Uni Eropa telah mencabut larangan terbang bagi 4 maaskapai penerbangan Republik Indonesia. Apa yang sebenarnya terjadi dari rangkaian “ban” oleh uni eropa itu ? Saya banyak sekali mendapatkan pertanyaan dari berbagai pihak untuk dapat menjelaskan tentang hal ini. Dalam bahasa Inggris saya telah menurunkan satu artikel di Jakarta Post , dan hari ini artikel saya dalam bahasa Indonesia, dengan bahasan yang berbeda telah pula dimuat di Koran Media Indonesia
Bagi yang belum berkesempatan untuk membacanya , saya kutipkan tulisan tersebut dibawah ini :
Ban Uni Eropa Dicabut
Apa yang sebenarnya Terjadi?
Dari sumber-sumber yang layak dipercaya, diperoleh kabar baik tentang dicabutnya “ban” atau larangan terbang ke Eropa oleh Otoritas Penerbangan Uni Eropa. Akan tetapi, disebutkan pula bahwa dicabutnya larangan terbang ini baru dapat diberikan kepada empat maskapai penerbangan saja, yaitu Garuda Indonesia, Mandala, AirFast dan Premi Air.
Apakah yang sebenarnya terjadi dengan “ban” yang telah dijatuhkan Uni Eropa terhadap Maskapai Penerbangan Indonesia. Mari kita coba membahasnya dari data-data yang dapat diperoleh selama ini. Uni Eropa menjatuhkan sanksi berupa larangan terbang bagi seluruh maskapai penerbangan Indonesia sejak Juli tahun 2007.
Dari Seminar Roadmap to Safety EU – DGCA di Bandung pada tanggal 21 Januari 2008, Roberto Salvarani, Head of Unit, Air Transport Aviation Safety, DitGen Transport and Energy Uni Eropa, mengemukakan alasan, mengapa Uni Eropa mem “ban” Indonesia. Dijelaskan bahwa ada empat sebab utama yaitu : Many Serious Aircraft Accident Since January 2007, ICAO USOAP Fact-Findings On February 2007, FAA Technical Program Review Fact-Findings On July 2007 dan EU Assesment On November 2007 (Its Concluded That There’s Serious Deficiency In Civil Aviation Elements). Penjelasannya adalah lebih kurang sebagai berikut : terlalu banyak terjadi kecelakaan pesawat terbang di Indonesia sejak tahun 2007, adanya temuan dari ICAO (International Civil Aviation Organization) pada Februari 2007, Temuan dari tim teknis FAA (Federal Aviation Administration) pada Juli 2007 dan hasil penilaian sendiri oleh Tim dari Uni Eropa, yang kesemuanya itu bermuara pada kesimpulan bahwa telah terjadi banyak penyimpangan yang serius dalam dunia penerbangan di Indonesia.
Menyimak pernyataan pejabat yang paling berkompeten dalam Otoritas Penerbangan Uni Eropa tersebut, maka kesimpulannya adalah bahwa faktor utama atau penyebab yang dominan dari dijatuhkannya “ban” oleh Uni Eropa adalah persoalan “kredibilitas” lembaga “regulator penerbangan nasional, disamping beberapa faktor lainnya yang berkait dengan manajemen masalah keselamatan terbang yang diselenggarakan oleh pihak operator dalam hal ini Maskapai Penerbangan. Sekali lagi, perlu digaris bawahi bahwa penekanan menjurus kepada pihak “regulator” dalam hal ini Departemen Perhubungan.
Lebih lanjut Roberto Salvarani menjelaskan : “There’s Only One Wayout To Lift-off the EU-Ban, Establishing a realistic action plan and ensure that the action plan can truly be implemented and measurable.” Artinya adalah, hanya ada satu jalan keluar menuju dicabutnya larangan terbang ke Eropa yaitu dengan membuat satu rencana tindakan yang realistis dan meyakinkan bahwa rencana tersebut dapat dilaksanakan dan terukur sifatnya.
Lagi-lagi disini, sangat jelas kelihatan kepada siapa hukuman larangan terbang itu ditujukan, yaitu pada lembaga pengatur / otoritas penerbangan nasional atau pihak regulator dalam hal ini Departemen Perhubungan.
Sejak itu, harus diakui bahwa Departemen Perhubungan telah bekerja keras untuk dapat memenuhi apa yang disyaratkan oleh pihak Uni Eropa, agar larangan terbang itu dicabut. Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, antara lain kemudian melaksanakan dan membentuk tim khusus dalam menangani Roadmap to Safety. Melakukan amandemen beberapa peraturan pokok yang terkait dengan keselamatan penerbangan sipil yang independen. Memperbaiki beberapa aturan keselamatan penerbangan sipil agar dapat memenuhi syarat dari standar ICAO yang mutakhir. Memutakhirkan data serta aturan dari petunjuk teknis dan informasi penting terkait dengan keselamatan terbang, dan lain lain. Disamping itu ada pula hal yang cukup penting yang dapat diselesaikan yaitu di sah-kannya Undang-undang Penerbangan di awal tahun 2009 ini.
