Tentang Penetapan Bandar Udara Internasional
Pada tanggal 2 April 2024 Kementerian Perhubungan telah menerbitkan Keputusan Menteri Nomor 31/2024 (KM 31/2004) tentang Penetapan Bandar Udara Internasional. KM ini menetapkan 17 (tujuh belas) bandar udara di Indonesia yang berstatus sebagai bandara internasional, dari semula 34 bandara internasional. Keputusan ini patut di apresiasi berkait dengan efektifitas dan efisiensi pengoperasian bandar udara atau Aerodrome. Patut di apresiasi keberanian Kemhub dalam hal ini, karena keinginan untuk memposisikan sebuah aerodrome menjadi International Airport pada umumnya memang datang dari tuntutan kepala daerah dan atau pejabat elit pada jajaran kekuasaan yang berasal dari daerah yang terkait. Cukup sulit juga bagi Kemhub berhadapan dengan masyarakat setempat yang pada umumnya menginginkan bandar udara di daerahnya berstatus Internasional. Sekali lagi dalam hal ini kita dapat melihat bahwa Kemhub sebagai otoritas penerbangan nasional telah berorientasi pada jargon Country before Self. Berorientasi pada kepentingan negara dan bangsa terlebih dahulu dibanding kepentingan perorangan dan atau kelompok.
Reaksi dari KM 31/2024 ini cukup beragam dan pada umumnya justru banyak yang menyayangkan mengapa jumlah International Airport di Indonesia dikurangi jumlahnya. Pada titik inilah memang diperlukan sosialisai informasi mengenai seberapa penting keberadaan Internasional Airport di sebuah negara. Lebih jauh lagi sosialisasi tentang seberapa penting udara atau dirgantara atau air and space bagi sebuah negara. Sosialisasi tentang fungsi dari status sebuah bandar udara internasional dalam sebuah negara. Demikian pula sosialisasi tentang apa yang membedakan dari status bandara internasional dengan yang bukan internasional atau bandar udara khusus domestik.
Latar Belakang
Sudah selayaknya bahwa seluruh rakyat Indonesia mencintai negerinya. Sebuah negara yang terletak pada posisi yang sangat strategis membujur sepanjang garis katulistiwa. Negara yang sangat luas, berbentuk kepulauan dengan tanah yang subur dan mengandung banyak sekali kekayaan alam didalamnya dengan jumlah penduduk nomor 4 terpadat di dunia. Sebagai sebuah negara kepulauan yang terdiri dari daratan, perairan dan udara, ada yang menarik disini. Wilayah udara Negara Kesatuan Republik Indonesia kurang memperoleh perhatian dari penduduknya. Padahal menurut Prof. Dr. Priyatna Abdurrasyid guru besar hukum udara dan ruang angkasa dalam bukunya Kedaulatan Negara di Ruang Udara menyebut antara lain bahwa Indonesia terdiri dari 1/3 daratan, 2/3 perairan dan 3/3 Udara. Patut dicatat bahwa penentuan bandar udara internasional di Indonesia adalah merupakan salah satu bagian dari pengelolaan wilayah udara kedaulatan NKRI.
Seyogyanya harus disadari bahwa International Airport atau bandara antar bangsa adalah merupakan pintu gerbang masuk kesebuah negara. Seperti halnya pintu masuk sebuah rumah, maka tidak ada rumah yang pintu masuknya dibangun pada setiap sisi dan atau sudut rumah. Karena International Airport adalah merupakan pintu gerbang masuk negara, maka sebenarnya International Airport adalah juga merupakan “batas negara”. Batas negara selalu menyimpan banyak kerawanan sebagai jalur keluar masuk apa saja dari dan ke luar negeri. Alur keluar masuk secara tidak sah atau illegal pasti akan selalu mencari pintu masuknya. Disinilah akan banyak penyelundupan barang dan orang terutama barang terlarang dan berbahaya seperti narkoba dan senjata. Itu sebab International Airport harus dilengkapi dengan Security Line yang antara lain berujud CIQ – Customs, Immigration and Quarantine dan jajaran Aviation Security Check. Intinya format sebuah International Airport akan mengandung banyak kerawanan berkait dengan National Security sehingga memerlukan pengawasan terus menerus dan ekstra ketat. Bandara Internasional sebagai pintu masuk negara merupakan salah satu titik rawan dalam aspek keamanan nasional. Kesemua itu pasti memerlukan biaya untuk dukungan peralatan dan sdm sesuai kebutuhan yang mengacu pada regulasi internasional. Hal ini merupakan salah satu faktor utama yang membedakan International Airport dengan Bandara lainnya.
