Masih ingat saat pesawat Adam Air yang hilang di perairan Sulawesi Selatan? Lokasi jatuhnya diketahui berdasarkan bantuan keterangan yang diperoleh dari otoritas penerbangan Singapura. Masalahnya sederhana saja, Singapura melihat matra udara sebagai sesuatu yang sangat penting bagi kelangsungan hidup dan kedaulatan negaranya. Singapura dipimpin oleh para leader yang memiliki “visi” kebangsaan yang luar biasa. Itu sebabnya mereka membangun semua sistem yang berkaitan dengan penguasaan teknologi keudaraan. Agak sulit untuk dapat dibayangkan, sebuah negara yang lebih kecil dari kota Jakarta, saat ini sudah mempunyai kemampuan memonitor wilayah udara dari hampir seluruh kawasan Asean.
Saat inipun, sebagian kecil wilayah udara kedaulatan Republik Indonesia berada dibawah kekuasaannya dalam pengaturan lalu lintas udara. Hampir semua penerbang, merasa jengkel , karena bila akan take off dari Tanjung Pinang menuju kemanapun disekitar wilayah kedaulatan negaranya sendiri, harus minta ijin terlebih dahulu kepada Singapura. Demikian pula para penerbang Indonesia yang terbang disekitar wilayah yang berdekatan dengan Singapura, berada penuh dibawah kekuasaan otoritas penerbangan Singapura.
Memang benar, atas nama keselamatan penerbangan dan juga regulasi internasional, maka diberlakukanlah aturan aturan tentang pengaturan lalu lintas udara yang harus tunduk kepada kepentingan antar bangsa. Karena kepadatan lalu lintas udara disekitar negaranya mengharuskan otoritas penerbangan Singapura bertanggung jawab terhadap keselamatan penerbangan. Untuk itulah maka otoritas penerbangan Singapura mendapatkan otorisasi mengatur wilayah udara yang berdekatan dengan daerah take off landing nya pesawat terbang di Singaoura. Yang menjadi masalah disini adalah, ada sebagian wilayah udara kedaulatan RI yang berada dibawah kekuasaan otoritas penerbangan Singapura. Hal ini pun tidak jadi masalah. Yang menjadi masalah adalah, seharusnya ada batas waktu tertentu yang menjadi patokan bahwa satu saat, daerah itu harus diserahkan kepada otoritas Penerbangan Republik Indonesia sebagai pemilik yang sah dari wilayah udara tersebut. Saat ini, dengan alasan teknologi dan sdm yang kita miliki belum dapat mencapai tingkat yang sesuai dengan standar internasional, maka untuk sementara diserahkan kepada Singapura.
Sebenarnya, hal ini adalah tergantung kita. Apakah kita mau mendiamkannya saja seperti itu (sesuai dengan keinginan Singaoura) atau kita mau perduli dengan kehormatan dan keadaulatan yang kita miliki di wilayah udara tersebut untuk kemudian mengusahakan agar menjadi milik kita kembali.
Kalau kita mau, tentunya banyak cara yang dapat ditempuh. Masalah yang prinsip adalah bahwa wilayah udara tersebut adalah milik kita, wilayah kedaulatan RI. Jadi sebenarnya, dalam konteks ekonomi saja, semua pesawat terbang yang me lintas diwilayah tersebut harus membayar sejumlah dana sesuai dengan jasa dan kepemilikan wilayah udara tersebut. Semua harus bayar, dan dana nya hasil pungutan tersebut, sebagian konon diserahkan kepada pemerintah RI sebagai pemilik wilayah udara. Agak kurang jelas, dana ini kemudian dipergunakan untuk apa. Namun apabila dana yang terkumpul secara terus menerus ini, dipergunakan untuk memulai secara bertahap membangun fasilitas dan sdm bagi kepentingan pengambil alihan penguasaan kembali wilayah udara RI itu, sudah pasti bukan merupakan sesuatu yang mustahil. Yang penting disini adalah adanya kemauan terlebih dahulu. Singapura sangat menikmati tentang hal ini, terlebih tidak pernah ada ketentuan atau keinginan dari RI untuk mencoba atau memikirkan menguasai wilayah udaranya sendiri. Singapura dan juga Australia memperoleh jutaan dolar setiap tahun dari jasa lalu lintas udaranya. Memang harus diakui besaran dana yang diperoleh tentunya berbanding lurus dengan kualitas pelayanan yang dapat diberikan.
