Pembangunan kekuatan persenjataan dari negara negara blok barat di pasifik antara lain Australia, Singapura dan Malaysia tampak bergulir sistematis dan terarah sejak berakhirnya Trikora dan Dwikora di era tahun 1960-an. Ketika itu kekuatan Angkatan Perang Indonesia yang disiapkan untuk merebut Irian Barat dari tangan penjajah telah mencapai kemampuan perang luar biasa. Sebuah kekuatan Angkatan Perang yang sempat dijuluki sebagai The Strongest Military Power in Southern Hemisphere. Situasi dan kondisi ini tentu saja memancing reaksi serius dari kekuatan barat, khususnya kekuatan barat di kawasan pasifik dalam hal ini Australia, Malaysia dan Singapura. Untuk diketahui kekuatan militer Australia, Malaysia dan Singapura tidak ada apa apanya dibanding kekuatan Angkatan Perang Indonesia ketika itu. Trikora dan Dwikora menjadi pemantik kekuatan Barat untuk mulai membangun angkatan perang yang kuat, dalam hal ini Australia, Singapura dan Malaysia.
Indikasi terakhir yang muncul belakangan, terlepas dari meningkatnya suhu di Laut China Selatan adalah dibentuknya AUKUS, pakta militer Australia, United Kingdom dan United States of America. Dalam format AUKUS tersebut Australia akan dilengkapi dengan jajaran kapal selam bertenaga nuklir yang terlihat sejalan dengan pembangunan OTH Radar JORN (Jindalee Operational Radar Network). JORN dibangun dengan teknologi mutakhir sehingga berkemampuan monitor kawasan Udara dan Perairan di Utara Australia hingga menembus kawasan seluas 37.000 kilometer persegi. Proyek pertahanan canggih ini sudah dimulai sejak awal tahun 1970-an, tidak berapa lama setelah Trikora dan Dwikora.
Sementara itu Singapura sendiri telah membangun Angkatan Udara RSAF ( Republic Singapore Air Force) dengan perencanaan yang matang dan terarah sejak tahun 1960-an, juga setelah beberapa saat berakhirnya Trikora dan Dwikora. Hingga sekarang ini RSAF memiliki kekuatan 8000 personil dengan lebih dari 300 pesawat terbang berbagai jenis. Beberapa pesawat tempurnya disiagakan pada berbagai pangkalan induk di negara sekutu barat seperti Australia, Amerika Serikat, Thailand dan Perancis. Angkatan Perang Singapura konon telah dilengkapi pula dengan jajaran armada laut modern antara lain unsur tempur yang terdiri dari 6 kapal selam canggih.
Berkait dengan itu, kabar mutakhir datang dari Malaysia berkait pembangunan kekuatan perangnya sebagai bagian dari kekuatan militer blok barat di pasifik. Kementrian Pertahanan Malaysia telah menandatangani kontrak pembelian 16 pesawat tempur Jet FA-50 produk Korea Aerospace Industries (KAI), pabrik pesawat terbang Korea Selatan. Pesawat F-50 menjadi pilihan setelah Tentara Udara Diraja Malaysia (TUDM) membuka tender untuk pengadaan pesawat tempur kelas light fighter jets. Ikut serta dalam proses tender itu antara lain Tejas pesawat sekelas produk dari Hindustan Aeronautics Limited (HAL) India, Hurjet buatan Turkish Aerospace Industries (TAI), L-15 buatan China National Aero-Technology Import & Export Corporation (CATIC), M-36 Leonardo buatan Italia dan Mig -35 Rusia. Diperoleh kabar dalam seleksi pesawat terbang tempur untuk penambahan kekuatan TUDM turut pula dipertimbangkan beberapa produk lain seperti JF-17 Thunder buatan Pakistan dan China, Boeing T-7A red hawk, L-39 N buatan Ceko dan Yak-130 dari Rusia.
Pada akhirnya TUDM memutuskan untuk memilih FA-50 buatan Korea Selatan dengan segala pertimbangan yang dilakukan pada kajian untuk pengadaan pesawat tempurnya. Korea Selatan adalah sekutu dekat Amerika Serikat. Pengadaan menyesuaikan dengan kebutuhan yang merujuk pada konsep induk pertahanan udara sebagai bagian dari konsep pertahanan nasional negara Malaysia. Sebuah konsep pertahanan yang dipastikan selaras dengan pembangunan kekuatan negara negara eks koloni Inggris lainnya di kawasan Pasifik yaitu Singapura dan Australia. Penambahan skadron FA-50 seharga 920 miliar dolar akan mencakup kemampuan aerial refueling dengan peralatannya serta beberapa upgrading sistem senjata yang melekat di pesawat. Pesawat FA-50 pertama akan segera masuk dalam jajaran TUDM pada tahun 2026.
Dengan pembelian FA-50 oleh TUDM maka pihak KAI sampai dengan saat ini telah berhasil menjual sebanyak 222 pesawat. Sebagian berasal dari model bagi peruntukkan pesawat latih lanjut (Advance Jet Trainer) dan sebagian lainnya dari tipe Light Fighter Jet. Angkatan Udara Korea Selatan sendiri telah mengoperasikan 60 pesawat T-50 dalam jajarannya. Untuk diketahui sebagai catatan pesawat sejenis telah sukses beroperasi di beberapa negara seperti Iraq, Philipina , Thailand dan termasuk Indonesia. Tahun lalu Polandia tercatat sebagai pembeli terbesar pesawat KAI T-50 dengan proses pengadaan sebanyak 48 pesawat yang sudah akan mulai diterima pada tahun 2023 ini.
Arsenal TUDM sejauh ini diketahui telah dilengkapi dengan berbagai pesawat tempur antara lain SU-30MKM dan juga Boeing F/A-18D Hornet serta BAE Hawk buatan Inggris yang di up grade untuk misi pertempuran taktis.
Pesawat tempur buatan Korea Selatan telah menjadi bagian penting dari proses pembangunan kekuatan militer barat di kawasan pasifik. Itu berarti industri pesawat terbang Korea Selatan telah tampil sebagai salah satu pemasok kekuatan perang bagi blok barat.
Jakarta 5 Maret 2023
Chappy Hakim – Pusat Studi Air Power Indonesia