Begitu banyaknya kecelakaan pesawat terbang di Indonesia, terutama pada saat landing, mengundang banyak pertanyaan, apa gerangan yang tengah terjadi ? Contoh yang agak unik dari salah satu kecelakaan tersebut dan kiranya patut menjadi pelajaran berharga adalah satu kejadian yang sudah agak lama terjadi, namun tetap menarik untuk dicermati.
Pada tahun yang lalu, tepatnya tanggal 27 Agustus 2008 pukul 1634 waktu Indonesia bagian barat pesawat B-737, nomor registrasi PK – CJG dari maskapai penerbangan Sriwijaya Air dengan nomor penerbangan SJ – 062 mendarat di Sultan Thaha Jambi. Pada saat mendarat ini pesawat mengalami “overrun” keluar landasan sejauh 200 meter dari landasan pacu 31. Pesawat Boeing 737 seri 200 yang membawa 126 penumpang dan 6 orang awak pesawat ini ternyata menabrak 3 orang di persawahan yang terletak tidak jauh dari runway atau landasan pacu bandara Sultan Thaha Jambi.
Mungkin ini adalah kejadian yang sangat unik, suatu peristiwa yang patut dicatat yaitu ada orang yang ketabrak pesawat terbang. Tanpa harus berdiskusi lebih jauh serta bersusah payah melakukan penyelidikan tentang penyebab terjadinya kecelakaan, sudah dapat diduga bahwa ada kesalahan besar yang di buat sehingga terjadi kecelakaan : “orang tertabrak pesawat terbang”. Bagaimana bisa, ada orang celaka tertabrak pesawat terbang ketika sedang asyik bercocok tanam.
Inilah sebenarnya gambaran yang sangat jelas dari bagaimana miskinnya kita mengelola sistem transportasi udara. Hal yang sama, tidak lebih dan tidak kurang terjadi pada sistem moda transportasi lainnya seperti angkutan darat, laut dan lebih-lebih kereta api. Bisa dikatakan, setiap hari kita bisa membaca di koran tentang terguling nya kereta api.
Pertanyaannya adalah mengapa hal tersebut bisa terjadi. Banyak sekali alasan yang dapat diberikan sebagai pemaaf, bahwa memang hal tersebut kemudian terjadi. Mulai dari rel yang sudah tua, cuaca yang buruk, landasan pacu yang terlalu pendek, pesawat tua dan banyak lagi. Soal mencari alasan, mungkin kita tidak ada yang dapat menyainginya. Kita memang sudah menjadi kampiun dalam mencari kambing hitam.
Jauh sekali dari niat untuk mentertawakan diri sendiri atau lebih-lebih menjelek-jelekan bangsa sendiri, akan tetapi kita seharusnya prihatin dan segera bertindak secara nasional “bangun” menertibkan masalah ini.
Hal yang sangat mendasar dari begitu banyak terjadinya kecelakaan adalah rendahnya atau mungkin lebih tepat dikatakan tidak adanya “disiplin” dari kita semua untuk mau menuruti peraturan-peraturan yang ada. Sederhana sekali masalahnya, mengapa ada orang di dekat “runway”? Ketentuan, peraturan dan atau regulasi tentang seberapa jauh dari landasan pacu tidak diperkenankan adanya kegiatan lain selain yang berhubungan langsung dengan kegiatan penerbangan sudah ada peraturannya. Koq ada orang bercocok tanam pada jarak yang kurang dari 200 meter dari ujung landasan? Sekali lagi disinilah antara lain akar permasalahannya. Melanggar aturan sudah menjadi kebiasaan yang kemudian menjadi sesuatu yang dibiarkan tidak hanya oleh orang lain akan tetapi bahkan oleh petugas yang seharusnya mengawasi dan bertanggung jawab terhadap pelanggaran yang terjadi.
