Pagi tadi, tumben saya menerima WA dari sahabat di Malaysia yang berbunyi : As Salam Pak Chappy, heartiest Congratulations on N219 transport most successful project. Panjang umur Insyaallah kita jumpa nanti. Agak kurang jelas, WA itu dikirim dalam rangka apa atau sebagai respon dari apa. Saya sebut juga tumben karena memang sudah cukup agak lama tidak terima kabar dari sahabat tersebut. Kemungkinan besar, sahabat saya itu baru membaca berita tentang pesawat N-219 akan tampil “statis” di Singapore Airshow yang akan diselenggarakan pada tanggal 11 sampai dengan 16 Februari 2020. Biasanya memang kami kerap sesekali bertemu di berbagai kesempatan Airshow baik di Paris, Farnborough, Singapura dan atau di Lima Malaysia. Kali ini, di tahun 2020 karena tidak ada yang “baru”, saya tidak berencana untuk menghadiri Airshow di Singapura .
Kembali kepada ucapan dalam WA sahabat saya yang mengatakan Heartiest Congratulation on N219 transport most successful project, sejujurnya langsung membuat hati saya sebagai orang Indonesia yang berkiprah dibidang kedirgantaraan serta merta berbunga-bunga penuh kebanggaan. Dibalik hati yang berbunga-bunga itu, jauh didalam sanubari sebenarnya saya merasa sangat khawatir tentang proyek N-219 yang disebut sahabat saya itu sebagai most successful project. Mudah-mudahan kekhawatiran saya ini tidaklah benar adanya. Dengan sumber informasi yang sangat terbatas yang dapat saya peroleh, maka sebenarnya ada banyak hal yang menggiring hati saya menjadi khawatir. Sekali lagi mudah-mudahan tidak benar adanya. Andaikata benar pun, semoga sudah diambil langkah-langkah yang tepat untuk dapat mengatasinya, yang saya terlambat mengetahuinya.
Pesawat N-219 adalah pesawat terbang ringan bermesin dua dan dapat membawa 19 penumpang dengan total beban sebanyak 2,3 Ton. Pesawat N-219 adalah pesawat terbang yang mirip-mirip dengan pesawat Twin Otter yang dulu banyak dioperasikan oleh MNA, Merpati Nusantara Airlines di Indonesia Timur khususnya Papua. Pesawat sejenis ini dalam banyak tulisan saya telah saya sebut sebagai “the aircrfat of choice” bagi Indonesia sebagai sebuah negara yang sangat luas dan berbentuk kepulauan. Tidak hanya sebagai negara yang berbentuk kepulauan, akan tetapi juga infra struktur penerbangan yang kita miliki, mayoritas masih sangat sederhana. Dengan kondisi yang seperti itu maka kondisinya memang baru dapat digunakan sebagai sarana pendukung yang sangat tepat bagi jenis pesawat terbang sekelas N-219 saja.
N-219 sudah terdengar sejak tahun 2006 sebagai sebuah pesawat terbang yang dipromosikan ketika itu oleh Depanri (Dewan Penerbangan dan Antariksa Republik Indonesia) yang di awalnya mendapat kesulitan karena dukungan dana yang dapat diberikan oleh Bapenas tidak mencukupi. Saya ingat benar karena saya pernah di undang Depanri beberapa kali dalam seminar yang membahas tentang gagasan untuk memproduksi pesawat terbang sekelas N-219. Sayangnya, beberapa waktu kemudian suara tentang N-219 mulai menghilang sayup-sayup yang diikuti dengan realita dibubarkannya lembaga Depanri itu sendiri.
