Malam tadi, Metro TV menyelenggarakan sebuah program baru bertajuk Saresehan Anak Negeri bersama para mantan Anggota DPR. Walau terkesan seperti “copy paste” Lawyer Club nya TV One, namun acara ini dikemas dengan lebih apik (kelihatannya). Dengan semangat menggebu-gebu seperti layaknya apa saja yang baru dimulai, saresehan ini didominasi oleh para mantan anggota DPR. Mungkin saja mereka ingin membantu dalam coba memperbaiki “kesan buruk” DPR yang semakin masuk jurang belakangan ini.
Dihadirkan pula banyak tokoh-tokoh lainnya, diluar para mantan anggota Parlemen dan “surprisingly”, diundang pula jajaran mantan Tentara yaitu para mantan “Jenderal” dan “Laksamana”, dan syukur alhamdullillah tidak terlihat hadir mantan “Marsekal”. (mungkin dinilai tidak pantas masuk dalam kategori anak negeri)
Yang menarik adalah pembicaraan digiring kearah kepemimpinan SBY dengan menampilkan topik “Political Leadership” dan menghadirkan tiga hot issue masing-masing Kasus Century, Surat Palsu MK dan Nazaruddin.
Mengikuti debat berkepanjangan yang diwarnai hujan interupsi yang merepotkan pemandu acara, dan diakhiri dengan sedikit memaksa sampai pada kesimpulan atau rekomendasi sebagai penutup, rasanya seperti peserta lomba lari yang belum mencapai garis finish !
Pada banyak forum diskusi kecil-kecilan membahas masalah yang mirip-mirip dengan saresehan anak negeri ini, saya selalu mengutarakan dan memperoleh pendapat lebih kurang sebagai berikut :
Sejak lama kita telah maklum bahwa bila orang lelaki berkumpul, tunggu saja, cukup sampai dengan tujuh kalimat, mereka pasti akan beralih topik membahas hal-hal yang jorok atau tentang pornografi. Namun perkembangan belakangan ini telah merubah hal tersebut, kini ternyata muncul satu kemajuan? dan perubahan yang sangat drastis. Sekarang ini cukup hanya sampai dengan empat kalimat saja, mereka akan beralih topik, dan anehnya tidak menuju topik pornografi akan tetapi beralih ke topik mengenai kepemimpinan SBY. (Banyak hal terkandung didalamnya, mulai dari ketidak puasan masyarakat luas tentang reshuffle kabinet dengan balada audisi lomba pidato dan fit and proper test sampai dengan tiga topik yang dibahas dalam saresehan anak negeri yaitu Bank Century, Nazaruddin dan Surat Palsu MK. Muaranya, adalah kelambanan dan ketidak tegasan sang Pemimpin. Muara yang akan berakhir kepada lemahnya Leadership dan Manajemen Negeri.)
Nah, ini menunjukkan bahwa memang ada sesuatu yang patut dipertanyakan, ada satu masalah serius di negeri ini yang harus segera ditanggulangi. Ada satu masalah besar yang tengah kita hadapi.
Syahdan, ada seorang Doktor bernama Judith Orasanu Ph.D seorang peneliti dari Ames Research Center, NASA. Dalam salah satu makalahnya dia menekankan satu hal yang sangat menarik sebagai berikut :
“Anda tidak akan pernah mampu untuk memecahkan masalah, kecuali anda sudah harus tahu lebih dahulu bahwa anda memang tengah menghadapai masalah, dan untuk dapat memecahkan masalah, anda harus tahu betul tentang anatomi dari permasalahan yang tengah anda hadapi.”
Mengacu kepada apa yang dikemukakan oleh Dr. Orasanu itu maka akan sia-sialah bila kita menunggu SBY akan dapat dengan cepat memecahkan masalah yang tengah kita hadapi saat ini. Persoalannya adalah belum tentu SBY melihat ada masalah dalam kepemimpinannya. Masalah yang kini menjadi sangat luas disoroti masyarakat dimana-mana.
Apabila kita mau sedikit mendalami akar permasalahan gonjang ganjing ini, maka mungkin ada benarnya juga (tidak sepenuhnya benar) apa yang sering dikemukakan oleh para kader partai Demokrat dalam upayanya membela SBY secara membabi buta. Mereka sering mengatakan bahwa sebabnya adalah SBY tidak bisa bertindak otoriter seperti pemimpin masa lalu. SBY terbelengu dengan sistem Negara yang memang “banci”, dalam arti Parlementer tidak dan Presidensial pun tidak. Hal yang antara lain, katanya merupakan akibat dari penyempurnaan dan amandemen UUD 45 yang setengah hati.
Katakanlah, alasan ini dapat diterima, walau dengan banyak catatan. Lalu apa dan bagaimana?
Jawaban dari hal ini adalah sangat mudah sekali. Presiden SBY saat ini adalah secara de facto sekaligus secara de jure merupakan seorang Kepala Negara Republik Indonesia dan juga Kepala Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Betapapun terbaginya otoritas atau kekuasaan negeri dan pemerintahan, tetap saja kepalanya adalah Presiden. Sehingga dengan demikian sangat mudah untuk dipahami , bahwa atau maka di tangan Presidenlah, inisiatif dan kontrol serta manajemen dari penyelenggaraan Negara ini berada. Itu berarti Presiden yang harus memimpin, mengajak , mendorong jajaran para pemimpin Negara ini untuk bersama-sama (tidak atau jauh dari otoriter) membenahi sistem Negara yang banci ini agar menjadi Lelaki atau Perempuan, Parlementer atau Presidensial.
Salah satu langkah adalah dengan menyelesaikan proses amandemen UUD 1945 yang konon katanya telah menyebabkan RI menjadi Negara banci. Inilah yang harus dikerjakan , agar tidak mewariskannya kepada generasi mendatang kebancian Negara ini. Para pemimpin negeri bertanggung jawab terhadap masalah besar ini. Janganlah hanya sekedar menikmati kekuasaan, dalam hal muncul masalah, kemudian menyalahkan sistem Negara yang katanya tidak bisa dilaksanakan dengan otoriter . Disini memang dibutuhkan Judgment and Decision Making dari Pemimpin, disini dibutuhkan Strong Leadership dan Outstanding Management Skill !
Jadi sekali lagi seperti kata Dr Orasanu, anda tidak akan pernah bisa menyelesaikan masalah, bila anda sendiri tidak tahu bahwa anda tengah bermasalah, atau anda tau bermasalah tetapi anda tidak mengenal secara anatomis masalah yang tengah dihadapi. Mungkin saja itulah semua yang seharusnya menjadi bahasan tajam dalam saresehan anak negeri Metro TV bersama Mantan Anggota DPR ?
Jakarta 11 Nopember 2011
Chappy Hakim