengertian dasarnya adalah istilah yang digunakan untuk menyebut sebuah kendaraan udara yang berbentuk aerodinamis dengan dukungan tenaga tertentu dan mampu terbang sendiri tanpa awak dengan pengendalian jarak jauh.
Awal penggunaan
Secara singkat dapat disebut sebagai “pesawat tanpa awak”. Pesawat tanpa awak ini dapat digunakan berulangkali dan mampu membawa berbagai muatan, antara lain kamera, radio, senjata dan alat pengintai.
Sebenarnya, pesawat tanpa awak yang disebut sebagai drone belakangan ini dapat dikatakan sama saja dengan pengertian yang sudah ada sebelumnya yaitu pesawat model yang menggunakan remote control.
Nah, sampai di sini maka istilah drone dan pesawat model menjadi sedikit rancu. Apa yang membedakan sebuah pesawat terbang model remote control dengan drone kini menjadi tidak jelas.
Masalahnya adalah, sudah sejak lama pesawat model tanpa awak yang dikendalikan remote control populer disebut sebagai pesawat model atau pesawat radio control.
Dulu pesawat model atau pesawat radio control hanya dikenal oleh mereka yang memiiki hobi pesawat model saja. Dengan perkembangan teknologi pesawat model ini banyak digunakan bukan lagi sebatas hobi. Penggunaan dan polularitasnya semakin luas di masyarakat.
Di sinilah kemudian, sekali lagi, batas pengertian yang membedakan drone dan pesawat model menjadi rancu. Beberapa negara dan organisasi telah membuat semacam penggolongan untuk membedakan pesawat model dengan drone. Salah satu acuannya adalah ukuran dan beratnya.
Akan tetapi, otoritas penerbangan Amerika Serikat yang sangat berpengaruh dalam dunia penerbangan global mendefinisikan setiap pesawat terbang tanpa awak dapat disebut sebagai UAV.
Itulah yang menyebabkan perbedaan pesawat model radio control dengan drone menjadi tidak jelas.
Sejarah penggunaan drone atau UAV
Sejak tahun 1959, sebenarnya USAF, Angkatan Udara Amerika Serikat sudah berpikir untuk mulai menggunakan UAV dalam perkembangan “perang dingin” antara blok timur dan barat.
Ide ini kemudian bergulir dengan cepat saat Uni Sovjet berhasil menembak jatuh pesawat mata-mata Amerika U-2 pada tahun 1960.
Hanya hitungan hari setelah U-2 ditembak jatuh, Amerika memulai program sangat rahasia mengembangkan penggunaan UAV yang dikenal kemudian dengan nama sandi “Red Wagon”.
Untuk pertama kali dengan tingkat kerahasiaan yang sangat tinggi pula UAV digunakan dalam medan pertempuran di mandala perang Vietnam.
Penggunaan berikutnya adalah pada mandala perang di timur tengah antara lain di Yom Kippur War oleh Israel.
Israel kemudian dikenal sebagai produsen dan sekaligus pengguna drone berteknologi “tinggi”
Pada tahun 1973 pihak militer Amerika Serikat secara resmi mengkonfirmasi bahwa Amerika Serikat memang telah menggunakan UAV pada perang Vietnam.
Alasannya, saat itu lebih dari 5.000 pilot Amerika Serikat tewas dalam pertempuran dan lebih dari 1.000 orang lainnya hilang dalam tugas.
Wing 110, pengintai strategis USAF, telah melakukan tidak kurang dari 3.435 misi menggunakan UAV dalam perang Vietnam dan sejumlah 554 UAV telah hilang lenyap karena berbagai sebab.
Jenderal USAF George S Brown, Panglima Komando Sistem Angkatan Udara Amerika ditahun 1972 mengatakan, Amerika tidak ingin memperpanjang penggunaan Pilot dalam pesawat-pesawat intai dan pesawat terbang tempurnya.
Pada tahun yang sama Jenderal John C Meyer Panglima Komando Udara Strategis USAF menambahkan bahwa Amerika memang harus memulai penggunaan drone di medan perang untuk misi-misi yang berisiko tinggi.
“Tingkat kehilangan memang tinggi, akan tetapi dengan drone kita dapat melindungi banyak nyawa pilot Amerika Serikat,” kata Meyer.
