Belajar dari sistem senjata Amerika dan Rusia
Pada awal tahun 1960-an Angkatan Perang Indonesia sempat dilengkapi dengan berbagai persenjataan tempur dari Amerika Serikat dan juga dari Rusia. Pesawat pesawat terbang Angkatan Udara dilengkapi dengan pesawat angkut strategis Hercules buatan Amerika Serikat dan juga banyak pesawat pesawat terbang tempur buatan Rusia seperti Mig 17, Mig 19 dan Mig 21. Angkatan Udara Indonesia ketika itu juga dilengkapi dengan beberapa pesawat pembom mutakhir di jamannya seperti TU 16 dan TU 16 KS.
Penggunaan pesawat terbang angkut strategis seperti Hercules telah mengajarkan kepada kita tentang deployment and employment of military force atau penugasan dan penyebaran pasukan. Hal ini menjadi penting berkenaan dengan luasnya Indonesia dan juga terdiri dari ribuan pulau serta banyaknya permukaan yang berpegunungan. Terutama pada saat Trikora dengan misi utama untuk merebut kembali Irian Barat yang terletak nun jauh diwilayah timur, maka kemampuan penyebaran pasukan menjadi sangat dominan.
Pada sisi lainnya, penggunaan sekian banyak pesawat tempur dan pembom ketika itu jelas sekali memperlihatkan tujuan dari operasi Trikora untuk menyerang dan mengusir kedudukan musuh di Irian Barat. Kekuatan udara yang disiapkan untuk menyerang. Merebut Kembali Irian Barat
Sejak pertama kali orang menggunakan matra udara dalam pertempuran, jelas sekali tujuannya adalah memang untuk menyerang. Tidak ada dan bahkan sangat janggal sekaligus langka bila memang ada, kalau orang mengintai dari satu ketinggian kemudian hanya untuk tujuan bertahan. Dalam perkembangannya kemudian semakin jelas lagi bahwa memang unsur udara adalah sarana bertempur yang sangat efisien dalam konteks menyerang. Kekuatan udara, selanjutnya dikenal sebagai kekuatan offensive. Kekuatan Udara atau Air Power “originally design” untuk “offensive”.Air Power is an offensive tools. Pengertian offensive disini tidaklah melulu berarti “menyerang” akan tetapi jauh lebih spesifik terurai sebagai : “to act rather than react, and dictates the time, place, purpose, scope, intensity and pace of operations”. Itu semua yang menjadi alasan, mengapa seluruh pertempuran dan bahkan peperangan hanya dapat dimenangkan oleh kekuatan yang platform-nya offensive. Tercatat hanya satu saja peperangan (perang udara) dalam format defensif yang berhasil keluar sebagai pemenang. Peperangan itu adalah “Battle of Britain”, yaitu saat Angkatan Udara Jerman menyerang Inggris tanpa pemberitahuan !
Philip S. Milinger, Colonel, USAF (Dean Department of the Air Force – Air University) mencatat :
“It is well to remember that the Battle of Britain was, I believe, the only clear-cut victory of defensive counter air in history.”Format dasar dari penggunaan Air Power adalah, Detection dan atau Reconnaissance, Identification, Interception dan Destruction. Itu sebabnya kemudian bahwa sistem pertahanan suatu Negara yang berorientasi kepada penggunaan Air Power , harus bersikap “outward looking”. Kembali pada Battle of Britain, apa sebenarnya yang menjadi kunci dari kemenangan Inggris dalam “counter air” tersebut. Mari kita cermati bahwasanya dari demikian banyak faktor, hanya ada tiga unsur saja yang menopang keberhasilan RAF dalam peperangan tersebut. Tiga unsur itu adalah, telah dimilikinya radar, digunakannya perhitungan sistem analisa riset dalam rangkaian operasi bertahan dan implementasi yang utuh dari komando tunggal dalam pelaksanaan operasi pertahanan udara. Sejak itulah kemudian penggunaan radar dalam perang udara semakin berkembang yang tidak hanya untuk mengintai posisi dari pesawat lawan akan tetapi juga sebagai guidance bagi pesawat sendiri. Demikian pula riset analisa system yang bergulir telah berkembang jauh dengan apa yang dikenal dikemudian hari sebagai ORSA, Operation Research System Analysis. Sedangkan Komando Tunggal dalam operasi Udara telah menjadi syarat utama dalam pengendalian tempur seluruh system senjata udara dan dikenal sebagai Unity of Command. Untuk diketahui, inilah semua yang menjadi pangkal dari berubahnya “cara pandang”, “strategi” dan “sikap” terhadap perang setelah selesainya perang dunia kedua.Demikianlah era Trikora di tahun 1960-an telah membekali Indonesia dengan tata kelola pertahanan negara dengan orientasi penyebaran kekuatan perang dan aspek “menyerang” atau ofensif.
Jakarta 9 Januari 2023
Chappy Hakim – Pusat Studi Air Power Indonesia