Di antara Istana Merdeka dan Istana Negara terbentang lapangan hijau yang ditengah-tengah nya terdapat “kupel” yang bentuknya agak seperti bentuk lingkaran. Disinilah pada tahun 1950 an, terdapat sekolah taman kanak-kanak. Tidak seperti sekarang , maka di-tengah-tengah antara Istana Merdeka dan Istana Negara ini tidak terdapat bangunan apapun selain “kupel” itu tadi. Disebelah kiri dan kanan kupel tersebut, lapangan terbuka, agak sebelah kiri ada “gazebo” dengan taman bunga kecil yang selalu di inspeksi langsung secara berkala oleh Bung Karno, seperti juga halnya dengan seluruh halaman istana pada waktu itu. Masjid Baiturrachim masih belum ada. Di lokasi mesjid itu, pada tahun 1950 an adalah berupa lapangan Tenis.
Wisma Negara belum ada. Disitu pada waktu itu ada jalan yang bernama Jalan Segara IV. Sepanjang jalan ini tumbuh pohon-pohon besar yang rimbun yaitu pohon kenari dan pohon asam jawa. Di jalan segara IV terletak Departemen Kehakiman dan beberapa perumahan antara lain yang digunakan sebagai Mess RRI dan Departemen Penerangan. Di jalan Segara IV tersebut bermukim antara lain pelukis Belanda kenamaan yang bernama De Zentje (mudah-mudahan nggak salah tulisannya), Keluarga Belanda satu lagi yang bernama Meneer Wiener dengan isterinya serta kedua anaknya Roy dan Dieneke. Saya tinggal di Jalan Segara IV nomor 4 Pav. Saya selalu bangga dengan sebutan no 4 Pav. Walaupun setelah besar dan tahu artinya, saya menjadi malu sendiri karena ternyata Pav itu berarti Paviliun yang berarti rumah “kecil” bagian dari rumah induk nya atau “hooft geboow” (bahasa belanda lagi nih, mudah-mudahan nggak salah juga tulisannya) Di masa itu, jalan segara IV nomor 4 ada satu rumah induk dan dua Paviliun. Satu merupakan tempat saya dan orang tua saya tinggal dan satu lagi kediaman dari saudara dekat nya Adam Malik. Keluarga Bung Adam sering kerumah sebelah menggunakan mobil keren nya “Bell Air” yang saat itu di Jakarta hanya ada dalam hitungan jari saja.
Kembali ke Sekolah Taman Kanak-kanak dihalaman Istana. Guru yang mengajar disitu adalah ibu Tuti namanya, belakangan saya tahu beliau adalah karyawan Sekretariat Negara. Yang bersekolah disitu adalah anak-anak Presiden dengan anak-anak keluarga sekitar Istana yaitu Jalan Segara IV, dan juga anak-anak pelayan istana. Para pelayan dan tukang kebun istana tinggal di istana yaitu disatu bangunan terpisah yang sekarang menjadi lokasi dari Bina Graha. Salah satu rumah di Segara IV adalah kediaman Mr Soedarjo, satu dari sedikit sekali Meester In de Rechten, Sarjana Hukum di masa itu.
Beliau adalah orang tua dari Irjen Pol Doddy Sumantiawan, mantan Kapolda Jawa Tengah. Pagar belakang rumah Mr Soedarjo ini satu tembok yang berbatasan langsung dengan halaman istana. Disinilah diletakkan kursi panjang tempat anak-anak segara IV mengintip bila Bung Karno take off dan landing dengan Helikopter di halaman istana dekat kupel berada, atau melihat burung merak besar yang selalu saja pada waktu-waktu tertentu lewat ditengah halaman istana dengan sesekali mengembangkan sayap buntut nya lebar-lebar. Kesemua itu membuat anak-anak terpesona menyaksikannya. Anak-anak ini tidak pernah ditegur oleh para pasukan pengamanan presiden karena anak-anak tersebut telah dikenal dengan baik dan sebagian besarnya adalah murid TK di istana yang setiap hari keluar masuk halaman istana.
