Pertengahan bulan April tahun 2019, cuaca di Amsterdam ternyata masih dingin sekali, terutama bagi saya yang baru saja mendarat pada tanggal 10 April 2019 di International Airport Schiphol.
Sahabat saya orang Belanda mengatakan bahwa Bulan April memang bulan yang “semau gue”, dalam arti dia bisa saja sudah mulai panas – hangat – sejuk dan nyaman, akan tetapi dia bisa juga masih sangat dingin dengan temperatur minus pada malam hari bahkan masih turun hujan salju disiang harinya.
Dia mengatakan itulah keistimewaan dari bulan April sebagai satu-satunya bulan yang sulit diprediksi mengenai cuacanya. Mungkin juga ada hubungannya, saya kurang tahu , apakah dari keistimewaan itulah munculnya “April Mop”, walahualam
Yang pasti adalah bunga tulip akan segera mulai berkembang menampakkan dirinya yang cantik menarik dan menyegarkan pandangan mata.
Dikala April datang menjelang, maka dapat dipastikan Keukenhof botanical garden akan kebanjiran pengunjung dari seluruh dunia yang datang untuk menyaksikan keindahan tiada tara dari Sang Bunga Tulip yang terkenal itu.
Bagi saya di tanggal 10 April 2019, Keukenhof sama sekali tidak dapat dinikmati karena cuaca dingin dengan angin yang bertiup cukup kencang telah membuat badan saya menggigil untuk kemudian harus segera masuk mobil lagi dengan settingan heater untuk menyamakan suhu udara yang sama dengan di Jakarta.
Tanggal 13 April 2019 saya beserta isteri menuju Den Haag, tepatnya Wassenaar dimana Sekolah Indonesia berada. Tugas sebagai warga negara untuk memilih pemimpinnya harus saya laksanakan terlebih dahulu sebelum kegiatan utama pada perjalanan saya ke Belanda dilaksanakan.
Pemilu serentak di Indonesia yang diselenggarakan pada tanggal 17 April di Negeri Belanda terpaksa harus dilakukan lebih awal yaitu pada tanggal 13 April 2019. Selesai tugas penting sebagai warga negara Indonesia tersebut barulah saya berkonsentrasi pada niat mengembangkan “net working” Pusat Studi Air Power Indonesia ke International Institute of Air and Space Law, Faculty of Law, Universiteit Leiden di Leiden.
Kegiatan yang dapat terlaksana berkat budi baik dari Prof Dr Ida Bagus Supancana yang lebih dikenal sebagai Prof Doddy, guru besar Hukum Udara dan Antariksa yang dikenal luas, jebolan Fakultas Hukum Universitas Leiden.
Dalam kesempatan itulah kemudian saya memperoleh kesempatan diterima Prof. Pablo Mendes de Leon, Maha Guru Air and Space Law yang sangat dikenal terutama dalam lingkungan masyarakat kedirgantaraan Internasional.
Kebahagiaan saya terasa lengkap, karena setelah saya memberikan buku tulisan saya yang berkait dengan persoalan kedaulatan negara di udara, beliau memberikan juga sebuah buku kepada saya secara pribadi. Buku berjudul Introduction to Air Law dengan “hard cover” setebal 545 halaman yang mewah itu cover nya di dominasi warna biru langit dengan siluet gambar pesawat terbang.
Yang menjadi istimewa adalah , Prof Pablo menulis secara spontan di halaman pertama, sebelum menyerahkan bukunya kepada saya, rangkaian tulisan yang membuat hati saya merasa senang. Yang pertama adalah, walau baru satu kali berjumpa, Prof Pablo menuliskan nama saya tanpa kesalahan sedikitpun. Yang kedua tentu saja adalah isi tulisannya yang tertuang sebagai berikut :
To my colleague and friend Marshall Chappy Hakim,
hoping that this book will open new horizons
in his already wide visionary world of International Air Law.
Leiden , 18 April 2019
Pablo Mendes de Leon
Itulah perjumpaan saya dengan Pablo Mendes de Leon yang sangat berkesan dalam kesempatan saya mewakili teman-teman yang tergabung dalam wadah Pusat Studi Air Power Indonesia dalam upaya mengembangkan net working di kancah global.
Selain dengan Pablo saya juga bersua kembali dengan Prof Tanja Masson Zwaan yang sempat bertemu ketika Fakultas Hukum Universitas Pajajaran menyeleggarakan Seminar Internasional dalam rangka merayakan hari jadinya yang ke 50 di tahun 2013.
Pada saat itu saya diundang dan hadir sebagai salah satu pembicara dalam acara yang dihadiri banyak delegasi dari berbagai negara.
20 April 2019,
Ditulis pukul 03,35 wib, pada jarak 9252 km dari kota Amsterdam di ruang kabin Boeing 777-300 yang tengah terbang melaju mendekati kepulauan Nicobar di ketinggian 10668 meter diatas permukaan laut dengan kecepatan 926 km per jam.