Saya punya teman yang dulu lama tinggal di New York. Senin 12 Oktober yang lalu dia berkesempatan makan siang dengan seorang Duta Besar dari salah satu negara Amerika Latin yang baru saja menempati posnya yang baru di Indonesia. Tentu saja sebagai diplomat sejati , beliau itu harus segera mengembangkan “net work” nya sekaligus mengumpulkan banyak informasi yang dibutuhkan bagi kepentingan negaranya. Sambil makan siang teman saya itu mempromosikan buku saya “CROY” kepada sang Ambassador.
Diluar dugaan sahabat saya itu, ternyata sang Duta Besar menaruh perhatian yang sangat besar terhadap isi buku “CROY” tersebut. Bagaimana ujud perhatian yang sangat besar itu ? Berikut ini laporan pandangan matanya yang cukup kocak selama acara makan siang dengan sang Ambassador. Teman saya memberi judul tulisannya dengan titel yang cukup menarik:
Makan Siang Bin Dahar Awan :
Jam 09.00 Sekertaris Ambassador di Jakarta, Menelpon hpku untuk reconfirmed bahwa lunch 12.00 bersama Dubes, sambutanku- affirmative.
Hari ini kudu pake jas ame gelantungin dasi, pokoknya pércis orang mo kondangan, sembari ngempit buku “Cat Rambut Orang Yahudi” Kita duduk bebareng semeja, engga lama kita disatronin lelaki pake seragam, sempat aku kira paastur atau debt collector, eh taunya dia waiter dengan menu yang tebal, bak alkitab. Tanpa basa basi black coffe duluan, Dubes pun kaget sambil nanya “kenapa engga ke makanan pembuka?” aku bilang kita ngopi dulu baru makan, dia pun setuju.
Mulailah ngobrol ngalor ngidul dari masalah terror, musik hingga ekonomi dan politik dengan sang dubes.
Dia mulai nanyain buku yang dikempit tadi, aku langsung sambut sayang buku ini tidak dwi bahasa (engga ada versi Inggrisnya) jadi yang mulya kagak bakal ngarti.
Perbualan mulai dengan mengangkat kisah singkong rebus (boiled cassava) yang disantap oleh seorang jenderal, seperti diceritakan oleh buku itu.
Dia terbahak-bahak aku tancep lagi sama pertandingan tennis, ketawanya tambah jadi.
Kita break untuk order makan, aku nyeletuk “Excellency jangan minta singkong rebus yaa” dia ketawa, I hope not Harry.
Waiterpun sok tau, sembari bisik bisik menjelaskan disini engga ada singkong rebus pak.
Melihat “action” dari sang waiter, Dubes pun bertanya “you need something, Harry”
No sir! jawabku tegas, (dalam hati sok tau lo waiter, gw juga tau nggak ada singkong disini !)
Usai makan siang dan makanan penutup, perbualan dilanjutkan rupanya kawan Dubes ketagihan cerita dibuku cat rambut.
Jadi terpaksalah kuterjemahkan, beberapa halaman (gue dikerjain buku nih) kemudian I bilang sama excellency, kalau engga salah di Amerika Latin tumbuh juga cassava, di Amazon!
Lalu aku lanjukan bahwa disini dulu “Singkong” itu bukan makanan jenderal, tapi makanan para penyanyi jaman baheula.
Kawan itu termenung, makanan penyanyi………? Are you sure?
Iya untuk melatih suaranya agar stabil! , Oleh karena itu namanya singkong (sing itu nyanyi dan kong itu artinya engkong/kakek atau orang dulu), and dia minta konfirmasi untuk hal itu.
Aku tegaskan buka saja kamus bahasa Indonesia biar lebih pasti. Dia cekikikan lagi.
Gw mulai puyeng neh dari tadi ngoceh terus, Lalu aku bilang ini kalau aku terjemahkan buku ini semua, bisa makan waktu dua hari dua malam, tau nggak !?! Eh dia mesem-mesem.
Dari pada gw makin puyeng, akhirnya aku ajak dia ke Airman jumat mendatang, biar amprok dengan penulisnya yang juga main musik.
Musik apa Har, aku bilang POP Music!
Apa ada irama latin disana, aku bilang aku engga pernah dengar disana.
Dimana kita bisa menikmati irama latin di Jakarta?
Aku bilang yang aku tahu dan pasti tidak mengecewakan sih , yaa di Rio, atau Sao Paulo.
Ha…ha…ha you must be kidding my friend,
Ketika kawan bicara soal bossanova aku nyeletuk “disini banyak boss” yang juga senang dengan kijang Innova
(Bossanova = Boss senang dengan kijang Inova)
Sementara Samba (sama-sama batak) menyanyi dan main catur di terminal cililitan.
Adios.
Itulah, laporan Citizen Journalist ,sahabat saya, tentang CROY yang dipromosikan kepada seorang ambassador di Jakarta.