Saat ini kita tengah berada dalam suasana “demam” pasca pemilu caleg 2009.
Bagi para politisi terutama mereka yang sangat haus “kekuasaan” maka pemilu adalah merupakan bagian dari satu permainan untuk memperoleh “kekuasaan”, bagian dari “power game”. Sebagaimana layaknya suatu permainan, maka ia akan menghasilkan sesuatu yang dikenal dengan istilah “menang” dan “kalah”. Sebagaimana layaknya pula suatu permainan yang menghasilkan “menang” dan “kalah”, maka akan hadir bersamanya sesuatu tentang “fair-play” dan ”unfair-play”.
Dalam dunia olahraga, kerap kita menjumpai bagaimana para penyelenggara suatu pertandingan atau game yang senantiasa mempromosikan tentang “fair-play” dan nilai-nilai “sportivitas”. Lebih-lebih bila kita membicarakan tentang olahraga atau permainan dengan para pembina nya, maka salah satu nilai yang hendak dicapai tentunya adalah berkait dengan “sportivitas” dan atau “sportmanship”.
Sampai disini, bila kita memandang pemilu itu sebagai permainan, maka tentu saja secara otomatis, kita semua hendak melihat hadirnya “sportivitas” didalamnya. Untuk lebih menjelaskan tentang hal ini, ada satu ilustrasi menarik yang saya dapatkan dari salah satu materi berkait promosi nilai-nilai luhur dari penyelenggaraan suatu olimpiade, sebagai berikut :
Pada tahun 1936, olimpiade diselenggarakan di Berlin, Jerman. Pada saat penyelenggaraan Olimpiade ini, ada dua orang atlet yang mendominasi perhatian publik. Dua orang itu adalah atlet cabang olah raga lompat jauh masing-masing Luz Long dari Jerman dan Jesse Owen, atlet Amerika berkulit hitam.
Pemerintah Jerman saat itu dipimpin oleh seorang yang sangat terkenal sejagad, seorang orator sekaligus politisi ulung yang haus kekuasaan tiada tara, yang tengah dalam perjalanannya untuk menjadi pemimpin dunia dalam arti yang sebenarnya, Adolf Hitler. Pada pertandingan yang akan menentukan siapa yang akan berhak memperoleh medali emas, cabang lompat jauh tersebut, Adolf Hitler memerlukan hadir di stadion. Hitler menginginkan Luz Long, atlet lompat jauh Jerman dapat membuktikan teori dalam benak kepalanya bahwa bangsa Jerman adalah bangsa yang jauh lebih unggul dan mulia dari bangsa manapun ! Namun, apa yang terjadi ?
Seperti juga bagi sebagian atau beberapa politisi dan para pengamat politik dalam pemilu 2009, Adolf Hitler harus melihat suatu kenyataan pahit. Pada lompatan terakhir yang akan menentukan siapa yang berhak keluar menjadi juara, ternyata Jesse Owen berhasil mengalahkan atlet Jerman. Adolf Hitler, segera saja meninggalkan podium sebelum upacara pemberian medali, sebelum dilaksanakannya “victory ceremony”.
Tidak seperti Adolf Hitler, sang atlet lompat jauh Jerman Luz Long sebagai pecundang bukanlah seorang yang “racis” seperti Hitler. Dia kemudian jalan bergandengan tangan dengan sang Juara Jesse Owen keluar lapangan menuju ruang ganti pakaian atlet. Jesse Owen, seorang kulit hitam menjadi pahlawan Amerika dalam Olimpiade Berlin 1936 itu dengan menggondol 4 buah medali emas. Sangat disayangkan, dikemudian hari tersiar kabar sang atlet Jerman Luz Long, yang sportif itu , tewas terbunuh dalam perang dunia ke 2.
Nah, dari ilustrasi diatas, bukankah pemilu akan menjadi sangat menarik, bila saja dapat diselenggarakan dengan “fair play” dan seluruh pesertanya, para politisi, dapat mengembangkan jiwa “sportivitas” sebagai bagian dari apa yang selalu didengang-dengungkan oleh Bung Karno dengan ”nation and character building”.
Demikian sekedar berbagi di awal minggu ini, pasca pemilu caleg 2009