Wabah COVID – 19 telah memunculkan banyak sekali respon dari segenap penjuru dunia. Diantara demikian banyak respon, ada beberapa yang menarik disimak yaitu bahwa COVID – 19 ternyata telah secara tidak langsung memberikan peringatan kepada dunia tentang tuntutan adanya “kejujuran” dan peringatan tentang “keserakahan”. Tuntutan akan kejujuran dan peringatan tentang keserakahan pada ujungnya, mungkin saja akan hanya “dapat diatasi” ketika berhadapan dengan “ancaman kematian”.
Dalam sebuah pernyataan di Televisi, seorang guru besar sebuah Universitas terkenal dan bergengsi di Indonesia menjelaskan bahwa tanpa bermaksud menyepelekan COVID – 19, maka sebenarnya wabah ini “tidak terlalu berbahaya” dan dapat diatasi , bila kita semua dapat membangun kesadaran diri dalam ber “disiplin”. Disiplin dalam hal ini adalah antara lain untuk tetap tinggal di rumah, sering mencuci tangan dan menjaga jarak minimum 2 meter dengan orang lain. Tentu saja masih banyak jabaran lainnya yaitu menjaga kesehatan , berolah raga, makan makanan yang sehat dan lain sebagainya. Dalam hal ini maka kata kuncinya adalah disiplin.
Disiplin , terlebih yang berkait dengan self disiplin atau kesadaran dari dalam diri sendiri adalah kata kata yang sangat mudah diucapkan namun tidak begitu mudah, bahkan sulit untuk dapat dilaksanakan, terutama bagi kita di Indonesia. Contoh sederhana yang mudah dilihat sehari-hari adalah bagaimana realita disiplin masyarakat luas termasuk para elit di jalan raya. Beberapa diantaranya, adalah seringnya lampu merah di terabas, perilaku melintas arus berlawanan arah dan menembus jalur Bus Way.
Disiplin, kemudian menjadi lebih menarik lagi setelah munculnya pernyataan tentang “ancaman hukuman mati” bagi mereka yang terbukti melakukan korupsi di masa penanggulangan COVID – 19 sehubungan dengan akan di drop nya tambahan biaya dari pemerintah untuk itu. Pernyataan yang dapat saja kemudian dipersepsikan sebagai, bahwa dalam keadaan diluar situasi dan kondisi pengelolaan tambahan anggaran COVID – 19, tindakan korupsi tidak akan berhadapan dengan ancaman hukuman mati. Lebih tajam lagi, dari sudut berbeda, bahwa dengan ancaman mati, maka sangat besar dapat diharapkan orang kemudian akan patuh, akan disiplin dalam hal ini untuk tidak melakukan tindakan korupsi. Kesimpulan sementara adalah kesadaran untuk disiplin ternyata dapat terbangun bila ada ancaman mati yang datang menjelang.
Mendalami lebih jauh , soal penegakan disiplin yang ancamannya hukuman mati, hal itu telah mengingatkan saya tentang sebuah tulisan yang pernah saya tulis beberapa tahun lalu. Tulisan tentang Kisah Tukang Kerupuk , yang isinya saya kutip secara lengkap sebagai berikut dibawah ini :
Kisah Tukang Kerupuk :
Pada tahun 1969, saya mengikuti latihan para dasar, terjun payung statik di pangkalan Udara Margahayu Bandung. Menjalani latihan yang cukup berat bersama dengan lebih kurang 120 orang lainnya dan ditampung dalam dua barak panjang tempat latihan terjun tempur.
Setiap makan pagi, siang dan malam hari yang dilaksanakan di barak, kami memperoleh makanan ransum latihan yang diberikan dengan ompreng dan atau rantang standar prajurit. Diujung barak tersedia drum/tong besar berisi sayur, dan disamping nya ada sebuah karung plastik berisi kerupuk milik seorang ibu setengah baya warga sekitar asrama prajurit yang dijual kepada siapa saja yang merasa perlu untuk menambah lauk makanan jatah yang terasa kurang lengkap bila tidak ada kerupuk.
Sang ibu paruh baya ini, tidak pernah menunggu barang dagangannya. Setiap pagi, siang dan malam menjelang waktu makan dia meletakkan karung plastik berisi krupuk dan disamping nya diletakkan pula kardus bekas rinso untuk uang, bagi orang yang membeli kerupuknya. Nanti setelah selesai waktu makan dia datang dan mengemasi karung plastik dengan sisa kerupuk serta kardus berisi uang pembayar kerupuk.
Iseng, saya tanyakan, apakah ada yang nggak bayar Bu? Jawabannya cukup mengagetkan, karena ternyata dia sangat percaya kepada semua siswa latihan terjun, dan terbukti karena dia sudah bertahun-tahun berdagang kerupuk di barak tersebut dengan cara demikian. Hanya meletakkan saja, tidak ditunggu dan nanti setelah semuanya selesai makan dia baru datang lagi untuk mengambil sisa kerupuk dan uang hasil jualannya. Selama itu, dia tidak pernah mengalami defisit. Artinya tidak ada satu pun pembeli kerupuk yang tidak bayar.
Setiap orang memang dengan kesadaran mengambil kerupuk, lalu membayar sesuai harganya. Bila dia harus bayar dengan uang yang ada kembaliannya, dia bayar dan mengambil sendiri uang kembaliannya di kotak rinso kosong tersebut. Demikian seterusnya. Beberapa pelatih terjun, bercerita bahwa dalam pengalaman panjangnya sebagai seorang pelatih terjun, semua siswa terjun payung yang berlatih disitu dan menginap dibarak latihan tidak ada yang berani mengambil kerupuk dan tidak bayar. Mereka takut, bila melakukan itu, khawatir payung nya tidak mengembang dan akan terjun bebas serta mati berkalang tanah.
Sampai sekarang, saya selalu berpikir, mengapa orang sebenarnya bisa jujur, dan dapat dipercaya, serta menahan keserakahannya, hanya karena pintu kematian berada didepan wajahnya. Yang saya pikirkan, bagaimana caranya membuat manusia setiap saat berada dalam kondisi atau suasana latihan terjun, mungkinkah ?
Chappy Hakim
Jakarta 12 – 05 – 2009 ( http://www.chappyhakim.com/tukang-kerupuk/ )
Demikianlah, maka di saat COVID – 19 melanda dunia yang memaksa setiap negara untuk dapat menghadapinya, maka bermunculanlah teori dan strategi yang harus disusun untuk dapat mengatasinya. Salah satu yang muncul menonjol ditengah-tengah kita belakangan ini adalah tentang kiat disiplin. Disiplin yang ternyata akan sangat ampuh terbangun dalam platform kesadaran diri sendiri, apabila sudah berhadapan dengan ancaman kematian di depan mata. Disiplin yang terkandung didalamnya tuntutan akan kejujuran dan peringatan terhadap keserakahan. Kejujuran dan keserakahan yang kiranya memang tengah melanda kita semua, dan kini tengah dituntut oleh sang alam semesta. Dengan disiplin, semoga Badai COVID – 19 akan cepat berlalu. Amin.
Jakarta 23 Maret 2020
Chappy Hakim
Dalam sesi Work From Home
1 Comment
Musibah (azab Allah) bagi manusia yang tidak jujur dan serakah. Peringatan dan kritikan tidak pernah mau didengar. Berlaku seperti Kaisar Nero atau Fir’aun sudah menghinggapi sebagian pemimpin dunia.