Bulan lalu beredar berita tentang betapa amburadulnya terminal Bandara Soekarno- Hatta yang sudah dianggap mengancam keselamatan penumpang sehingga muncul wacana pemindahan sebagian penerbangan domestiknya ke Pangkalan Udara (Lanud) Halim Perdanakusuma.
Mari kita tinggalkan saja sejenak terminal Bandara Soekarno-Hatta yang memang sudah mirip wajah stasiun Kereta Api itu. Ada masalah yang lebih darurat untuk segera ditangani, selain keselamatan penumpang di terminal, yaitu keselamatan penerbangan itu sendiri.
Keselamatan penerbangan yang dimaksud di sini adalah keselamatan alur take off dan landing pesawat terbang di Aerodrome (Pelabuhan Udara) Soekarno-Hatta, Cengkareng.Saat ini,di Aerodrome Soekarno-Hatta sudah tidak tersedia weather radar dalam perangkat air traffic control (ATC) atau pengatur lalu lintas udara.
Dengan demikian, para pengawas di ATC tidak memiliki kemampuan menginformasikan kondisi cuaca yang akurat secara real time di kawasan take off dan landing Aerodrome Soekarno- Hatta. Kondisi radar lainnya (traffic radar) yang berfungsi untuk memonitor atau memantau lalu lintas penerbangan sudah tua karena sebenarnya sudah harus diganti dengan yang baru sejak lima tahun lalu. Transmitter atau pemancar radio dari menara pengawas kondisinya juga tidak jauh berbeda dengan traffic radar sehingga kerap instruksi yang diberikan pengawas traffic kepada pilot menjadi kurang jelas.
Para pengatur lalu lintas udara yang jumlahnya hanya 300 orang, dengan proses kaderisasi yang agak terhambat, merupakan permasalahan lain yang juga menuntut perhatian karena jam kerja mereka bisa bertambah, terutama untuk menangani lalu lintas udara pada jam-jam sibuk. Kekhawatiran tentang keselamatan penerbangan terutama terjadi pada jam-jam sibuk take off dan landing, yaitu di pagi hari antara jam 06.00 hingga 08.00 WIB dan petang hari antara pukul 16.00 hingga 20.00 WIB.
Menurut data, pada jam-jam sibuk Aerodrome Soekarno-Hatta harus menampung 67 pesawat per jam. Adapun kapasitas runwayyang tersedia hanya untuk menampung maksimum 52 pesawat per jam. Sekadar data tambahan, pada 2009 pergerakan pesawat per hari di Indonesia telah mencapai 3.534 yang dengan perkiraan pertumbuhan 5% saja, pada 2015 pergerakan pesawat per hari akan mencapai angka 4.510. Adapun pergerakan pesawat di Aerodome Soekarno- Hatta per tahun pada 2009 telah mencapai 111.000.
Dengan perkiraan pertumbuhan 5% per tahun, pada 2015 pergerakan pesawat akan menembus angka 156.000. Tidak begitu jelas, apa penyebab terlambatnya peremajaan alat bantu pengatur traffic di Bandara Soekarno-Hatta ini. Namun, konon, karena tindak lanjut dari UU penerbangan yang baru disahkan tahun lalu menyebutkan bahwa harus segera dibentuk ATC single provider (jasa pelayanan tunggal dari pengatur lalu lintas udara, yang selama ini terdapat lebih dari dua provider) dalam dua tahun setelah UU diundangkan.
Maka, proses peremajaan pun harus menunggu terbentuknya institusi tersebut. Adapun sampai saat ini, pembentukan ATC single provider statusnya “belum terdengar”. Yang turut memperparah traffic penerbangan pada take off dan landing adalah adanya restriksi (pembatasan) alur pesawat di atas kawasan Cengkareng serta Jakarta dan sekitarnya yang mengharuskan penerbangan pendekatan menuju runway 07 left dan 07 right harus dilakukan hanya dari satu arah tertentu saja.
