Baru-baru ini terlansir berita tentang perseteruan antara DPR Komisi VII dengan Pertamina. Berita tersebut, seperti yang termuat di salah satu koran terbitan Jakarta menyebutkan antara lain bahwa : Rapat dengar Pendapat (RDP) antara Komisi VII dan Jajaran Pertamina berjalan sengit setelah dibuka selama setengah jam. Rapat yang dipimpin oleh wakil ketua komisi Sonny Keraf mendadak menjadi hangat ketika ketua sidang membacakan surat dari Sekretaris Perusahaan Pertamina Toharso.
Surat itu berisi kekecewaan atas pertanyaan komisi tersebut dalam RDP sebelumnya , 10 Februari 2009. Dalam rapat tersebut, Pertamina mempertanyakan tindakan anggota Komisi VII saat RDP terdahulu yang memojokkan direksi Pertamina. Tindakan tersebut dianggap oleh Pertamina melanggar Tata Tertib DPR. Menurut Pertamina, jalannya rapat kala itu sudah menyimpang dari pokok bahasan awal, yakni fungsi pengawasan, namun lebih mempersoalkan penunjukkan direksi Pertamina, bahkan kelayakan direksi.
Setelah surat bertanggal 13 Februari 2009 selesai dibacakan, para anggota DPR terebut menjadi marah dan meminta rapat di skors. Selanjutnya, komisi VII DPR melakukan rapat internal dan kemudian Sonny mengatakan kecewa serta menilai bahwa surat tersebut merupakan bentuk intervensi. Tidak itu saja , ternyata kemudian komisi VII meminta direksi Pertamina untuk meninggalkan tempat. Alias di “usir”
Apabila kita melihat dari jarak yang cukup luas, maka bisa saja kita memperoleh gambaran yang memperlihatkan satu keadaan yang memunculkan harapan ke arah perbaikan. Dengan catatan, data-data yang kita gunakan untuk menyoroti masalah ini masih “valid” adanya. Sederhana saja, selama ini kita sudah begitu banyak dikecewakan oleh kesan yang sangat buruk dari kinerja para anggota DPR. Perjalanan keluar negeri dengan dalih studi banding, skandal sexual yang mencuat kepemberitaan di media masa, pengadaan tambahan biaya yang terkesan akal-akalan seperti upaya kenaikan berbagai tunjangan, pengadaan laptop, renovasi ruangan anggota yang sebelumnya masih bagus kondisinya, skandal suap yang tertangkap basah oleh KPK sampai dengan pengakuan seorang Agus Condro, yang mengesankan bahwa proses “fit and proper test” yang ternyata tidak lebih dari proses dagang sapi. Sebagai ajang mengeduk keuntungan pribadi dan golongan. Masih banyak lagi, dan itu semua sudah cukup bagi kita untuk sampai kepada kesimpulan bahwa memang ada yang salah dengan anggota DPR kita ini. Satu dan lain hal adalah moral para anggotanya menjadi patut dipertanyakan. Gambaran ini diperjelas lagi dengan begitu seringnya pendapat dari DPR yang mudah sekali berubah 180 derajat dalam kurun waktu yang sangat singkat. Tidaklah sulit kemudian untuk menebak apa yang telah terjadi.
Disisi lain, maka kita pun baru saja mendengar bagaimana jajaran pimpinan Pertamina yang baru saja dilantik, menjelaskan visi dan misinya kepada mass media. Disitu disebutkan bagaimana tekad dari jajaran pimpinan Pertamina yang baru untuk bekerja lebih giat dan yang terpenting adalah komitmennya yang akan bekerja secara profesional dan tidak akan mau terpengaruh oleh kepentingan-kepentingan luar yang tidak sejalan dengan visi dan misi mereka. Satu pernyataan yang pasti merefleksikan dari niat jajaran pimpinan yang baru untuk bekerja semata untuk kepentingan perusahaan dan dalam hal ini adalah bertujuan untuk meningkatkan performance Pertamina untuk sebesar-besarnya kepentingan masyarakat banyak sesuai program pemerintah.
Dari uraian diatas, maka dengan mudah terlihat adanya dua kubu yang sangat berbeda dan bahkan dapat bertolak belakang yang kemudian bertemu di dalam satu arena. Apabila saja , masing-masing kemudian bertahan dengan prinsip mereka, maka dapat dipastikan kedua belah pihak tidak akan bertemu dalam satu titik pemahaman yang sama. Masalahnya adalah, dalam kondisi seperti ini, pasti kedua belah pihak sudah akan menyiapkan tim perunding masing-masing yang sangat berpengalaman dalam menyelesaikan masalah-masalah seperti ini. DPR dan Pertamina sudah memiliki orang-orang yang jago berperan sebagai juru runding perdamaian. Tinggal bagaimana jajaran Pertamina dan jajaran komisi VII menugaskan utusannya masing-masing. Yang harus dijaga disini adalah, jangan sampai niat baik dan sangat menumbuhkan harapan rakyat banyak dari jajaran pimpinan Pertamina yang baru , kemudian tergerus dalam “perundingan perdamaian” itu. Saya pikir kita semua berharap, andaikata terjadi kompromi dalam hubungan antara Pertamina dengan DPR, tidaklah disebabkan oleh dikuranginya komitmen Pertamina dalam bekerja kedepan. Walaupun sepertinya, harapan yang seperti ini akan sangat tipis untnuk terwujud.
Yang ingin saya tegaskan disini bahwa, bila jajaran pimpinan Pertamina yang baru tetap konsisten dengan niatnya yang sangat memberi harapan itu, dan DPR masih saja tetap dengan tabiatnya seperti yang selama ini dilihat oleh publik, maka dapat dipastikan “perundingan perdamaian” tidak akan berhasil atau menghadapi jalan buntu.
Demikianlah analisis spekulatif dari tinjauan orang awam, dan selanjutnya …ya .”terserah anda” !