Kemarin , atas undangan Kepala Subdirektorat Industri Energi dan Transportasi Kemenristek/BRIN Ibu Ing.Wiwiek Yuliani,MT. saya mengikuti FGD bertajuk Lesson Learned Industri Dirgantara.
Yang menarik pada FGD tersebut adalah paparan atau presentasi dari Prof.Dr.(HC) Rahardi Ramelan, Menteri Riset dan Teknologi/Kepala BPPT 1998, Menteri Perindustrian dan Perdagangan/Kepala Bulog 1998 -1999, Wakil Ketua Bappenas 1993 – 1998. Judul presentasi Prof Rahardi Ramelan adalah “Langkah Mewujudkan Industri Dirgantara”.
Dalam presentasinya , di uraikan secara runtut tentang sejarah keudaraan Indonesia yang sudah mulai berkembang sejak tahun 1950-an. Prof Rahardi yang sangat sarat pengalaman menjelaskan dengan lugas tentang beberapa hal yang harus menjadi perhatian bersama dalam upaya menyusun road map Industri Dirgantara.
Misalnya saja tentang “keberlanjutan” dari sebuah rencana besar untuk membuat pesawat terbang buatan dalam negeri. Pengalaman menunjukkan bahwa selalu saja terjadi perubahan yang sangat mendasar pada setiap pergantian pejabat di Indonesia.
Sesuatu yang akan sangat menghambat sebuah perencanaan membuat pesawat terbang yang memerlukan waktu cukup panjang. Prof Rahardi juga menerangkan tentang terlalu dekatnya ide mengembangkan N-2130 sementara proyek N-250 belum tuntas masuk ke alur produksi.
Sebaiknya fokus saja terlebih dahulu pada N-250 mungkin akan lebih berhasil. Pada bagian akhir Prof Rahardi Ramelan juga mempertanyakan , bahwa apabila kita memang tetap berkeinginan untuk membuat pesawat terbang buatan sendiri apakah kita masih memiliki cukup “resources” untuk itu.
Resources yang dimaksud disini jelas akan berkait dengan SDM, Dana dan Aneka Perabotan yang dibutuhkan oleh sebuah pabrik pesawat terbang. Mari kita realisitis tambahnya, lebih-lebih lagi sekarang dunia tengah berhadapan dengan badai Covid – 19. Kiranya perlu dipikirkan ulang ide untuk tetap membuat pesawat terbang buatan sendiri pada waktu sekarang ini.
Disela-sela paparannya , Prof Rahardi juga menceritakan bahwa para diaspora dirgantara yang kini tersebar di banyak penjuru dunia, pada umumnya sudah “senior” dan sebagian besar yang ditanyakan langsung oleh beliau, rata-rata mereka tidak ada keinginan atau rencana untuk pulang ke tanah air.
Dari paparan Prof Rahardi Ramelan, kiranya cukup jelas pesan yang disampaikan, bahwa dalam menyusun road map industri dirgantara , banyak hal yang masih harus dipertimbangkan masak-masak.
Banyak hal yang masih harus dihitung dengan cermat sebelum merumuskannya dalam sebuah perencanaan strategis yang nantinya akan dapat dilaksanakan. Sebuah masukan yang sangat masuk akal dalam sesi FGD sesuai judulnya “lesson learned” industri dirgantara.