Ini pula yang menyebabkan bertumpuknya antrian pesawat (bottle neck) dalam proses take off dan landing, terutama pada jam-jam sibuk tadi. Kondisi ini membuat para penerbang dan petugas pengatur lalu lintas udara harus super ekstra hati- hati. Keteledoran sedikit saja pasti akan berbuah fatal. Itulah sebabnya, sekuel take off dan landing di Aerodrome Soekarno-Hatta belakangan ini tidak pernah diberikan kepercayaan kepada para pilot yunior. Bahkan para pilot senior pun mengakui harus ekstra konsentrasi dan sangat melelahkan (fatigue) apabila melaksanakan misi penerbangan di Aerodrome Soekarno- Hatta.
Belum lagi keluhan para pilot akan hadirnya “layangan” di bulan-bulan tertentu pada alur final approach runway Soekarno- Hatta (alur menjelang pendaratan) dan gangguan asap rutin yang terjadi di bulan-bulan lain sebagai akibat dari permainan mercon dan petasan di sekitar Aerodrome Soekarno-Hatta. Khusus untuk hal ini, pihak otoritas pelabuhan udara (airport authority) memang telah membentuk tim yang melakukan pendekatan kepada penduduk setempat yang bermukim di sekitar pelabuhan udara.
Keseluruhan hal di atas menuntut kita semua untuk segera mengambil langkah segera untuk mengatasi permasalahan yang tidak sederhana dan membahayakan keselamatan terbang tersebut. Perhatian yang cukup besar dari pemerintah terhadap dunia penerbangan akhir-akhir ini juga perlu ditindaklanjuti agar kondisi yang “membahayakan” di Aerodrome Soekarno-Hatta (yang tidak atau kurang terekspos) dapat cepat ditangani.
Sulit untuk dibantah bahwa dalam soal take off dan landing di Aerodrome Soekarno-Hatta dibutuhkan para penerbang “jagoan” dan pengatur lalu lintas udara yang “super terampil”. Tentang ini, konon para penerbang Singapore Airlines yang akan dicek kualifikasinya sebagai captain pilot, ajang ujiannya adalah di Aerodrome Soekarno- Hatta. Bila mampu take off dan landing di aerodrome ini dengan mulus, dipastikan sang captain pilot tidak akan menemui kesulitan apa pun untuk take off dan landing di aerodrome mana saja di seluruh dunia!
Chappy Hakim
Penerbang, Pemegang ATPL
(Airlines Transport Pilot Licence) No 2391
Dikutip dari Halaman 6 Koran Seputar Indonesia terbitan hari ini, Selasa 16 Nopember 2010
20 Comments
Tulisan yang bagus pak…maju terus demi kemajuan penerbangan kita dan keselamatan banyak orang terutama orang indonesia
makasih banyak Bung Cahyo !
“konon para penerbang Singapore Airlines yang akan dicek kualifikasinya sebagai captain pilot, ajang ujiannya adalah di Aerodrome Soekarno- Hatta. Bila mampu take off dan landing di aerodrome ini dengan mulus, dipastikan sang captain pilot tidak akan menemui kesulitan apa pun untuk take off dan landing di aerodrome mana saja di seluruh dunia!”
hah.. gila parah bener ya pak?
Begitulah adanya ! Makasih. Salam.
Rata2 2 minggu sekali sy bepergian, selama ini mulus2 sj di soetta, setelah baca ini jd was2, terutama kalau cuaca buruk. Salut buat pilot2 indonesia! Thx Pak!
Terimakasih, memang sebenarnya sangat memprihatinkan, mudah-mudahan segera ada respon yang positif ! Salam !
tulisan yg sangat edukatif Pak…ga nyangka soetta jadi final exam pilot SIA..berarti pilot indonesia jagoan semua dong..hehe..
BTW…semoga cepat sembuh Pak..
Makasih Hendri NR atas segala perhatiannya. Salam !
Salam kenal Pak Chappy.
Tulisan Bapak mengenai dunia penerbangan dan Hankam sangat bermanfaat menambah info bagi kami.
