Tanggal 8 Maret 2014, sebuah Pesawat B-777-200ER Malaysia Airlines MH370 tujuan Beijing, lenyap tidak berbekas setelah kehilangan kontak dengan petugas pengawas lalu lintas udara, tidak sampai satu jam setelah take off dari Kuala Lumpur International Airport. Keberadaan pesawat ber-registrasi 9M-MRO, dengan 12 awak Malaysia dan 227 penumpang dari 14 negara tersebut tidak diketahui hingga kini. Pemerintah Malaysia sendiri tanggal 24 Maret memperoleh penjelasan dari British Air Accidents Investigation Branch, bahwa diduga kuat pesawat nahas itu telah berlabuh ditengah samudera, selatan Lautan Hindia, disebelah Barat Kota Perth Australia. Sampai sekarang, tidak ditemukan bagian dari reruntuhan kerangka pesawat dan juga tidak diketahui dengan pasti dimana gerangan lokasi terakhir MH370 berada.
Pada tanggal 6 Juli 2013, pesawat B-777-200ER Asiana Airlines flight 214 mengalami kecelakaan saat akan mendarat di San Fransisco International Airport. Tiga orang meninggal dunia, 181 luka-luka dan 304 lainnya selamat. The New York Times, tanggal 24 Juni 2014, memuat tulisan tentang penjelasan NTSB, National Transportation Safety Board tentang kecelakaan tersebut. Pada garis besarnya, NTSB berpendapat bahwa kecelakaan terjadi karena Pilot terlalu banyak mengandalkan mekanisme pengendalian otomatis dari pesawat, namun sebenarnya dia tidak menguasai dengan baik secara keseluruhan sistem otomatis tersebut. NTSB juga berpendapat bahwa kecelakaan itu telah memunculkan pertanyaan besar terhadap sistem otomatis yang seharusnya bertujuan meningkatkan keamanan terbang dan sangat membantu dalam penerbangan jarak jauh, ternyata telah menurunkan “basic pilot flying skills”. Saat itu, Pilot terpaksa melakukan pendekatan manual untuk mendarat, karena ILS (Instrument Landing System) alat bantu pendaratan otomatis di San Fransisco International Airport tidak berfungsi karena tengah dalam siklus perawatan rutin. Sementara kondisi cuaca waktu itupun cukup bagus alias terang benderang.
BEA (Bureau d’Enquetes et d’Analyses pour la Securite de l’Aviation Civile), badan sejenis NTSB Perancis yang bermarkas di Le Bourget dan DSB, Dutch Safety Board , biro keamanan penerbangan sipil Belanda yang berkantor pusat di Den Haag dalam kesimpulan hasil penyelidikan kecelakaan pesawat terbang beberapa waktu lalu, telah pula memunculkan masalah otomatisasi Pilot sebagai salah satu penyebab yang berkontribusi terhadap penyebab kecelakaan pesawat terbang. Kedua badan penyelidik ini pula yang telah mengetengahkan diskusi mendalam dengan antara lain pihak Flight Safety Foundation mengenai “automation addiction” sebagai salah satu penyebab terjadinya kecelakaan. FAA (Federal Aviation Administration) sendiri baru saja mengeluarkan laporan setebal 279 halaman yang merupakan hasil penelitian panjang dari satu kelompok kerja mengenai Pilots Addicted to Automation.
Dikatakan antara lain sebagai berikut : “The FAA report stresses the risk that future accidents could occur as commercial airline pilots become overly reliant on automated computer systems in the cockpit and lose their hands-on, manual flying skills.” Kebiasaan yang terlalu mengandalkan sistem otomatis telah menarik perhatian para ahli sebagai salah satu penyebab terjadinya kecelakaan. Automatic Pilot telah membuat penerbangan secara umum menjadi lebih aman, akan tetapi ketergantungan yang sangat besar terhadap sistem otomatis di kokpit akan sangat membahayakan.
NASA (National Aeronautics and Space Administration), badan antariksa Amerika Serikat telah membiayai satu penelitian di Iowa University yang memakan waktu 3 tahun lebih dalam masalah hubungan Pilot, Sistem otomatis dan Kecelakaan pesawat terbang. Dr.Thomas “Mach” Schnell yang memimpin tim riset, menjelaskan bahwa ketergantungan yang berlebihan terhadap sistem otomatis telah menurunkan dan banyak mengganggu konsentrasi Pilot dalam menerbangkan pesawat. Dia juga mengatakan bahwa hasil penelitian menunjukkan bahwa pilot modern telah menjadi sangat tergantung kepada sitem otomatis di kokpit. Studi tersebut juga telah menemukan bahwa 60 % dari kecelakaan yang terjadi ternyata disebabkan karena kesalahan dalam mengoperasikan Flight Management Computer. Untuk hal ini Michael Huerta, Administrator FAA telah menyerukan kepada seluruh Maskapai Penerbangan untuk segera secara sukarela meningkatkan training Pilot mereka dengan fokus kepada issue ketergantungan pada sistem otomatis di kokpit.