Sepertinya, atas jerih payah yang telah dikerjakan oleh Departemen Peruhubungan dan Pemerintah dalam upaya memenuhi tuntutan Uni Eropa tersebut, maka otoritas penerbangan Uni Eropa belakangan ini mencabut larangan terbang ke Eropa. Tentu saja hal ini patutlah kita sambut dengan gembira.
Pertanyaannya adalah, mengapa dalam keputusannya itu Uni Eropa hanya mengijinkan atau mencabut larangan terbang itu hanya kepada 4 maskapai penerbangan saja? Mengapa tidak “one for all” , mengapa tidak “Ein Fur Alles”.
Pada waktu larangan terbang dijatuhkan, tidak ada sama sekali penjelasan yang menyebut tentang maskapai penerbangan-maskapai penerbangan di Indonesia. Sebaliknya justru penekanan penyebab dari larangan terbang tersebut ditujukan kepada unjuk kerja dari pihak otoritas penerbangan nasional. Kemudian, saat dicabutnya larangan terbang tersebut, muncullah pentahapan yang diberikan kepada hanya 4 maskapai penerbangan saja. Ini adalah suatu kejanggalan. Lebih dari itu penjelasan Salvarani tentang syarat dicabutnya larangan terbang tersebut sangat jelas, sangat “loud and clear”, seperti tertera diatas. Mengacu kepada itu maka tampaknya sama sekali tidak ada alasan yang dapat diterima tentang dicabutnya larangan terbang hanya kepada 4 maskapai saja.
Tentu saja kita tidak usah mempersoalkan kejanggalan-kejanggalan tersebut. Karena dari sejak awal dijatuhkannya larangan terbang oleh Uni Eropa sebenarnya sudah banyak kejanggalan-kejanggalan yang muncul.
Yang sangat penting bagi Republik Indonesia adalah, masih banyak pekerjaan rumah yang harus dikerjakan dalam upaya kita menuju tingkat keamanan terbang yang sesuai dengan standar ICAO. Marilah kita bekerja keras untuk itu, bukan untuk keperluan Uni Eropa atau kepentingan lainnya, selain dari untuk kepentingan kita sendiri. Untuk kepentingan harkat, kehormatan dan kedaulatan bangsa yang sama-sama kita cintai.
3 Comments
Saat larangan terbang ini ramai sekali di dalam negeri, ada komponen penerbangan yang heran kenapa hal ini malah menjadi ramai di dalam negeri, namun di lingkungan penerbangan EU malah ada kesan Garuda tidak mengurusi masalah ini, cenderung membiarkannya. Tidak lama berselang ada berita bahwa Garuda sedang dipersiapkan untuk privatisasi. Saat itu industri penerbangan sedang berkembang. Global profit untuk industri ini ditaksir USD2b. Ekonomi dunia sedang melejit. Perkiraan saya adalah isu Garuda ditolak EU digembar gembor di dalam negeri untuk menciptakan sentimen negatif didalam negeri supaya setelah privatisasi terjadi tanggapan masyarakat terhadap IPO Garuda lemah. Sehingga nilai sahamnya tetap di bawah (tidak harus turun). Sehingga pemain2 besar regional bisa masuk dan mendapat bagian dari Garuda. Namun yang mereka taksir bukan lah saham Garuda dan keuntungan langsung dari sana,, namun juga liberalisasi penerbangan dalam negeri kita, yang nyata2 masih under developed. Garuda memiliki hak untuk memberikan licensi untuk penerbangan lain terbang di dalam negeri (intra dan extra). Ini yang mereka inginkan. Bila ada yang bertanya siapakah ‘mereka’ itu? Mereka adalah penerbangan yang paling mapan di regional, memiliki bagian di ‘China Eastern Airlines’ yang kemudian berhasil di usir oleh pemerintah China. Mereka adalah SIA.
oh iya, tambahan..
sukurlah privatisasi tidak terjadi, alasannya saat itu ‘bad timing’.
Karena proses privatisasi yang molor yang kemudian resesi global mulai terasa. Entah alasan yang dinaikan ini benar atau tidak. Atau mungkin juga ada yang melihat rencana SIA diatas dan punya kekuatan yang cukup untuk mengelaknya.
Entah mana yang lebih baik, apakah segera mendevelop penerbangan dalam negeri yang berarti layanan penerbangan bagi publik akan 4x lebih baik namun memberikan bagian keuntungan terbesar bagi negara singa, atau membiarkan nya under developed menanti kemampuan sendiri untuk mengolahnya yang entah kapan terjadinya.
Perkiraan saya setelah privatisasi go or no go final, dalam 1-2 tahun kemudian ban EU akan di cabut. Karena untuk EU mengeluarkan ban, tidak bisa dipermainkan dengan mudah.
No go privatisasi final di tahun 2009. Berarti 2010 atau 2011 ban nya baru akan dicabut.
Terimakasih komentarnya Gus Don,sukur Ban tidak berlanjut, sehingga kita semua dapat lebih baik berkonsentrasi dalam membenahi masalah penerbangan kita sendiri. Salam, CH.