Oya kami menunggu ulasan Bapak mengenai penanggulangan terorisme pasca Terbunuhnya tersangka terorisme : Osama bin Laden. Mungkin topik ini agak sensitif, tetapi ulasan yang berimbang dan jujur dari seorang “Pakar” seperti Bapak sangat ditunggu oleh masyarakat untuk memberikan pembelajaran seutuhnya apa sebenarnya akar penyebab aksi terorisme dan kekerasan itu sendiri.
Sebagai ilustrasi bisa Bapak baca opini di media kami mengenai hal tersebut : http://fakta12.com/?p=1236 (bisa dibuka disini).
Terima kasih
Aris Adhidarma
Om Chappy, apa kabar?
Mau nanya tentang pemberlakuan “uang pengganti” bagi penumpang jika pesawat yang akan ditumpangi mengalami tunda-terbang minimal 3 (or 4?) jam. Sementara di sisi lain ada persoalan peralatan dan lingkungan bandara yang tua yang kadang menguragi tingkat aman terbang. (Kalau gak salah dengar nih, soal ini juga berkontribusi terhadap rendahnya ketepatan waktu keberangkatan sebuah pesawat). Pertanyaan saya:.
Apakah kebijakan uang pengganti sejauh amatan Om mempengaruhi perusahaan untuk cenderung “memaksakan” terbang tepat waktu? Tidakkah ini semakin berbahaya bagi penerbangan sementara di saat yang sama tidak ada perbaikan dalam peralatan, lingkungan bandara dan sistem pendukung lainnya?
Mudah-mudahan pertanyaan saya gak salah. Kalo pertanyaan salah, biasanya jawabnya juga susah 😀
Makasih Om,
@DiditSetiawan
Pak Cheppy YTH:
Mohon ijin sedikit meluruskan tulisan bapak, tentang situasi CGK, terutama tentang ke-ATC-an. Karena tulisan ini bisa2 mengundang publik untuk menuntut agar pengelola Bandara CGK atau bandara besar lainnya soal pemasangan radar WX di seluruh system ATC di Indonesia. Dan sebenarnya sejak dulu sy amati bpk menulis atau berkomentar tentang ke ATC-an selalu tidak mengena namun baru hari ini sy sempat ngomentari tulisan bpk, sorry for that Sir !
Sekedar bpk tau (juga untuk pembaca lainnya) bahwa ATC tidak memerlukan WX (Weather) Radar dan tak pernah ada WX Radar di sistem ATC. Mengapa tidak perlu? karena controller tidak bertanggung jawab atas masuknya penerbang ke situasi awan/udara yang WX-nya jelek. Tanggung jawab itu ada pada pilot, karena itu lazimnya pilot-lah request for avoiding WX, controller tinggal approved or not tergantung traffic situation. Makanya commercial aircraft wajib dilengkapi Radar WX on board. Soal dulu ATC menggunakan Primary Radar yang bisa memonitor awan tebal (spt CB) itu soal dulu. tapi skrg Radar ATC generasi baru tak lagi menggunakan Primary, melainkan Secondary Radar aja cukup, karena semata-mata tujuannya untuk mengendalikan traffic, not to avoid WX. Soal CGK terlalu padat traffic-nya itu juga soal lain, skrg pemerintah mencoba mengatur Slot Time di CGK dan baru akan tertata nanti di bulan Maret 2012, walaupun sudah kelihatan kendalanya bahwa banyak airlines yang enggan diundurkan schedule-nya karena sdh nyaman berebut di golden time. Just info buat pa Cheppy !