Jarum jam tidak bisa diputar terbalik, era penerbangan otomatis memang akan tetap berlanjut dengan segala tantangan yang akan dihadapi, akan tetapi koreksi harus dilakukan demi keamanan terbang.
Penyelidikan dan penelitian serius yang mendalam dari institusi yang sangat kredibel pada dunia penerbangan internasional telah menunjukkan bahwa “automation addiction” telah terbukti dapat membahayakan penerbangan dan berkontribusi dalam konteks terjadinya “aircraft accident”.
Issue tentang “automation addiction” ternyata sama sekali bukan omong kosong di warung kopi dari pembicaraan naif orang awam, akan tetapi sudah menjadi bahan studi dan penelitian yang sangat serius di NASA, FAA, NTSB dan beberapa perguruan tinggi serta institusi lainnya di Amerika dan Eropa. Minimal, otomatisasi terbukti dalam banyak penelitian telah menurunkan tingkat “kewaspadaan” Pilot. (Why Planes Crash, an accident investigator’s fight for safe skies, David Soucie;SkyHorse Publishing New York USA) Itu menunjukkan satu analisis komprehensif yang multi disiplin dari banyak personil dengan berbagai bidang keahlian , yang bukan sekedar “pendapat” atau anggapan seorang pilot semata, walau dengan seberapa banyak jam terbang atau seberapa besar atau tinggi terbang pesawatnya. Analisis yang berbasis ilmiah dan berorientasi kepada “obyek” atau “content” penelitian, jauh dan “bukan” melihat justru kepada “siapa” yang membahas/menelitinya.
Kembali kepada masih belum ada kabar tentang hilangnya pesawat super modern B-777-200ER Malaysia Airlines MH370, tentunya masih tetap mengundang tanda tanya besar, apa gerangan yang telah terjadi. Apakah ada yang salah pada Boeing 777-200ER ? Apakah memang ada faktor seperti yang ditunjukkan dari sebagian hasil penelitian panjang yang telah dilakukan oleh NASA di Iowa University ? Wallahu A’lam bisawab. Semoga yang terbaiklah yang akan diterima oleh mereka para keluarga penumpang MH370, Insya Allah, Amin YRA.
Jakarta 26 Juli 2014
Chappy Hakim
2 Comments
Seperti pak chappy katakan.. era auto tdk bs dihindarkan, sementara efek sampingnya skill pilot jd tergerus.
Lalu pelatihan semacam apa tepatnya yg dibutuhkan atau managemen pelatihan semacam apa yg harus diregulasikan.
Sepanjang yg saya ketahui seorang pilot hrs mempunyai skill berjenjang dmn sebagian besar awal dr karir pilotnya justru dihabiskan di pesawat2 kecil dan di penerbangan perintis u/ melatih skill maupun sense thdp karateristik terbangnya sebuah pesawat.
Melihat perkembangan dunia penerbangan yg sangat pesat skr shg airlines byk yg “tergesa2” upgrading pilot ke pswt yg lebih besar dan canggih krn memang kebutuhan pilot yg sangat tinggi.
Bagaimana dgn hal ini pak…
Terima kasih
Hal itulah yang sebenarnya belakangan ini tengah dibahas oleh banyak otoritas penerbangan dan juga pihak pabrik pesawat. Para penerbang senior pada umumnya, terutama yang sudah berstatus instruktur dalam hal ini berperan besar dalam memberikan masukan pada masalah yang memang tidak sederhana ini. Gejala kecelakaan pesawat modern sudah masuk dalam topik bahasan ilmiah di beberapa perguruan tinggi, terutama sekali mengenai “ketergantungan” pengendali otomatis yang ditinjau tidak hanya dari sisi Pilot, akan tetapi mengikutsertakan berbagai disiplin ilmu agar bahasan benar-benar masuk pada substansinya dan tidak terganjal hanya kepada sudut pandang Pilot semata. Demikian, terimakasih. CH