Pada tahun 2014 LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional) mengumumkan bahwa telah memperoleh anggaran berlebih sehingga dapat melanjutkan proyek N-219 dengan memproduksi prototype nya.(Penjelasan Ka LAPAN Thomas Djamaluddin). Tentu saja ini merupakan berita menggembirakan bahwa ternyata proyek N-219 Depanri dilanjutkan oleh LAPAN. Lebih menggembirakan lagi adalah ketika Airshow di Singapura tahun 2018 pesawat N-219 yang masih belum diproduksi itu ternyata sudah kebanjiran pesanan yaitu sebanyak 75 unit. Tentu saja dengan telah dipesan sebanyak 75 unit di Airshow Singapura tahun 2018, maka harapannya adalah pada Airshow Singapura 2020 para pemesan sudah layak untuk dapat menyaksikan “dynamic-show” alias demo terbang dari pesawat terbang N-219. Tetapi pada kenyataannya penjelasan resmi dari PTDI yang beredar dalam banyak pemberitaan hanya mengatakan bahwa pada Februari nanti N-219 akan tampil statis pada arena Singapore Airshow 2020. Tidak ada penjelasan yang menyebutkan tentang mengapa tidak ada sesi demo terbang dari pesawat N-219 pada Singapore Airshow nanti. Mudah-mudahan saja hal tersebut tidak terkait dengan hal persyaratan teknis yang memang harus dipenuhi untuk dapat tampil dalam sebuah perhelatan bergengsi seperti dalam panggung sekelas Airshow Internasional. Persyaratan teknis dalam hal ini adalah antara lain bahwa demo terbang yang akan dilakukan tersebut tidak membahayakan.
Harapan lebih jauh lagi adalah, semoga N-219 ini benar-benar dapat memposisikan PTDI sebagai sebuah pabrik pesawat terbang kebanggaan Indonesia. Janganlah sampai terjadi lagi seperti apa yang dialami pesawat terbang CN-235 yang sebenarnya sudah melaju mengarah keposisi sebagai produk unggulan, akan tetapi kemudian “mandeg” ditengah jalan. Satu Skadron armada CN-235 di Angkatan Udara kini sudah tiada ada kabarnya lagi, masih ada 1 a 2 yang dapat terbang akan tetapi pada umumnya kesulitan dukungan Spare Part dari Produsennya. Negara tetangga yang sempat menggunakan CN-235 dengan penuh kebanggaan juga sudah mengeluh tentang sulitnya memperoleh suku cadang dari PTDI untuk dapat mempertahankan CN-235 tetap mengudara. Armada CN-235 di MNA (Merpati Nusantara Airlines) tidak saja pesawatnya yang tidak terbang lagi akan tetapi MNA sebagai sebuah Maskapai Penerbangan Perintis konon sudah bangkrut. Sekali lagi jangan sampai N-219 akan menjalani nasib yang sama dengan CN-235.
Berikutnya yang cukup memprihatinkan adalah ditengah-tengah berkembangnya harapan besar tentang produksi pesawat terbang keluaran PTDI, muncul berita yang memuat pernyataan dari Menteri Keuangan di tahun 2019 yang menyebutkan bahwa PTDI adalah termasuk salah satu dari 7 perusahaan BUMN yang sudah menerima PMN (Penyertaan Modal Negara) namun masih mengalami kerugian. Sangatlah sulit membayangkan sebuah pabrik pesawat terbang yang tengah mengalami kerugian dapat mencapai sukses dalam mempromosikan produk versi terbarunya. Disisi lain proses kaderisasi para profesional pendukung sebuah pabrik pesawat terbang sudah tidak terdengar lagi sejak almarhum Habibie meninggalkan tugasnya di PTDI dikisaran tahun 1990-an. Demikian pula proses peremajaan peralatan canggih yang dibutuhkan bagi sebuah pabrik pembuat pesawat terbang tidak diketahui berjalan sesuai kebutuhan.
Sampai disini, maka pada realitanya perjalanan negeri ini untuk dapat tampil sebagai salah satu negara pada jajaran terkemuka yang memiliki kemampuan memproduksi pesawat terbang masih akan menghadapi banyak tantangan besar. Berita mencerahkan dari WA sahabat saya tentang industri penerbangan nusantara yang menyampaikan “Heartiest Congratulations on N219 transport most successful project.” ternyata masih harus menunggu jawaban tentang kepastiannya dan hanya “sang waktu” saja yang sanggup untuk memberikan jawaban yang kongkrit.
Teriring doa semoga sudah ada jurus pamungkas di PTDI untuk mengatasi semua tantangan yang menghadang, sehingga N-219 benar-benar dapat tampil sebagai sebuah produk unggulan, kebanggaan bangsa menuju kepada, seperti yang disampaikan sobat saya orang Malaysia sebagai “transport most successful project”
Jakarta 1 Februari 2020
Chappy Hakim, Pusat Studi Air Power Indonesia