Dengan demikian maka keberadaan International Airport yang berfungsi sebagai pintu gerbang masuk kesebuah negara menjadi “tidak mungkin” untuk dibangun pada setiap pelosok negara. Keberadaan International Airport menghadapi kenyataan bahwa posisinya menghadapi keterbatasan tertentu berkait dengan National Security dan aspek efisiensi. Sebagai contoh saja tidak semua lokasi tujuan wisata otomatis dibangun international Airport. Air Terjun Niagara yang terkenal itu tidak ada bandar udara antar bangsa disitu.
Bandara Domestik
Bandara domestik yang melayani rute penerbangan dalam negeri tidak boleh diberikan kepada maskapai penerbangan asing. Hal ini dikenal secara universal sebagai azas Cabotage. Rute penerbangan domestik menyimpan peran penting dalam upaya sebagai alat pemersatu bangsa. Rute penerbangan domestik, analoginya adalah laksana peran Busway dan KAI di Jabodetabek. Rute penerbangan dalam negeri utamanya harus diselenggarakan oleh negara dengan tanpa menutup peran swasta sebagai lahan bisnis yang terbatas. Sama persis dengan Busway, KAI dengan bisnis Taxi online, Grab , Gojek dan lain lain. Rute penerbangan domestik harus dikelola negara sebagai unsur pelayanan masyarakat dan dukungan logistik untuk kebutuhan bahan pokok plus kebutuhan tata kelola administrasi manajemen roda pemerintahan. Disisi lain rute penerbangan dalam negeri dapat dibuka untuk keperluan bisnis jasa angkutan udara pihak swasta yang bersifat komplementer.
Untuk keperluan turisme, maka para wisatawan dari luar negeri hanya dapat masuk melalui pintu gerbang utama negara berupa International Airport. Setelah melalui saringan keamanan nasional, mereka dapat melanjutkan dengan lebih santai pada penerbangan rute domestik menuju daerah tujuan wisata yang dikehendaki. Pada titik inilah dibutuhkan taktik, strategi dan kiat profesionalitas pengelolaan National Tourism. Tata kelola wisata dalam manajemen keterpaduan jejaring rute penerbangan Internasional dan nasional bagi kemudahan para turis untuk menuju daerah wisata pilihannya. Manajemen keterpaduan dalam pengelolaan wisata yang memudahkan turis berkunjung sekaligus memberikan keuntungan bagi jasa angkutan udara dalam negeri. Jadi bukan dengan cara membuka saja International Airport pada setiap daerah tujuan wisata. Mengelola domain pariwisata dalam negeri memang memerlukan kecerdasan untuk sebuah penyelenggaraan dan pengelolaan tujuan wisata yang professional. Harus pandai pandai dalam mengemas paket kunjungan wisata yang menarik seperti rangkaian wisata air atau wisata alam/pegunungan misalnya. Sekali lagi tidak hanya sekedar memfasilitasi dengan membangun sebuah International Airport pada setiap daerah tujuan wisata. Diperlukan kajia akademik dalam menysusun paket kunjungan wisata yang berupa feasibility study, agar pengelolaan pariwisata tepat sasaran. Sekali lagi tidak sekedar memfasilitasi tujuan wisata dengan Internaional Airport. Dapat dibayangkan betapa rumitnya membangun International Airport di kawasan wisata Raja Ampat misalnya.
Lebih jauh dari itu, Wilayah Udara Nasional adalah merupakan Sumber Daya Alam yang diamanatkan oleh konstitusi harus dikuasai negara dan diperuntukkan bagi semaksimal kesejahteraan rakyat, bukan hanya untuk keuntungan segelintir elit negeri.
Keputusan yang tertuang dalam KM 31`tentang bandar udara internasional tanggal 2 April 2024, patut disambut baik sebagai salah satu kebijakan yang tepat bagi efisiensi dan juga efektifitas operasional bandar udara di Indonesia.
Jakarta 9 Mei 2024
Chappy Hakim – Pusat Studi Air Power Indonesia