Sejak itulah maka penggunaan UAV atau drone meluas pada misi-misi berisiko tinggi yang harus dilaksanakan dalam medan pertempuran, peperangan, dan bahkan juga pada misi-misi perdamaian.
Populer di masyarakat
Secara populer drone digunakan antara lain untuk target penembakan dan target pengelabuan. Di bidang intelijen drone digunakan untuk melaksanakan misi pengintaian.
Di medan perang dan atau pertempuran drone digunakan untuk melaksanakan misi penembakan sasaran strategis berisiko tinggi.
Sistem dukungan logistik tertentu juga telah mulai memanfaatkan drone. Di samping itu, drone juga sudah digunakan untuk tujuan penelitian dan pengembangan.
Pada tugas-tugas sipil drone banyak sekali digunakan belakangan ini antara lain untuk pemotretan dan aerial photography, penyemprotan hama – agriculture dan proses pengumpulan data untuk tujuan tertentu.
Pesawat terbang tanpa awak yang telah mampu menggantikan peran dari pesawat pengintai Amerika U-2 yang terkenal itu adalah sebuah UAV yang diberi nama Global Hawk buatan Northrop Grumman yang diproduksi pertamakali di tahun 1998.
Salah satu produknya pada tahun 2001 telah memecahkan rekor terbang melintasi Samudra Pasifik dari Edward AFB (Air Force Base) Amerika Serikat ke pangkalan Angkatan Udara Edinburg di Australia.
Global Hawk terbang selama 22 jam dan menempuh jarak 13.219.86 km. Rekor tertinggi untuk ketinggian terbang Global Hawk adalah sudah dapat mencapai 60.000 ft.
Di Indonesia
Di Indonesia drone telah berkembang cukup pesat. Sebelum Drone dikenal luas, sebenarnya kegiatan aeromodelling atau pesawat model tanpa awak sudah cukup banyak dilakukan anak-anak muda dan orang dewasa. Mereka tergabung antara lain dalam wadah organisasi FASI (Federasi Aero Sport Indonesia).
Pada perkembangan selanjutnya belakangan ini dengan dipelopori antara lain oleh LAPAN dan juga BPPT serta Universitas Surya, drone menjadi berkembang lebih luas dan lebih populer.
Di samping itu pihak swasta dan beberapa lembaga penelitian dan pengembangan serta sejumlah perguruan tinggi telah pula mengembangkan drone.
Sudah banyak sekali drone yang telah dikembangkan di Indonesia. Tidak kurang dari delapan jenis di antaranya telah dapat dibuat di dalam negeri sendiri.
Pada umumnya drone memang digunakan untuk misi pengintaian, pemotretan udara, penelitian karakteristik atmosfer untuk meteorologi, pemantauan kabel listrik tegangan tinggi dan juga pengawasan daerah perbatasan serta untuk kepentingan komersial seperti iklan dan lain-lain.
Mengganggu
Luasnya penggunaan drone di tengah masyarakat belakangan ini dirasakan mulai mengganggu kepentingan publik. Tuntutan adanya regulasi atau ketentuan yang mengatur penggunaan drone menjadi semakin mendesak.
Masalahnya, instansi mana yang paling bertanggung jawab untuk menangani hal tersebut?
Sebagai pesawat terbang, walau tanpa awak, maka tentu saja otoritas penerbangan sipil nasional dalam hal ini Kementerian Perhubungan memiliki kepentingan yang besar.
Di sisi lain, karena beberapa drone juga menggunakan frekuensi radio tertentu, maka tentu saja Kemeninfo akan terlibat di dalamnya.
Beberapa drone juga digunakan di daerah perbatasan untuk kegiatan pemantauan. Dalam konteks ini Kementerian Pertahanan perlu terlibat.
Di bidang intelijen drone memegang peran yang sangat mendasar. Secara historis pengembangan Global Hawk pada prinsipnya adalah menggantikan peran pesawat mata-mata Amerika U-2.
Menertibkan penggunaan drone yang meluas di masyarakat tidak sederhana. Inilah tantangan yang datang di era globalisasi dan cepatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Sumber – Kompas.com –
Editor – Heru Margianto