ADA pendapat beberapa orang, yang karena ketidaktahuannya menganggap bahwa saya memiliki kemampuan sebagai “King Maker”, yaitu dapat mempromosikan seseorang pada jabatan tertentu.
Sejatinya saya tidak pernah mengerjakan hal yang sejenis pekerjaan “King Maker” pada jabatan apapun.
Saya sangat meyakini, bahwa naiknya seseorang pada jabatan tertentu adalah murni karena kualitas pribadi yang memang dimilikinya. Walau tentu saja ada beberapa pengecualian akan tetapi itu adalah sesuatu yang tidak perlu dibahas.
Pada suatu ketika, saya mendapat tugas bersama enam orang “jagoan”, para pakar profesional di bidangnya masing-masing, yaitu Prof Dr Priyatna Abdurrasyid SH LLM, Prof Ir Oetaryo Diran, Dr Ir Budi Mulyawan, Laksda Yayun Riyanto, Ir Jusman Syafii Djamal, dan Tengku Burhanudin SE.
Tugas berat yang langsung diberikan oleh Presiden RI saat itu Susilo Bambang Yudhoyono di bulan Januari tahun 2007, persis 10 tahun yang lalu.
Bersama enam orang hebat ini, kami diminta mengevaluasi Keselamatan dan Keamanan Transportasi yang pada ketika itu seluruh dunia tengah menyoroti Indonesia karena terjadinya begitu banyak kecelakaan transportasi terutama transportasi udara.
Kami tergabung dalam sebuah Tim Nasional EKKT (Evaluasi Keselamatan dan Keamanan Transportasi) yang tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 3 Tahun 2007.
Singkat kata, dalam waktu yang hanya lebih kurang tiga bulan, dengan orang-orang hebat ini serta dukungan yang besar dari staf Kementrian Perhubungan, kami sudah dapat menyelesaikan pekerjaan berat tersebut.
Hasilnya tentu saja “sangat memuaskan”, karena tim bekerja keras tanpa ada interest sedikitpun selain berorientai pada pelaksanaan tugas.
Pada laporan awal, satu sesi sebelum laporan akhir tugas, sudah terbaca oleh Presiden dan staf , bahwa hasil kami memang sangat “valid” dan “objective”.
Tersebarlah berita burung bahwa konsep laporan evaluasi tersebut harus dilaksanakan oleh Tim itu sendiri. Beberapa teman menteri dan mantan menteri, memberikan selamat kepada saya seraya mengingatkan untuk bersiap-siap bila ditunjuk nanti menjadi Menhub.
Sejak awal pensiun dan saat menerima tugas ini, saya sama sekali tidak tertarik untuk duduk dalam jabatan menteri.
Itu sebabnya, saat menyampaikan laporan akhir tugas, saya sebagai Ketua Tim hanya membuka sedikit dan memohon kepada Presiden untuk paparan selanjutnya dapat dilaksanakan oleh Ir Jusman sebagai anggota yang paling muda.
Hal ini bertujuan, agar pada saat Presiden dengan pertimbangan stafnya memerintahkan hasil akhir itu untuk dilaksanakan oleh Tim, maka perwakilan yang akan mengeksekusinya adalah Ir Jusman dan kami semua akan sukarela bekerja di belakang layar mendukung bila dibutuhkan.
Tidak berapa lama setelah itu, salah seorang staf Presiden meminta CV Ir Jusman melalui saya. Saat saya sampaikan kepada Ir Jusman agar bersiap untuk menjadi Menhub, beliau serta merta menjawab, “Tidak, Pak, saya dengan teman-teman lebih memilih kerja mendukung Bapak saja pada posisi Menhub”.
Saya jelaskan dengan tegas bahwa saya sudah terlalu senior untuk jabatan itu, jauh lebih baik Ir Jusman yang lebih muda saja yang ada pada posisi itu dan kami semua akan mendukungnya.
Dua pekan setelah itu, saya tengah makan malam bersama dengan mantan Menhub dan telepon berdering.
Saya minta maaf untuk menerima telepon, dan ternyata telepon itu datang dari Pak Jusman yang mengatakan bahwa beliau baru saja terima panggilan dari Presiden.
Saya yakin sekali, bahwa pasti beliau dipesankan untuk tidak bilang atau lapor kepada siapa pun, karena memang pada mekanisme penunjukan pejabat negara, maka hal seperti itu adalah sudah merupakan prosedur standar.
Namun Pak Jusman tetap menghubungi saya, sebagai Ketua Tim, melapor dengan tulus, karena sadar bahwa kami berada dalam satu tim yang sangat solid dan terbangun dalam kerangka mutual respect dan mutual understanding serta terbalut dalam rajutan esprit de corps yang kokoh sebagai ikatan moral baku dari para profesional.
Hanya beberapa saat kemudian, Pak Jusman menelepon kembali melaporkan kepada saya bahwa telah selesai diterima Presiden yang menugaskannya sebagai Menhub untuk melaksanakan hasil akhir Timnas EKKT.
Presiden menyampaikan bahwa Ir Jusman tidak perlu menjalani uji kelayakan dan kepatutan, fit and proper test, lagi, karena Presiden sudah menerima rekomendasi positif dari Pak Habibie dan Pak Chappy, begitu cerita Jusman kepada saya.
Sayangnya beliau hanya bertugas dua tahun saja sebagai Menhub, akan tetapi dalam waktu yang relatif singkat itu ada sebuah langkah besar yang berhasil dilakukannya. Antara lain adalah Undang Undang Penerbangan No 1 Tahun 2009 yang mencantumkan salah satunya tentang amanah mengambil alih Flight Information Region (FIR) di kawasan selat Malaka.
Terlepas dari itu semua, maka dari cerita pendek di atas, kita dapat memahami dengan mudah tentang romantika sebuah kesetiaan dari seorang teman.
Kesetiaan yang polos dan jujur berupa sebuah faithfulness yang sangat genuine. Sebuah kejujuran yang sudah menjadi barang langka di negeri ini.
Jakarta 24 Desember 2017
Chappy Hakim