Kemarin siang, telah digelar rapat pleno harian DPP Partai Golkar di Slipi, yang memutuskan dengan tegas mengenai dihentikannya upaya-upaya negosiasi yang bertujuan untuk berkoalisi dengan Partai Demokrat.
Keputusan itu diumumkan oleh Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar seusai rapat pimpinan Golkar tersebut.
Adegan berikutnya yang terlihat adalah berita tentang Presiden Republik Indonesia yang memimpin Rapat Kabinet Terbatas di Kantor Kepresidenan yang tidak dihadiri Wakil Presiden.
Pengamat politik dari Universitas Airlangga, Daniel Sparingga mengatakan, proses komunikasi politik dalam rangka koalisi Golkar dan Demokrat aneh dan kekanak-kanakan. Nuansa politik antara keduanya bersifat sangat personal. Ini aneh, dan seharusnya tidak boleh terjadi.
Sementara itu dari Jakarta, pengamat politik Universitas Indonesia, Maswadi Rauf menilai keputusan yang diambil pimpinan Golkar, sangat emosional dan tidak memperhitungkan kerangka besar koalisi yang sedang dirintis bersama Demokrat. Langkah ini benar-benar akan merugikan partai pimpinan Jusuf Kalla.
Pengamat politik dari Universitas Diponegoro, Susilo Utomo mengatakan kepada salah satu media di Ibukota, bahwa perilaku para elit politik saat ini masih jauh dari yang diharapkan. Visi, misi dan ideologi sudah bukan lagi menjadi pertimbangan dalam membangun hubungan satu dengan lainnya. Faktor yang paling signifikan dalam menentukan sikap dan perilaku mereka adalah semata keinginan untuk berkuasa. Dia mengatakan lebih lanjut, perbedaan antar partai politik dapat disatukan dengan mudah yaitu dengan hal bernama kekuasaan. Sebesar-besarnya perbedaan, akan segera cair begitu berhadapan dengan “kekuasaan”. Muncul ”habit” yang selalu mendekat pada kekuasaan. Susilo Utomo juga mempertanyakan mengapa tidak ada perubahan yang mendasar dari para elit yang berpihak pada kepentingan publik.
Disisi lain, ketua bidang politik DPP Partai Demokrat, menanggapi keputusan Golkar, disamping menyatakan kekagetannya atas keputusan yang dinilai sebagai “sepihak” juga menyampaikan sikap partainya terkait dengan keputusan Golkar berpisah dari koalisi galangan partai Demokrat itu. Demokrat kedepan tetap terbuka untuk kerja sama dengan partai Golkar dan partai lain. Selanjutnya, dikatakan bahwa Demokrat tetap memandang Partai Golkar sebagai mitra penting dalam pemerintahan maupun di parlemen. Wakil Sekjen Partai Demokrat menambahkan bahwa Demokrat menunggu respons Partai Golkar jika memang Golkar masih ingin melanjutkan komunikasi politik. Kita sudah membuka diri, tinggal dari Golkar apakah masih mau berkomunikasi atau tidak.
Itulah semua perkembangan terakhir yang terjadi, setelah Golkar lepas dari Demokrat. Hiruk pikuk dan hingar bingar politik menjelang pemilhan presiden 2009. Harapan kita semua sebenarnya sederhana sekali, yaitu semoga semua akan berjalan dengan mulus sampai terpilihnya kembali Presiden dan Wakil Presiden pilihan rakyat dalam satu proses yang “fair”.
Dengan semakin meningkatnya suhu politik, tentunya dalam menjalani sisa waktu sampai dengan terpilihnya pemimpin pemerintahan yang baru, negara ini tidak dibiarkan berjalan sendiri, tanpa nakhoda ?! Kasihan sekali………
Kekhawatiran ini sangat beralasan, apabila kita mencermati uraian demi uraian seperti yang tertera diatas.
Mudah-mudahan, kita semua selamat mencapai tujuan !