Pesawat terbang Boeing–737 Max 8 dari maskapai penerbangan Lion Air JT-610 yang berangkat dari Jakarta dengan tujuan Pangkal Pinang berakhir tragis di perairan laut Jawa pada Kawasan utara Karawang.
Peristiwa menyedihkan itu terjadi di pagi hari Senin yang cerah tanggal 29 Oktober 2018, memakan korban 189 orang yang terdiri dari para penumpang dan kru pesawat. Kita semua bersedih dan segera mempertanyakan mengapa kecelakaan itu bisa terjadi di tengah-tengah kemajuan teknologi penerbangan yang begitu pesat terutama dalam hal keselamatan penerbangan.
Hal mendasar dalam dunia penerbangan adalah bahwa sebuah operasi penerbangan harus dilakukan oleh orang-orang yang berkompeten dalam bidangnya dan terlatih dengan baik untuk bekerja sebagai sebuah tim yang solid.
Hal mendasar lainnya adalah bahwa dalam dunia penerbangan dituntut sikap yang mapan dalam mematuhi semua aturan, ketentuan, regulasi dan prosedur yang berlaku tanpa kompromi. Itu sebabnya maka semua kegiatan dalam dunia penerbangan membutuhkan sebuah mekanisme pengawasan yang ketat.
Dalam kondisi yang seperti itu, bila terjadi pelanggaran terhadap ketentuan, aturan, regulasi dan prosedur maka harus dijatuhkan sanksi hukuman yang setimpal.
Persoalan penerbangan komersil
Apa yang sebenarnya terjadi dalam dunia penerbangan kita belakangan ini? Kecelakaan tragis yang terjadi di hari Senin yang naas itu hanyalah sebuah tampilan dari sekian banyak permasalahan dalam dunia penerbangan kita sepanjang 10 sampai dengan 18 tahun terakhir ini.
Dunia penerbangan sipil komersial di Indonesia memang sedang tumbuh dengan “luar-biasa” dalam satu sisi saja yaitu pertumbuhan jumlah penumpang yang meningkat sangat tinggi setiap tahunnya.
Sayangnya, pertumbuhan jumlah penumpang ini tidak atau kurang diiringi upaya sejajar dalam mempersiapkan jumlah SDM dengan pendidikan dan latihan di bidang penerbangan sesuai kriteria yang dibutuhkan.
Pada sisi lainnya, kesiapan infrastruktur penerbangan di Indonesia juga terlihat kurang berkembang sesuai tuntutan tingkat pertumbuhan jumlah penumpang pesawat terbang. Pertumbuhan jumlah penumpang pesawat terbang setiap tahun tidak terjadi dengan tiba-tiba, tapi bertahap. Salah satu pemicunya adalah fenomena “penerbangan murah” yang melanda dunia pada dua dekade terakhir.
Untuk dipahami bersama bahwa biaya operasi penerbangan adalah sangat mahal. Perusahaan penerbangan yang menjual tiket dengan harga murah patut mendapatkan pengawasan ekstra ketat agar strategi marketing tiket murah itu tidak bersinggungan dengan biaya mahal dari sebuah operasi penerbangan yang memprioritaskan aspek “keselamatan terbang”.
Secara teori memang dapat saja dikatakan bahwa menjual tiket murah (sebagai sebuah strategi marketing modern) tidak ada hubungan langsung dengan penurunan tingkat keselamatan penerbangan. Namun, mencermati apa yang terjadi di Indonesia, keluhan penumpang banyak terjadi atas layanan maskapai berbiaya murah. Berulangkali terjadi penumpang “mengamuk” karena tidak mendapat penjelasan dari petugas soal delay yang berkepanjangan.
Demikian pula bila dibuat grafis dari rekam jejak terjadinya kecelakaan pesawat terbang, akan terlihat bahwa kecelakaan lebih banyak terjadi pada maskapai yang berbiaya murah. Dari dua hal ini, maka sulit untuk dapat membantah kesimpulan yang diperoleh orang awam bahwa tiket murah menjadi indentik dengan rendahnya pelayanan dan potensi terjadinya kecelakaan.