Wassalam,
Bahar Ilyas
Terimakasih banyak infonya Pak Bahar, saya memang tidak menguasai detil teknis tentang weather radar dalam hubungannya dengan sistem ATC, tetapi pengalaman saya terbang di LN, pihak ATC banyak sekali membantu Pilot, tanpa diminta , terutama dalam hal avoid weather sehingga memudahkan dan menyamankan penerbang. ATC sebagai sistem memang tidak memerlukan weather radar, sekali lagi dari pengalaman saya terbang di banyak negara pelayanan ATC selalu saja memberikan juga informasi cuaca walau Pilot tidak memintanya, terutama weather yang diperkirakan dapat menimbulkan turbulensi. Saya pernah terbang di Singapura/Asean, Hongkong, Taiwan, Australia, Eropa dan Amerika, pihak ATC disana selalu memberikan info weather terutama saat akan TO dan saat descend serta approach to land, bahkan saya tidak sempat pernah mendengar Pilot yang request tentang avoiding weather, karena selalu saja keduluan oleh ATC. Pihak ATC memahami benar bahwa dengan membantu Pilot avoiding WX adalah paralel dengan upaya yang memudahkan tugas pokok ATC sendiri. Clear for Take off, after take off change heading to 170 to avoid weather a head. Itu adalah clearance TO yang sangat biasa diterima Pilot di LN . Mungkin memang tidak wajib dan bahkan juga bukan menjadi tanggung jawab ATC, akan tetapi pelayanan yang seperti itu sangat familiar di peroleh disana dan sekali lagi dengan membantu walau bukan tanggung jawabnya, tetapi akan memudahkan tugas-tugas ATC sendiri secara keseluruhan. Dari pengalaman saya, maka dapat dipastikan data Wx Radar yang digunakan oleh ATC memberikan informasi jauh lebih akurat dan lebih luas coverage nya dibanding dengan hasil deteksi Wx radar yang ada di pesawat.
Bahkan untuk position report di reporting point, dilayani dengan sangat bersahabat, sering kali sang Controller yang justru memanggil duluan, you are close to point alfa , maintain FL 230 and report again point Bravo, misalnya seperti itu. Sorry to say, tetapi ATC di LN terkesan benar-benar berperan sebagai pemberi jasa pelayanan yang sangat membantu dan sangat melayani , tanpa sempat Pilot untuk request apapun yang berkait dengan menghidar Wx jelek , apalagi tentang air traffic. Begitu istimewanyanya , barangkali pelayanan yang diberikan, sampai-sampai saya mengira weather radar itu adalah merupakan bagian utuh dari perangkat ATC. Dengan segala keterbatasan yang ada , tidak dengan maksud membanding2kan, tetapi disini memang tidak pernah/belum ada pelayanan yang seperti itu, walaupun ada banyak juga saat landing Pilot menerima informasi dari beberapa ATC controller tentang runway wet atau gusty in short final misalnya, yang saya yakin itupun bukan tanggung jawabnya ATC, hanya kebaikan dan rasa peduli sang controller yang merasa menjadi bagian dari operasi penerbangan yang harus dikelola bersama untuk mencapai tingkat maksimal keamanan terbang. Agak sedikit berbeda, dan memang harus dapat dimaklumi karena mungkin saja karena peralatan, filosofi pendidikan dan juga kesejahteraannya, sangat berlainan barangkali. Mengenai weather radar dipesawat, saya pikir sudah lama menjadi no – go item, sudah tidak pernah lagi ada masalah dengan itu. Namun, walau bagaimana, komentar Pak Bahar Ilyas sangat memperkaya pengetahuan saya dan pembaca lain tentunya, Thanks a lot my Friend !
Thanks for your reply sir, and nice to meet you in the wedding party !
wassalam
Bahar Ilyas
Sama-sama Pak Bahar ! Trims.
