Tidak terasa, diskusi bulanan Pusat Studi Kedirgantaraan Indonesia telah memasuki pertemuan yang ke 5. Lembaga baru yang telah memulai aktifitasnya pada bulan Januari 2019 yang lalu kini telah memasuki bulan ke 5, bulan Mei 2019.
Tempat belajar tentang Kedirgantaraan ini sejak awal telah menetapkan pertemuan rutin setiap bulan sekali pada minggu pertama di hari Rabu, dengan catatan tidak bertepatan dengan hari libur. Pada bulan Januari dan Februari pertemuan bulanan dilaksanakan di Ruang Perpustakaan Nasional, sedangkan pada bulan Maret diselenggarakan di Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya.
Bulan April lalu monthly meeting ke 4 berlangsung dengan mengambil tempat di Kantor Bahar Law Firm dan pada bulan Mei 2019, diselenggarakan pada tanggal 3 di Sintesa Group, PT Widjajatunggal Sejahtera Menara Duta Building, Kuningan Jakarta Pusat.
Wadah pertemuan bulanan Pusat Studi Air Power beranggotakan terbuka bagi siapa saja yang menaruh perhatian besar terhadap perkembangan Kedirgantaraan Indonesia.
Sementara ini sudah tercatat cukup banyak peserta yang ikut ambil bagian dalam pertemuan bulanan yang terdiri dari para Praktisi dan Akademisi berbagai bidang disiplin ilmu yang berkatian langsung atau tidak langsung dengan dunia kedirgantaraan.
Diskusi pada setiap bulannya, membahas banyak topik mengenai kedirgantaraan baik tentang hal yang ideal sifatnya maupun pembahasan hot issue yang sedang berkembang dalam dunia penerbangan global. Berbagai bahasan telah didiskusikan pada pertemuan bulanan sejak Januari lalu, dan pada pertemuan bulan Mei kemarin masalah yang hangat diperbincangkan antara lain adalah soal pesawat Boeing 737-8 MAX.
Pembahasan dan diskusi berkembang kebanyak hal, antara lain tentang kredibilitas Pabrik Pesawat Boeing dan otoritas penerbangan FAA (Federal Aviation Administration) yang tengah disorot berbagai pihak menyangkut dua kecelakaan yang terjadi di Indonesia dan Ethiopia.
Perbincangan juga berkembang kepada masalah ganti rugi dan klaim korban kecelakaan yang banyak hubungannya dengan berbagai institusi antara lain pihak asuransi.
Pada titik ini tentu saja pembahasan tidak dapat dibendung untuk juga mendiskusikan tentang peran KNKT dalam hal kredibilitasnya yang tengah ditunggu saat akan mengumumkan “final result” dari investigasi kecelakaan Lion Air JT-610 nanti.
Demikian pula mengenai usulan pembatalan pemesanan Pesawat Boeing 737-8 MAX oleh pihak Maskapai Penerbangan Garuda yang ternyata belum diikuti oleh pihak Lion Air misalnya. Diskusi juga telah membahas mengenai peran Maskapai selaku Operator dan peran Otoritas Penerbangan Nasional sebagai regulator yang memiliki tanggung jawab langsung terhadap masalah keselamatan penerbangan dalam arti yang luas.
Disini tentu saja akan berkait pula dengan perundang-undangan, regulasi , ketentuan serta peraturan dan prosedur yang berlaku, baik ditingkat nasional maupun di tingkat global.
Diskusi bulanan yang berlangsung selalu saja menjadi sangat menarik, karena para peserta diskusi memang terdiri dari personil kompeten dibidangnya yang sarat pengalaman dalam bergelut dilapangan (antara lain Pilot Senior, Teknisi, Air Traffic Controller para instruktur, inspector dan investigator KNKT) dan mereka yang berada dalam posisi sebagai ilmuwan atau akademisi.
Dengan mereka yang memiliki ilmu serta pengalaman yang banyak itu, maka diskusi menjadi sangat bermakna dan sekaligus menjadi forum bertukar pikiran yang sangat bermanfaat terutama dalam upaya memperoleh solusi terbaik.
Dari sinilah, maka diharapkan pada setiap 3 bulan, forum dapat menerbitkan bulletin yang akan dibagikan kepada siapa saja yang berkepenitngan , terutama stake holder bidang penerbangan, Lembaga pendidikan dan Perguruan tinggi serta pemerintah sebagai pihak yang berwenang mengambil keputusan dan kebijakan ditingkat strategis.
Dari lima kali diskusi yang telah berlangsung, diperoleh beberapa kesimpulan antara lain, bahwa Indonesia memang masih membutuhkan keperdulian dari banyak pemikir baik yang berasal dari para praktisi penerbangan, lebih-lebih dari para ilmuwan atau akademisi dibidang kedirgantaraan.
Menyongsong abad dirgantara kedepan, maka pengembangan dan pembangunan “air and space” kiranya sudah tidak dapat lagi menunggu untuk dikelola secara bersama-sama oleh berbagai pihak yang berkait. Pada tataran dunia misalnya Indonesia terlihat masih banyak membutuhkan para ahli Hukum Internasional yang menguasai bidang “air and space law” dalam upaya memposisikan dirinya ditingkat global.
Pusat Studi Air Power Indonesia telah mencoba untuk juga mengembangkan net working ke dunia Internasional. Jalinan hubungan sudah dibuka pada bulan lalu , atas dorongan dari Prof Dr Supancana ,Prof Dr Makarim Wibisono , Dr Kusnadi Kardi dan Kolonel Pnb Dr Supri Abu, kebeberapa institusi internasional di luar negeri antara lain ke International Institute of Air and Space Law di Leiden Negeri Belanda.
Demikian pula pembicaraan telah berlangsung dengan Prof Dr Sanu Kainikara, Air Power Strategist dari Angkatan Udara Australia untuk bekerjasama dalam pembahasan masalah-masalah aktual dalam perkembangan kedirgantaraan internasional.
Kedepan, dengan akan banyak masalah yang berkembang di dirgantara ( tentang GSO, alokasi orbit satelit, pertambangan diangkasa luar dan lain-lain) besar harapan wadah tempat belajar kedirgantaraan di Indonesia ini yang telah menjalani kegiatan sejak Januari 2019 lalu dapat berkembang pula sebagai Think Tank di tingkat nasional dalam berkontribusi menyumbangkan pemikiran positif dan konstruktif kepada seluruh pemangku kepentingan bidang kedirgantaraan dan juga terutama sekali kepada pihak pengambil keputusan dalam kebijakan nasional bidang keudaraan dan ruang angkasa.
Chappy Hakim