Hari Senin tanggal 19 Agustus 2019 di pagi hari saya menerima WA dari Mbak Tien, sahabat saya yang mengabarkan berita duka tentang telah meninggalnya Eppi Supriadi bin Onny Partawidjaja di Rumah Sakit MMC Jakarta Pusat. Inalilahi Wa inailaihi Rojiun, kami berdoa semoga Eppi diampuni segala dosa-dosanya, diberikan tempat yang terbaik disisiNya dan keluarga yang ditinggalkan diberikan kekuatan dalam mengahadapi ini semua Amin YRA.
Berawal dari seorang teman, satu angkatan saat di Akabri Udara mengenalkan saya dengan Eppi dan keluarganya pada 51 tahun yang lalu. Sebuah perjalanan panjang dari persahabatan yang sejak semula sudah bersandar kepada tali hubungan yang diikat oleh “rasa perduli dengan ujud saling menghormati dan menghargai” . Walau Eppi bersekolah di SMA 6 dan saya di SMA 9 akan tetapi kami sama-sama di SMA jalan Bulungan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan lulus pada tahun 1966. Kedua SMA yang berada dalam satu Gedung bangunan itu kini telah tiada.
Saya dengan Eppi dan keluarganya sangat dekat sebagai kawan dan sahabat. Demikian pula Eppi dengan keluarga saya. Saya dan Eppi bersahabat sejak sama-sama masih “jomblo” sampai masing-masing kami sudah punya cucu yang lucu-lucu dan tengah mulai beranjak dewasa. Masih segar dalam ingatan tentang bagaimana Eppi yang sejak lulus SMA telah dengan sangat berani memutuskan untuk tidak bekerja sebagai pegawai negeri atau pegawai swasta akan tetapi berusaha mandiri sebagai wiraswasta. Eppi merintis berdirinya Radio Suara Kejayaan dengan mengembangkan kreativitas dan inovasi sendiri yang di tahun 1960-an masih sedikit sekali anak-anak muda yang berpikiran seperti itu. Keputusan mandiri dalam membangun sebuah kehidupan sejatinya adalah sebuah keputusan yang berani, dan itu dilakukan oleh Eppi. Radio Kejayaan yang didirikannya sangat sukses dan banyak menghasilkan tokoh terkenal yang kemudian berkiprah sebagai penyiar dan komedian di berbagai media, TVRI dan juga Televisi Swasta lainnya. Sekali lagi Eppi telah mengambil sebuah keputusan berani yang penuh perhitungan dalam menjalani hidup yang penuh tantangan dan berhasil meraih sukses. Sungguh sebuah keteladanan yang patut dihargai.
Pada lebih kurang pertengahan bulan Juli saya menerima kabar Eppi tengah dirawat di Rumah Sakit. Saya memerlukan datang untuk besuk, dan menjumpainya di kamar perawatan tengah ditemani oleh anak-anaknya. Tini sang isteri yang setia tengah mengurus keperluan perawatannya di luar rumah sakit, ketika itu. Terbayang betapa repot dan sibuknya isteri dan anak-anak pada saat Sang Ayah tercinta harus menjalani perawatan di rumah sakit. Sama sekali tidak menyangka bahwa perjumpaan saya dengan Eppi dikala itu telah menjadi perjumpaan yang terakhir kalinya. Masih terbayang dengan segar saat-saat bercengkarama dengan Eppi dan teman-teman dekatnya, bercanda penuh tawa dan humor yang selalu menyertai dalam pembahasan dengan topik apapun.
Di pagi hari yang cerah itu saya masih sempat melihat Eppi untuk terakhir kalinya di ruang jenazah rumah sakit, ditemani oleh Yan Partawidjaja, sang adik dan juga Richard. Siang harinya saat prosesi pemakaman di TPU Jeruk Purut saya sempat berjumpa dengan Tini sang isteri dan anak-anaknya, sekaligus menyampaikan rasa turut berduka cita yang mendalam. Kami semua merasa kehilangan dengan perginya Eppi yang terasa begitu cepat. Namun, sebagai umat yang beragama kami percaya semua itu adalah sudah merupakan kehendak yang Maha Kuasa. Inalilahi Wainailaihi Rojiun.
Kini, Eppi telah tiada meninggalkan kita semua menghadap sang Illahi. Semuanya telah menjadi kenangan, sebuah kenangan manis persahabatan antar teman yang sudah nyaris erat laksana keluarga sendiri. Selamat Jalan Eppi, Selamat Jalan sahabatku.
Jakarta 21 Agustus 2019
Chappy Hakim