Pesawat super modern dari sebuah maskapai penerbangan yang sama telah jatuh masuk ke laut pada tahun 2013 di Bali dan tahun 2018 di Jakarta plus beberapa kejadian kecelakaan lainnya pasti menuntut penjelasan yang masuk akal tentang apa yang menjadi unsur utama penyebabnya.
Setiap terjadi kecelakaan transportasi, maka instansi yang memiliki otoritas menyelidiki tentang penyebab terjadinya kecelakaan adalah KNKT (Komite Nasional Keselamatan Transportasi).
Sayangnya, sampai sekarang ini kita tidak tahu apa langkah-langkah lanjutan yang dilakukan setelah hasil penyelidikan itu keluar. Salah satu penyebabnya adalah karena memang di Indonesia belum ada institusi resmi yang menindaklanjuti hasil penyelidikan penyebab kecelakaan yang dilakukan oleh KNKT.
Tindak lanjut dalam menjatuhkan sanksi apabila ditenggarai ada pelanggaran atau kelalaian yang terjadi. Yang jelas adalah bahwa dunia penerbangan kita saat ini tengah menghadapi masalah serius dalam ketersediaan SDM penerbangan yang berkualitas dan sarana infrastruktur penerbangan.
Sekarang ini penerbangan di Jakarta, Cengkareng dan di Halim (yang sebenarnya tidak diperuntukkan bagi penerbangan sipil komersial) telah mencapai ribuan jumlahnya dalam satu hari. Penanganan terhadap pesatnya pertumbuhan penumpang di Cengkareng tidak dilakukan dengan meneliti terlebih dahulu apa latar belakang dan akar permasalahan dari penyebabnya.
Yang dilakukan adalah “hanya” memindahkan kelebihan slot penerbangan dari Cengkareng “untuk sementara” ke Halim. Yang terjadi kemudian justru penambahan slot penerbangan di Halim.
Pengelolaan penerbangan
Tentang tumpang tindihnya pengelolaan penerbangan sipil dan militer yang berkait dengan pertahanan keamanan negara sebenarnya sudah diantisipasi sejak tahun 1950-an.
Ada Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1955 tentang Dewan Penerbangan yang dalam penjelasan umumnya ditegaskan dengan sangat jelas sekali sebagai berikut: (dikutip dalam teks aslinya) Dalam keadaan sekarang dirasa perlu sekali untuk mengkoordinir politik penerbangan sipil dan politik penerbangan militer, jang kedua-duanja tidak terlepas dari politk dan ekoniomi negara.
Rasanja tidak dapat dipertahankan lagi, keadaan di masa politik penerbangan (baik sipil maupun militer) melulu dilakukan oleh salah-satu Kementrian (Kementrian Perhubungan atau Kementrian Pertahanan), walaupun keadaan itu didasarkan atas Undang-undang Penerbangan jang sekarang masih berlaku. Dengan demikian, mencermati kecelakaan pesawat terbang yang terjadi di negeri ini, ada dua hal yang sangat prinsip yang harus dilakukan dengan segera.
Pertama, kita membutuhkan institusi (semacam Mahkamah Penerbangan) yang tugasnya menindaklanjuti hasil penyelidikan yang dilakukan oleh KNKT dalam sisi mekanisme menjatuhkan “sanksi profesi”. Kedua, kita butuh Dewan Penerbangan yang akan berperan dalam memberikan masukan pada tataran strategis agar kebijakan yang diputuskan dalam masalah-masalah penerbangan nasional tidak akan berdampak pada munculnya masalah besar di lapangan.
Bila kedua hal ini dan juga beberapa masalah penerbangan secara fundamental tidak memperoleh perhatian yang cukup, maka kecelakaan demi kecelakaan tidak mustahil akan terjadi lagi.