Sejarah perang di permukaan bumi ini banyak sekali berubah sejak udara dapat dipergunakan juga sebagai sarana berperang. Sebelumnya orang mengenal perang hanya dua dimensi, dalam arti menggunakan kekuatan yang hanya dapat bergerak di permukaan saja. Pada saat itulah dikenal dalam keadaan perang terminologi garis depan dan garis belakang. Setelah teknologi berkembang dengan pesat , maka istilah garis belakang dan garis depan menjadi hilang lenyap, karena dengan menggunakan medium udara, maka orang dapat menyerang dari segala arah. Dengan demikian penyerangan dapat dilakukan sampai jauh kegaris belakang kedudukan pasukan musuh. Giulio Douhet, mengatakan peran dalam memenangkan perang akan sangat bergantung kepada “Command of the Air”, dan kemudan banyak lagi para pemikir perang yang melihat betapa kekuatan udara telah menjadi kekuatan yang sangat menentukan dalam hal taktik dan strategi untuk memenangkan perang. Perang telah menjadi total sifatnya, dan itu sebabnya kini dkenal istilah Total Defence.
Puncaknya adalah, Bom yang dijatuhkan Amerika Serikat di Hiroshima dan Nagasaki di tahun 1945 yang telah menghentikan perang dunia kedua. Semua orang menyaksikan betapa setelah Hirishoma dan Nagasaki, tidak ada lagi perang besar yang menjurus ke Perang dunia ke 3. Dari banyak perang yang terjadi, dimana-mana setelah perang dunia kedua, maka disitulah sebenarnya dapat dibuktikan dalam berjalannya waktu, bahwa orang tidak lagi membutuhkan kekuatan Darat saja atau kekuatan Laut saja dan atau bahkan kekuatan Udara saja. Refleksi dari pemahaman tentang ini adalah bagaimana negara-negara maju kemudian berupaya dengan sekuat tenaga untuk dapat memadukan kekuatan perangnya dalam organisasi dan manajemen yang menghimpun kekuatan darat, laut dan udara dalam satu kesatuan yang solid. Pada perkembangan itulah kemudian dikenal istilah Panglima Gabungan, Commander of Defense Force dan lain-lain.
Pada intinya adalah orang menyadari, bahwa tidak akan atau menahan diri dalam menggunakan senjata pemusnah masal lagi, seperti bom atom yang digunakan Amerika Serikat pada saat menghentikan perang dunia kedua. Keseimbangan yang dijaga oleh semua kekuatan negara di dunia, sampai dengan saat ini dapat melindungi kita semua dari datangnya perang dunia ketiga. Kesimbangan ini kemudian menjadi sangat tergantung kepada produk yang berteknologi tinggi.
Kesimpulannya adalah bahwa kebanyakan negara tetap membangun sebuah Angkatan Perang yang digunakan untuk menjaga “martabat” bangsa. Membangun Angkatan Perang yang memadukan kekuatan darat, laut dan udara secara berimbang dan solid. Sebuah Angkatan Perang yang dapat diandalkan menjaga kedaulatan negara, Angkatan Perang yang merujuk kepada perkembangan teknologi dan merupakan bagian utama dari kekuatan total-semesta , menyeluruh dalam bertahan (total defence).
Belakangan ini banyak yang bertanya tentang kekuatan Angkatan Perang Indonesia dibanding dengan kekuatan negara-negara dikawasan ASEAN? Jawabannya adalah, kekuatan perang dalam materi dapat diukur dengan parameter yang bermacam-macam, dan dapat saja dikatakan sebagai “berimbang” dan lain sebagainya, tetapi ada satu hal yang dibutuhkan dalam menyempurnakan kekuatan kita, yaitu Manajemen, Organisasi dan Leadership. Karena semua akan berpulang kepada Man Behind the Gun.
Pada titik inilah maka dibutuhkan banyak para Perwira Profesional dibidangnya. Samuel Huntington mengatakan para pebisnis sasaran utamanya adalah “uang”, para politikus sasaran utamanya adalah “kekuasaan”. Apa yang diperoleh dari tampilan profesionalisme seorang Perwira ? Hanya satu yaitu “Respect” ! Dan Negara Kesatuan Republik Indonesia membutuhkan itu.
Dirgahayu Angkatan Perang Indonesia. Dirgahayu TNI.
[wp_ad_camp_1]