Kalau belakangan ini kita banyak menerima informasi tentang citizen journalist , maka disisi lain di dunia ini ada beberapa Negara yang mengembangkan citizen Armed Forces. Dua diantaranya adalah Israel dan Singapura. Konon Singapura mempelajarinya dari Israel. Beberapa pimpinan Negara Singapura, mengidentifikasikan dirinya sebagai Negara yang identik dengan Israel, barangkali. Israel Negara kecil, yang dikelilingi oleh banyak Negara yang lebih besar dan dianggap semua kurang bersahabat dengannya. Apakah Singapura identik dengan Israel? Saya pikir bukan itu masalahnya. Ada satu hal yang sangat menarik untuk kita cermati bersama.
Saya punya sahabat dekat, warga Negara Singapura. Dia punya dua anak laki, satu baru saja selesai sekolah setingkat SMA dan satu lagi baru saja menyelesaikan program wajib militernya.
Di Singapura, semua anak laki berusia 18 tahun, diwajibkan mengikuti program wajib militer. Tidak perduli anak siapa dan apa statusnya , semua tanpa kecuali harus mengikutinya. Program wajib militer berlangsung selama 2 tahun. Enam bulan pertama mereka harus menempuh “basic military training” di pulau Tekung, lepas pantai Singapura. Tiga bulan pertama, mereka tidak diperkenankan pulang ke rumah.
Dalam mengikuti kegiatan latihan dasar kemiliteran, mereka dibagi dalam kelompok-kelompok kecil sebanyak 14 sampai 20 orang. Yang menarik, dari kelompok kecil ini, mereka diatur sehingga akan terdiri dari kombinasi “ras”, “tingkat ekonomi” dan juga “pendidikan”. Apa yang terjadi ? Sahabat saya mengatakan, pendidikan itu ternyata telah menjadi “melting pot” bagi semua anak muda di Singapura. Mereka menjadi benar-benar melebur terbentuk sebagai satu unit yang kompak dengan tumbuhnya, rasa setia kawan yang sejati. Anaknya kemudian, tiba-tiba saja merasa risih dengan kiriman-kiriman ibunya, seperti Ipod, radiokecil, handphone dan lain-lain. Semua barang pribadi dia kembalikan dengan kesadarannya sendiri, karena saat itu ia sudah berteman akrab dengan anak-anak orang miskin yang tidak punya barang-barang lux dan konsumtif sifatnya. Dia juga sudah berteman akrab dengan temannya yang pendidikannya rendah. Dia juga sudah berteman akrab dengan sahabatnya anak orang kaya raya di Singapura. Rasa setia kawan, rasa tenggang rasa dan yang terpenting, rasa menghormati orang lain dan kebersamaan telah begitu saja tumbuh sejalan dengan program pendidikan militer yang keras dan Spartan. Tidak ada waktu terluang hanya untuk memamerkan kekayaan atau barang pribadi sebagai kelebihan di lingkungan teman-temannya. Yang sangat dominan terlihat oleh sahabat saya itu adalah, bahwa rasa tanggung jawab anaknya menjadi tumbuh seketika. Ibunya kemudian melihat dengan penuh iba, karena tidak sampai 2 tahun berlalu, penampilan anaknya berubah drastis menjadi seorang pria yang sangat “dewasa”. Tampilan kanak-kanak nya berubah begitu besar. Iba bercampur bangga tentunya. Semua anak-anak Singapura yang telah mengikuti program wajib militer, ternyata langsung berubah bentuk menjadi insan yang sangat menghargai satu dengan lainnya serta tumbuh dengan rasa tanggung jawab yang sangat matang. Tidak itu saja, wajib militer telah membongkar kotak-kota ras, status sosial dan juga bahkan kotak perbedaan pendidikan. Mereka kemudian menjadi warganegara Singapura yang siap menyerahkan jiwa dan raga nya untuk Negara tercinta dan tumbuh melebar dengan jiwa korsa yang sangat tinggi dan menghayati disiplin yang tumbuh dari rasa kesadaran sendiri. Saya kagum sekali mendengar cerita teman saya itu, ternyata “character building” dari warga Negara nya dijalankan dengan agenda yang menyatu dalam proses pembentukan “citizen Armed Forces”, dari generasi ke generasi.
Sebagian besar dari anak-anak yang kurang mampu, biasanya langsung mendaftar menjadi tentara reguler Republik Singapura segera setelah program wajib militer berakhir.
Tentara Singapura tercatat sebagai tentara yang gaji dan jaminan sosialnya sebagai salah satu terbaik di dunia. Hal ini bukan yang utama. Yang paling menonjol dari hasil wajib militer adalah, terbentuknya moral dan mental semua anak lelaki di Singapura menjadi insan dengan karakter yang kuat, bertanggung jawab dan berkesadaran tinggi sebagai warga Negara. Perwira terbaiknya, dipensiun dini pada usia muda, dikirim ke Harvard untuk belajar manajemen dan ekonomi serta kemudian mengisi pos pimpinan jajaran BUMN nya. Sebagian besar, jajaran manajemen BUMN strategis diisi oleh mantan perwira Angkatan Perangnya dengan seleksi ketat. Tidak hanya di sistem birokrasi nya , semua kader pimpinan di sektor eksekutif, legislatif dan yudikatif adalah terdiri dari mereka yang sudah melalui program wajib militer yang keras.
Tidak heran , kemudian kita akan menjumpai para anggota DPR nya yang matang dan jauh sekali dari penampilan dan perilaku yang seperti anak-anak TK.
Ternyata untuk memperoleh generasi yang memiliki visi kebangsaan, tidak cukup dengan hanya memberikan ceramah atau pelajaran dan atau seminar yang berlangsung satu dua hari saja.