Bagaimana RI? Saat ini mungkin, pelayanan lalu lintas penerbangan di wilayah udara RI termasuk yang buruk didunia. Pelayanan Air Traffic Control (ATC) di wilayah RI, tidak berada dalam satu kendali dan satu institusi. Belum lagi kualitas peralatan yang digunakan serta tingkat keterampilan sdm nya. Apabila otoritas penerbangan nasional mau mendengarkan keluhan para penerbangnya, maka mereka akan terkejut dengan kenyataan sehari-hari yang dihadapi oleh para penerbang dalam menjalankan tugasnya. Belum begitu parah akan tetapi sudah nyaris menuju “amburadul”. Mereka justru merasa aman terbang diwilayah yang diatur oleh Singapura atau diwilayah udara negara lain. Para petugas ATC pun banyak yang mempunyai keluhan dalam pembinaan keterampilan yang seharusnya mereka peroleh. Mulai dari peralatan instruksi yang mirip dengan simulator yang tidak dimiliki, sampai dengan kesempatan untuk terbang di kokpit yang bertujuan meningkatkan skill nya dalam mengatur lalu lintas pesawat terbang didaerah yang padat sudah jarang bahkan nyaris tidak pernah lagi dilakukan. Masih banyak lagi. Sudah waktunya, keluhan dari para petugas ATC dan para penerbang untuk didengarkan pihak berwenang, sebelum terjadinya kejadian-kejadian yang tidak diinginkan. Demikian pula dengan peralatan navigasi dan radar didarat yang merupakan sarana bantuan agar pesawat terbang dapat berlalu lalang dengan aman, sudah waktunya untuk ditingkatkan.
Apabila kita terlambat, sudah dapat diduga, nantinya, tidak hanya sebagian kecil dari wilayah udara kedaulatan kita yang berada dibawah kekuasaan otoritas penerbangan Singapura, akan tetapi seluruh wilayah udara kedaulatan RI akan berada dibawah kekuasaan pemerintah Singapura. Tentunya semua itu atas nama “keselamatan penerbangan antar bangsa”. Dan sekali lagi dengan alasan teknologi peralatan dan kualitas sdm yang dimiliki. Rela kah kita semua menyaksikan ini?
Gejala dari hal ini sudah terlihat. Konon Singapura diam-diam sudah menyiapkan sistem pengaturan lalu lintas udara diseluruh wilayah RI sampai dengan Australia. Jutaan dolar akan mengalir kekantongnya, dan cukup sepersekian saja diberikan sebagai “jasa” kepada RI pemilik lahannya. Lucu? Dramatisasi? Tunggu dulu, Indikasi dari hal ini sudah terbukti. Adam Air hilang diwilayah kita sendiri, dan kita tidak tahu dimana dan Singapura dengan gagah perkasa menunjukkan kepada kita bahwa ” Tuh, disitu Lo pesawatmu jatuh !” dan ternyata disatu posisi yang sangat jauh dari Singapura sendiri, posisi yang berada benar-benar ditengah wilayah kita sendiri ? Dan kita tidak tahu? Dan kita juga menganggap hal itu sebagai hal yang biasa-biasa saja ? Sampai sekarang, tidak ada terlihat satu upayapun merespon tentang hal ini ? Ampun !!!!!!! Capek Deh !
7 Comments
SALAM SEJAHTERA PAK CHAPPY…
ada wadah generasi muda Indonesia ” PRAMUKA SAKA DIRGANTARA” dan sepertinya belum banyak yang mengetahui. .
Bagaimana kalo bapak yang mana pakar dalam kedirgantaraan dan purnawirawan/mantan KSAU sebagai “penasehatkedirgantaraan pada SAKADIRGANTARA” diwadah tsb untuk mensosialisasikan dunia kedirgantaraan saya siap membantu memfasilitasi atas anjuran bapak.
Terima kasih atas perhatian bapak..
Hormat saya
Heri HArdin
Saya bersedia, nanti kita atur pelaksanaannya, karena saya harus atur dulu pembagian waktu dari kegiatan saya ya. Salam, CH.
Pak Chappy, entah gimana saya iseng nyasar ke blog Bapak. Isinya menarik sekali Pak.Saya juga suka capek sendiri, kenapa negara kita bisa jadi separah ini, sampai taraf memalukan. Saya heran apa kita sebagai bangsa jangan-jangan memang tidak mau berubah. Sudah dikasih musibah sana sini, sudah dikasi kemiskinan dimana-mana, sudah dilecehkan orang asing, sudah dicuri kekayaannya, sudah dihina, kok sepertinya kita nyaman-nyaman saja dengan keadaan ini. Anyway, tetap terus menulis Pak!
Saya juga lahir di keluarga TNI-AU kebetulan
Dony,
Terimakasih komentarnya. Mungkin sebagian dari kita yang memang sadar dan melhat kekurangan-kekurangan, bisa memulai memelopori menuju kebaikan, minimal dilingkungan masing-masing. Mudah-mudahan akan menjadi bola salju yang terus bergulir, sehingga step by step kita akan menjadi lebih baik. Salam, CH.
salam pak chappy
ternyata bobrok sekali dunia penerbangan kita
moga-moga apa yang harus diperbaiki bisa diperbaiki, apa yang bisa diperbarui bisa diperbarui ,,
semoga di masa yang akan datang negara kita bisa memonitor lalu lintas udara di wilayah sendiri 😀
Wastika, prihatin memang, akan tetapi itulah realita yang ada. Mudah-mudahan kedepan kita akan dapat menjadi lebih baik lagi. Terimakasih.