Yth. Pak Chappy dan Pak Bahar Ilyas, saya sangat tertarik dengan diskusi tentang perlunya weather radar bagi ATC. Kalau kita melihat pada ICAO Annex 11 Air Traffic Services paragraf 2.2 objectives of the air traffic services, di dokumen tersebut dijelaskan bahwa salah satu dari fungsi ATS adalah provide advice and information useful for the safe and efficient conduct of flights. salah satu informasi yang diberikan oleh ATS Unit adalah Meteorological Information dari mulai fase departure, enroute sampai dengan arrival. Salah satu contoh pada saat pilot sebelum terbang mereka akan mendapatkan departure information (runway in use including QAM) dari ATC. Saya sangat sependapat dengan Pak Chappy bahwa dengan banyaknya lalu lintas penerbangan serta kondisi cuaca yang kurang bersahabat di negeri tercinta ini, perlu diberikan fasilitas weather radar guna meningkatkan pelayanan lalu lintas penerbangan. Selain itu juga ATS unit dapat menjalankan fungsinya sesuai dengan ICAO Annex 11 Air Traffic Services atau CASR 170 Air Traffic Rules. Dokumen lainnya yang dapat dijadikan referensi adalah ICAO Annex 3 Meteorological Services for International Air Navigation paragraf 2.1, 4.2, chapter 10; dan ICAO Doc 9377 Manual on Coordination between Air Traffic Services, Aeronautical Information services and Aeronautical Meteorological Services. Terkait dengan workload ATC, perlu segera dirumuskan di setiap ATS unit maupun aerodromes tentang maksimal kapasitas dari ATC capacity, airspace capacity, runway capacity dan apron capacity. Sehingga apabila rumusan tersebut telah ditentukan dengan benar, maka ATC akan bekerja dengan baik dalam pemberian pelayanan termasuk memberikan “meteorological information” dengan menggunakan fasilitas weather radar.
Demikian disampaikan semoga bermanfaat.
Wassalam
Hisyam
setahu kami setiap ada tender untuk penggantian radar maupun ATC system kami dari pihak ATC selalu mengusulkan dilengkapi radar cuaca tapi tidak pernah terealisasi radar cuaca juga sangat membantu atc dalam memberikan excelent heading clearance
Tambahan, share…pak. berbicara ‘bottle neck’ (antrian pesawat yang akan take off di Soetta) justru menurut hemat saya pertanyaan ditujukan kepada semua airlines. Mengapa semua berlomba-lomba (dalam tanda kuti[p) untuk terbang pada saat ‘golden time’ .
Aerodrome (ADC) controller Soetta, sangat berperan aktif dengan ‘local procedures’ max 5 pesawat in holding position (salah satu upaya saving fuel) dengan mendelay pesawat pada saat request start and taxi.
Restriksi yang bapak maksudkan approach rwy 07L/07R incomming traffic from east area (ex. Semarang, Solo, Jogja, Surabaya, Bali, Makasar) memang harus via DKI (VOR) oleh sebab ‘avoid’ Istana Negara plus ‘avoid traffic outgoing to W45
Pak Cheppy, Saya seorang usahawan dan kebetulan juga seorang dosen dimana kedua pekerjaan saya ini mengharuskan saya untuk terbang minimal 1 kali dalam 1 minggu. belakangan ini perjalanan saya selalu menakutkan pak, terutama saat take off dan landing saat melewati awan yg cukup tebal. seolah olah pesawat tiba tiba terangkat keatas dan terdorong kebawah dengan cepat. perlu bapak ketahui bahwa saya sebenarnya sangat takut terbang pak, tetapi saya lebih takut lapar karena memang pekerjaan saya saat ini begitu pak.. pertanyaan saya pak, apakah aman pak kalo pesawat sampe nubruk awan dan terdorong naek turun saat melewati awan pak
Izin berkomentar.. Setau saya di bandara2 besar di indonesia met office(bmkg) di bandara sudah ada radar cuaca.. Dan fungsi dari met office di bandara adalah pelayanan info weather.. Knapa gk diperkuat saja kerjasama penginformasian weather yg trlihat di radar cuaca met office melalu atc untuk penerbang.. Apa tdk mubazir jika met office sdh ada radar cuaca, mau di tambah lagi radar cuaca di atc.. Terus jika di atc punya radar cuaca sndiri.. Apa tdk brbahaya jika nanti trjdi perbdaan penafsiran tren weather yg di berikan atc dgn pnafsiran dri ptugas met office yg bsa dsbabkan prbedaan jenis radar cuaca yg di punya atc dgn met office maupun dri faktor2 lain….. Trims
Great web site you have got here.. It’s difficult to find good quality writing like yours these days. I honestly appreciate people like you! Take care!!