Sekolah di TK istana, sangat menyenangkan, karena jadwalnya hanya nyanyi-nyanyi, bermain, minum susu dan terkadang mendapat Sup masakan istana yang istimewa. Apabila ada anak Bung Karno ulang tahun, maka kita semua diundang sore hari ke Istana Negara. Disitu biasanya sudah ada Bung Karno, hanya dengan mengenakan kaos putih oblong dan sarung duduk di sebuah kursi goyang mengamati anak-anak yang datang. Diruang ini, ada peta Indonesia yang besar terpampang di dinding. Peta Indonesia berwarna kuning emas dengan warna hitam pekat yang menjadi latar belakangnya. Pada saat Guntur ulang tahun, kita semua diundang. Guntur mengenakan pakaian lengkap Jas dengan dasi. Akan tetapi yang kita surprise semua adalah pada saat Guntur ingin ke toilet untuk buang air kecil, ternyata celana nya tidak mengenakan ikat pinggang tetapi celana panjang dengan karet kolor, sehingga mudah untuk dibuka.
Sampai saat ini pun, pada kesempatan tertentu bila ketemu dengan Guntur, saya, dan beberapa teman semasa kecil selalu menceritakan kembali masa-masa kecil di istana termasuk juga tentang celana panjang kolor tersebut. Banyak kenangan semasa kecil yang kita obrolkan kembali. Misal nya tentang pelayan pembersih istana yang secara periodik keliling lapangan rumput dihalaman, menggunakan tongkat besi panjang yang tipis hanya untuk memungut daun-daun tebal yang berserakan. Kita mengatakannya dengan Sate Daun. Begitu juga dengan pelayan pembersih lainnya yang menggunakan sapu panjang untuk digunakan membersihkan tangga-tangga marmer istana disebelah dalam. Pada waktu itu, istana tidak dilengkapi dengan AC, sehingga tangga sampai dengan lantai istana bagian dalam terbuka lebar.
Ada beberapa pohon beringin besar dihalaman dalam istana, yang beberapa diantaranya sekarang sudah tidak ada lagi, karena adanya bangunan-bangunan baru. Keadaan Istana saat ini sudah sangat berubah. Dulu Istana serasa sangat lega dan luas dengan ruang terbuka yang sangat lebar. Kini terasa lain, karena banyak bangunan baru disekelilingnya, antara lain Wisma Negara, Bina Graha dan lainnya. Disebelah kiri Istana Merdeka dulu terletak Hotel yang bernama Hotel Dharma Nirmala. Di ujung jalan Segara IV, ada hotel lainnya yang bernama hotel Majapahit. Beberapa anak-anak yang tinggal di hotel Majapahit, juga ikut bersekolah di TK Istana, antara lain anak-anak dari pejuang perintis kemerdekaan Bapak Marwoto.
Di sisi jalan segara, melintas di depan istana Negara ada rel Trem yang melintas dari arah Kota, Harmoni menuju kearah Senen. Disini anak-anak Segara IV, kerap menaruh paku dir el untuk membuat pisau, yaitu setelah tergilas Trem.
Itulah semua lingkungan Istana di tahun 1950 an. Saat ini, saya tidak tahu lagi, apakah bangunan “kupel” di tengah lapangan rumput itu masih ada. Terakhir pada saat masih menjabat Ketua Tim Nasional Evaluasi Keselamatan dan Keamanan Trasnportasi pada tahun 2007, saya masih sempat menyaksikan Sekolah TK yang penuh kenangan itu. Sungguh sangat mengharukan melihatnya, karena segera saja terbayang kembali masa-masa kecil yang sangat menyenangkan, sangat aman tenteram dan damai, jauh dari hiruk pikuk dan amburadulnya kesibukan kota metropolitan dengan lalu lintasnya yang ganas menyeramkan .
Sungguh saya merindukan masa-masa itu kembali.
3 Comments
wah ternyata…
sebuah kenangan dan kabanggaan tersendiri dapat masuk TK di kompleks istana negara yya..
sayangnya, tahun 1950 saya belum lahir hehehe
Wah nanti Presiden Obama akan menulis serupa ini tentang SD nya yang di Jl.Besuki….
Saya jadi terbawa ingatan saat itu yang shollat Jum’at di Masjid Istana hanya segelintir orang saja…
CN
Ternyata pak Chepy daya ingat nya sangat kuat, saya cuma ingat saat pak Cheppy DanWingTar AAU… inspeksi kamar kita … salam