Bagi para penumpang pesawat dalam negeri, tahun yang lalu sudah diberlakukan untuk diadakan pengecheckan apakah nama penumpang yang tercantum di “boarding pass” sama dengan identitas diri, dalam hal ini KTP atau ID card lainnya. Pengecheckan seyogyanya di lakukan pada saat “check in” dan juga pada saat “boarding”. Hal ini berlaku dan dilaksanakan dimana saja diseluruh dunia. Tujuannya sederhana saja, yaitu untuk memastikan bahwa orang yang berangkat menggunakan boarding pass itu adalah benar orang yang tertera namanya di “boarding pass” tersebut. Dengan demikian, apabila terjadi sesuatu, misalnya kecelakaan yang mungkin saja akan merengut nyawa sang penumpang, maka akan lebih mudah dalam proses identifikasi dan juga tentang ahli waris atau keluarga yang akan mengurusnya. Disisi lain, dengan pengecheckan itu , maka akan memudahkan pihak penguasa atau otoritas penerbangan mengendalikan praktek percaloan yang sering berlangsung terutama dalam musim padat penumpang pada hari-hari libur. Ironis nya, prosedur ini sudah lama tidak dilakukan lagi.
Proses naiknya penumpang ke pesawat di bandara-bandara kita khususnya jalur penerbangan dalam negeri tidak lagi memeriksa apakah nama di boarding pass sama dengan KTP atau ID card lainnya. Bagi penerbangan internasional, mereka pasti di check dengan paspornya, namun bagi para penumpang dalam negeri, para petugas belum melaksanakan check terhadap kartu identitas diri yang harus sama dengan apa yang tertera di “boarding pass”. Yang harus menjadi perhatian pula bagi otoritas penerbangan adalah, hal tersebut sangat membahayakan dalam konteks bila terjadi upaya-upaya pembajakan pesawat dan modus operandi terorisme lainnya. Demikian pula hal ini akan dapat mencegah terjadinya perbedaan nama , dari yang tercantum di manifest penumpang dengan penumpang sesungguhnya yang berangkat. Kita memang malas untuk melakukan hal-hal seperti ini. Nanti setelah ada kejadian seperti kecelakaan pesawat, baru ribut-ribut, dan kemudian barulah prosedur ini diberlakukan kembali.
Hal lainnya, yang juga kurang mendapat perhatian dari pihak otoritas penerbangan nasional adalah letak atau posisi kursi kelas ekonomi di pesawat-pesawat terbang kita khususnya yang berbiaya murah. Karena keinginan mendapatkan jumlah penumpang yang banyak, maka kursi disusun terlalu rapat satu dengan lainnya. Jangankan untuk memperoleh ruang gerak yang cukup dalam menghadapi keadaan darurat, untuk masuk menuju kursi saja sudah sangat kesulitan. Dapat dipastikan, bila pesawat berhubung dengan keadaan yang darurat harus melaksanakan “emergency landing“, maka sang penumpang tidak bisa mengambil sikap duduk darurat seperti yang dimaksud dalam “safety briefing” pada waktu pesawat akan “take off” atau seperti yang tertera dalam kartu penjelasan keadaan darurat yang terdapat di kursi penumpang. Jadi susunan kursi yang sudah sangat terasa tidak nyaman bagi para penumpang kelas ekonomi terutama di maskapai penerbangan berbiaya murah, sebenarnya harus mempertimbangkan pula aspek keamanannya. Janganlah hanya sekedar mencari keuntungan, kemudian mengorbankan sisi keamanan terbang. Kondisi seperti ini juga akan menyulitkan para penumpang untuk keluar pesawat, apabila terjadi kebakaran misalnya. Ruang tempat duduk yang sangat sempit bagi penumpang ini , sekali lagi janganlah sampai mengorbankan faktor keselamatan. Otoritas penerbangan seyogyanya melakukan pemeriksaan terjadwal secara acak terhadap letak kursi penumpang di pesawat-pesawat terbang komersial yang dioperasikan oleh maskapai penerbangan kita. Standar jarak kursi didalam kabin sudah ada aturannya, dan tidak ada alasan bagi maskapai penerbangan untuk melanggarnya. Sanksi yang berat terhadap pelanggaran ini harus diberlakukan , apabila kita memang ingin menegakkan disiplin yang keras demi terselenggaranya aspek keamanan terbang yang berstandar internasional.
Berikutnya tentang ketegasan awak kabin dalam mengawasi para penumpang, yang mungkin masih perlu ditingkatkan. Disiplin para penumpang kita, khususnya dalam penerbangan domestik masih sangat rendah. Handphone yang masih saja terdengar tidak dimatikan hampir selalu terjadi di setiap penerbangan. Yang sangat menyolok adalah terjadi pada saat penumpang baru memasuki pesawat dan juga pada saat pesawat baru saja mendarat. Demikian pula pada saat pesawat akan bersiap untuk parkir, pesawat belum benar-benar berhenti, para penumpang sudah berdiri dan mengurus bawaannya masing-masing. Penumpang memang belum menghayati tentang aturan-aturan yang diberlakukan didalam pesawat. Ditambah lagi keengganan para awak kabin untuk menegurnya, hal ini kemudian menjadi kebiasaan para penumpang untuk melanggar aturan. Disisi lain, masih juga terjadi, para awak kabin kita tidak melakukan check and recheck, pada saat-saat pesawat akan mendarat, terhadap para penumpang yang belum menegakkan sandaran kursi dan mengenakan sabuk pengaman. Sebagian sudah merasa cukup dengan membacakan saja pengumuman sebelum mendarat dan mengecheck nya sekali saja. Pada hal yang sering terjadi adalah, ada beberapa penumpang yang belum berada kembali di kursinya, dan ada juga yang memang tidak mau menegakkan sandaran kursinya dengan alasan tidak nyaman. Semua tentang hal ini memang membutuhkan kesadaran dari para penumpang itu sendiri, bahwa dengan mematuhi aturan, maka sebenarnya hal itu adalah untuk kepentingan dirinya sendiri. Para awak kabin sudah seharusnya tidak boleh ragu-ragu dalam hal menegur para penumpang tersebut, demi menegakkan aturan yang menyangkut keselamatan bersama.