Pada hari Kamis tanggal 3 Oktober 2019 telah dilaksanakan pertemuan rutin bulanan (Monthly Meeting) Pusat Studi Air Power Indonesia (PSAPI). Monthly Meeting PSAPI kali ini, atas budi baik teman-teman wartawan Kementrian Perhubungan , dilangsungkan di Press Room Forum Wartawan Perhubungan (Forwahub) Gedung Cipta, Lantai Dasar Kementrian Perhubungan Jalan Merdeka Barat no 8 Jakarta Pusat.
Pertemuan ke 10 PSAPI di bulan Oktober 2019 menjadi istimewa, karena selain dihadiri oleh para peserta anggota PSAPI dihadiri pula oleh teman-teman Forwahub. Istimewa, karena diskusi yang diselenggarakan dapat langsung diikuti secara terbuka oleh wartawan perhubungan sehingga terjadi interaksi antara para praktisi dan akademisi bidang kedirgantaraan dengan awak media yang biasa meliput berita-berita kedirgantaraan.
Sebagian besar waktu yang tersedia siang hari itu habis digunakan berdiskusi tentang FIR diatas wilayah kepulauan Riau yang sudah lama menjadi isu kontroversial. Menarik dicermati karena materi bahasan yang sensitif ini di bedah tuntas baik dalam perspektif Hubungan Internasional, Hukum Udara, Pertahanan Keamanan Negara serta praktek-praktek yang terjadi di lapangan. Penjelasan yang diberikan antara lain oleh Dr Makarim Wibisono, Dr SupriAbu, Capt, S. Nababan dan Capt Christian Bisara serta Marsdya Purn Eris Heriyanto banyak menambah pengetahuan dan juga membuka wawasan para peserta diskusi.
Khusus tentang FIR terlihat disepakati bersama bahwa masalah yang kontroversial tersebut memerlukan kesatuan pemahaman terlebih dahulu sebelum Indonesia berniat membicarakannya dengan pihak Singapura. Titik penting yang disoroti adalah bahwa FIR tidak bisa dipisah-pisah pengertiannya bahwa hal tersebut hanya persoalan International Aviation Safety belaka yang tidak ada hubungannya dengan kedaulatan negara. Dalam persoalan FIR akan selalu terkandung didalamnya tentang Keselamatan Terbang, tentang Hubungan Internasional dan mengenai Kedaulatan Negara. Khusus Kedaulatan Negara di Udara dipastikan secara Internasional acuannya adalah Konvensi Chicago 1944 yang menyebutkan bahwa kedaulatan negara di udara Komplit dan Eksklusif. Demikian pula tentang terminologi “traditional training area” yang tidak dikenal dalam Hukum Internasional dan sama sekali tidak ada referensi atau rujukan bagi dasar hukumnya.
Selain masalah FIR, diskusi membahas pula tentang aspek keselamatan penerbangan di Papua serta posisi Indonesia dalam dinamika keanggotaannya di ICAO (International Civil Aviation Organization). Dengan keterbatasan waktu, maka beberapa catatan penting telah dimasukkan dalam jadwal pertemuan bulanan berikutnya di bulan Nopember untuk dibahas.
Yang menggembirakan dalam pertemuan kali ini adalah, seperti pada pertemuan-pertemuan sebelumnya, semangat dari para peserta diskusi “sangat tinggi” dalam membahas banyak masalah penerbangan . Hal tersebut terlihat dari jadwal waktu yang “hanya” 2 jam ternyata memang sulit untuk dapat memfasilitasi kesemua itu. Sampai Jumpa pada pertemuan berikutnya di bulan Nopember.
Jakata , Kamis 3 Oktober 2019
Chappy Hakim
Pusat Studi Air Power Indonesia.