SETELAH menurunkan tulisan dengan judul Malas Membaca yang dituangkan dalam 2 tulisan, saya ingin berbagi pula pemikiran tentang malas menulis. Mungkin tulisan-tulisan ini nantinya akan dikumpulkan oleh Bung Pepih dalam satu folder khusus yang bertajuk dengan “serial malas”. Malas adalah penyakit turunan yang melanda banyak orang Indonesia. Apakah benar demikian, tentunya masih memerlukan penelitian yang intensif oleh para ahli genetika barangkali. Tidak bermaksud untuk memperdalam masalah ini, akan tetapi, bila kita jujur, maka realita yang ada menunjukkan bahwa sebagian besar dari kita adalah memang pemalas.
Menulis, bisa gampang dan bisa juga sulit. Tergantung dari apakah kita mau melakukannya atau tidak. Terlepas dari itu, ada satu hal yang membedakannya dengan membaca. Membaca, mungkin hanya tergantung pada kemauan saja. Dalam arti bila kita mau membaca, ya kita akan membaca. Persoalan atau masalah apakah bahan bacaan itu akan bermanfaat atau tidak bagi yang membacanya itu adalah cerita lain lagi. Kesimpulannya, maka membaca, tidak usah dengan persyaratan yang banyak, tinggal kita mau apa tidak membaca, selesailah urusannya.
Sekarang, tentang menulis. Menulis adalah keterampilan atau skill. Menulis disini adalah dalam konteks menuangkan sesuatu idea atau pemikiran atau pengalaman atau apa saja dalam bentuk tulisan. Mengenai apakah tulisan itu nantinya mudah dimengerti, enak dibaca dan lain sebagainya itu adalah persoalan lain lagi. Membuat tulisan untuk dapat dimengerti dengan mudah oleh orang lain, dan juga untuk dapat menjadi enak dibaca, biasanya sangat tergantung kepada kemampuan seseorang dalam bertutur. Tidak mutlak seperti itu, akan tetapi biasanya memang demikian, walaupun cukup banyak dijumpai orang-orang yang sulit untuk bertutur akan tetapi sangat piawai dalam menulis.
Namun sekali lagi harus diingat, bahwa menulis itu adalah keterampilan atau skill. Keterampilan atau skill, membutuhkan “jam terbang” untuk mencapai kualitas tertentu, semakin sering menulis maka akan semakin meningkatlah kemampuan orang dalam membuat suatu tulisan. Ketrampilan seperti ini menurut Parni Hadi, Direktur RRI, biasanya dikenal juga dengan istilah “story telling skill”
Seperti kegiatan-kegiatan lainnya dalam hidup ini, maka menulis pun akan sangat tergantung kepada apa yang dikenal dengan “motivasi”. Selama seseorang mempunyai motivasi yang tinggi untuk menulis, maka dapat dipastikan dia akan dengan mudah menulis setiap hari. Masalahnya kemudian adalah bagaimana kita dapat memperoleh motivasi atau apakah yang dapat merangsang kita untuk termotivasi sehingga menjadi semangat untuk menulis. Salah satu yang sangat penting dan kita semua patut mengucapkan terimakasih adalah munculnya wadah yang bernama “Kompasiana.com” ini, dengan saudara Taufik Mihardja, Edi Taslim, Iskandar, dan Pepih Nugraha serta teman-teman lain yang mengawakinya.
Kompasiana.com telah menjadi motivator bagi banyak orang untuk mau menulis. Karena wadah inilah, maka akan banyak orang yang berminat untuk menulis. Dengan makin banyak orang menulis, dan juga semakin sering orang menulis, maka akan semakin terasah lah kemampuannya menulis. Akhirnya , maka akan bertambahlah jumlah penulis bangsa Indonesia. Dengan bertambahnya jumlah penulis, tentunya sangat diharapkan akan bertambah jugalah jumlah orang terpelajar di Indonesia. Karena dengan menulis maka pengetahuan seseorang akan bertambah pula.
Bagaimana hubungannya antara kegiatan sering menulis dengan bertambahnya pengetahuan seseorang. Berikut ini saya ingin menceritakan kembali apa yang pernah dikatakan oleh salah seorang senior dan juga guru saya. Beliau adalah DR Wahyono Phd, seorang purnawirawan perwira tinggi Angkatan Laut berbintang dua. Menjelang akhir tahun 1992 , saya baru naik pangkat kolonel dengan jabatan Komandan Wing Taruna Akademi Angkatan Udara dan Pak Wahyono sudah berpangkat Laksamana Muda, setara dengan Mayor Jenderal, perwira tinggi bintang dua dan menjabat sebagai Komandan Jenderal Akabri.
Saya banyak berdiskusi dengan beliau untuk menimba pengetahuan yang banyak dimilikinya. Beliau adalah satu dari sangat sedikit perwira tinggi ABRI yang menyandang gelar Phd dan merupakan salah satu pendiri SMA Taruna Nusantara di Magelang. Pak Wahyono juga satu dari sangat sedikit Perwira Tinggi ABRI yang selalu menganjurkan para perwira yuniornya untuk menulis. “Ayo, kamu para perwira muda harus banyak menulis dan menulis!” katanya tanpa bosan-bosan.
Beliau dengan susah payah pada waktu itu telah menyusun dan mempersiapkan AKABRI untuk menjadi lembaga pendidikan yang setara dengan lembaga pendidikan lain yang dapat menghasilkan perwira dengan status “sarjana“, paling tidak dengan disiplin ilmu “kemiliteran“. Sayang, upaya beliau ternyata tidak mendapat dukungan yang positif dari pimpinan ABRI pada saat itu. Namun demikian, hal itu tidaklah mengurangi respect atau rasa hormat saya terhadap beliau.
Ada satu hal, yang pernah dikatakannya kepada saya pada waktu itu yang sampai sekarang tetap melekat dikepala saya. Beliau bercerita pada satu kesempatan menganjurkan kepada seorang perwira muda untuk menulis. Beliau kemudian sangat menyesal dan jengkel dengan jawaban yang diterimanya, karena perwira itu mengatakan bahwa : “Maaf, saya ini orang lapangan, tidak biasa menulis”.
Di sinilah pak Wahyono mengatakan kepada saya bahwa :”Uuntuk menulis itu, tidak tergantung kepada apakah perwira itu orang lapangan atau orang kantoran, akan tetapi akan sangat bergantung pada apakah kepala seseorang itu ada isinya atau tidak. Kalau kepala nya tidak ada isinya terus apa yang akan ditulisnya?” Agar supaya kepala ada isinya ya harus belajar dan belajar itu antara lain adalah membaca!
Inilah pernyataan pak Wahyono yang sampai sekarang tidak pernah pergi dari memori di otak saya. Jadi bagi kita semua, itulah jawaban yang tepat untuk sebuah pertanyaan :
” Malas Menulis ?”