Melanggar aturan ? ah biasa, emang nya kenapa ? Hal ini sudah menjadi darah daging kita semua. Mungkin kalau ada orang yang mencoba mematuhi aturan yang berlaku maka akan segera terlihat aneh. Refleksi dari ini dapat kita saksikan pagelarannya setiap hari dan dalam setiap kegiatan. Di jalan raya ? jangan ditanya lagi. Sekarang ini kita sudah tidak tahu lagi mana jalan yang satu arah dan mana jalan yang dua arah. Mana jalur sepeda motor dan mana jalur mobil dan mana jalur busway. Sebentar lagi kita tidak tahu lagi lampu merah itu harus berhenti atau harus jalan?
Apalagi kalau sudah berbicara tentang ulah sopir angkot, kita tidak tahu lagi mana yang jalan raya dan mana yang trotoar. Kalau coba ditanya mengapa? Jawabannya adalah : bagi sopir angkot yang mencoba untuk mematuhi aturan, maka jelas apa hasilnya, yaitu dia tidak akan dapat memenuhi setoran alias dia bukannya pulang bawa duit akan tetapi justru harus bayar kepada majikannya. Hal ini yang seorang teman saya katakan bahwa :
”kalau kita berada di negara maju, kemudian kita melanggar aturan maka mati lah kita.
Di sini ? kalau kita coba mematuhi aturan maka matilah kita”. Ada yang lebih halus mengatakan :
” apabila Great Britain Rules the Waves maka kita Waves the Rules”.
Apapun itu , akan tetapi yang jelas disiplin memang tidak ada di masyarakat kita. Kita harus berani mengakui bahwa dalam masyarakat kita disiplin memang tidak hadir. Dapat dipastikan bahwa hampir disetiap pertemuan atau rapat di tempat resmi apalagi yang non formal ,99,9% tidak ada yang berlangsung tepat waktu. Lebih celaka lagi, apabila ada yang berusaha untuk datang tepat waktu maka akan menjadi bahan tertawaan peserta lainnya.
Disiplin memang tidak mungkin dibangun hanya dengan mengharapkan kesadaran dari setiap orang. Disiplin harus ditegakkan dengan tegas dan keras. Tegas dan keras dalam arti disiplin harus parallel dengan berjalannya pengawasan yang ketat. Pengawasan yang ketat akan sia-sia apabila tidak diikuti dengan ”law enforcement”, penegakkan hukum yang tanpa pandang bulu dan menumbuhkan efek ”jera”. Sudah siapkah kita untuk itu ? Apabila belum, maka janganlah coba-coba bermimpi negara kita akan makmur, sejahtera, aman tenteram kerta raharja.
Salah satu ukuran dari negara yang sejahtera adalah sistem transportasinya. Mudah sekali melihatnya. Apabila sistem trasnportasi suatu negara terbangun dengan baik, maka dapat dipastikan bahwa negara tersebut adalah negara yang makmur dan sejahtera. Karena mengelola sistem transportasi nasional suatu bangsa adalah refleksi dari baik atau buruk nya mereka mengelola negaranya. Tidak ada satu negara yang maju yang memiliki sistem transportasi yang amburadul. Sebaliknya tidak ada negara yang amburadul yang memiliki sistem transportasi yang baik. Sudah waktunya kita berubah, agar kedepan kita tidak usah membuat rambu peringatan yang berbunyi :
”Awas….ketabrak pesawat terbang !”
catatan : tulisan ini pernah saya turunkan ditahun 2008 pada salah satu media cetak di Jakarta.
2 Comments
yach, bisa juga ya ada tabrakan antar pesawat di angaksa ya?
padahal langit kan luas sekali ya pak?
wah, saya juga sedang tertarik membahas ATC lo pak..
pengen tahu pengaturannya bagaimana agar tidak tertabrak..
kalau boleh tahu,dimana lagi saya bisa mendapatkan referensinya ya pak?
saya ingin menyusunnya menjadi tugas kuliah saya,saya kuliah di matematika universitas jenderal soedirman purwokerto..
terimakasih atas informasinya..
Bisa dilihat juga di kompasiana.com ada beberapa tulisan saya tentang keudaraan, terimakasih, salam, CH.