Berkait dengan Insiden iBas, yang tersiar di mass media belakangan ini, banyak sekali muncul pertanyaan mengenai hal tersebut. Satu diantaranya yang mewakili adalah, lebih kurang berbunyi sebagai berikut ini. :
Apakah insiden iBas dan arogansi paspampres yang menyebabkan kekisruhan penerbangan Garuda itu masuk kategori peninjauan KNKT?
Saya prihatin akan keangkuhan dan kedunguan yang diperagakan dalam insiden itu.
Mohon pencerahan,
Untuk memberikan juga sekaligus jawaban bagi teman-teman lainnya untuk pertanyaan yang lebih kurang senada, yaitu tentang sewenang-wenangnya para “pejabat” mengatur jadwal pemberangkatan pesawat sesuai dengan keterlambatan mereka, maka jawaban ini saya posting sebagai berikut:
KNKT atau Komite NAsional Keselamatan Transportasi hanya menangani kejadian yang telah berujud sebagai kecelakaan apakah itu “accident” dan atau “incident”, atau “potential accident/incident” yang dekat sekali dengan momen terjadinya kecelakaan fatal.
Khusus mengenai “insiden iBas”. Mekanisme pembatalan (cancelled) atau penundaan (delayed) pemberangkatan pesawat menjadi tanggung jawab Maskapai Penerbangan.
Risiko dari tindakan itu harus dipertanggungjawabkan oleh Maskapai Penerbangan yang bersangkutan kepada otoritas penerbangan nasional, dalam kasus ini adalah pihak ATC/Air Traffic Control (Pengatur Lalu Lintas Udara ) dan Cengkareng Airport Authority (administratur pelabuhan udara) yang keduanya berada dibawah kendali Pihak Manajemen ANgkasa Pura 2.
Risiko ikutannya, karena berkait dengan performance Maskapai Penerbangan yang bersangkutan dalam hal “on-time schedule policy” , maka maskapai penerbangan akan berhadapan dengan konsumennya sendiri. Sayangnya di Indonesia kedudukan atau posisi “konsumen” atau pelanggan dalam hal ini para penumpang, karena keterbatasan pengetahuan dan sikap “tenggang rasa” yang “lebay” maka posisinya berada dalam kedudukan yang sangat lemah. Ini diketahui benar oleh pihak manajemen Maskapai Penerbangan, sehingga biasanya tdk ada yang komplain, dan bila pun ada ,pasti akan dijawab “asal-asalan” saja. Indikatornya : tidak ada “loket pengaduan” yang tersedia, apalagi mekanisme “polling” yang dilakukan oleh Maskapai Penerbangan kepada para pelanggannya !
Disisi lain, para penumpang, lebih-lebih yang menyandang predikat VIP (apakah itu Very Important Person, atau mungkin juga Very Idiot Person ) dan para “pasukan bodrek” nya sebagian besar tidak tahu, juga mungkin sekali tidak mau tahu tentang tata cara yang harus dipatuhi dalam melakukan perjalanan dengan moda angkutan udara yang sarat dengan peraturan ketat yang semata bertujuan bagi “keselamatan bersama”, dirinya sendiri dan orang lain. Belum tumbuhnya kesadaran bahwa sebenarnya sikap untuk mau “mematuhi aturan” adalah berarti satu ajakan menuju kehidupan yang “beradab” yang jauh dari lingkungan dengan kondisi berlakunya “hukum rimba”?
Begitulah nasib para pengguna jasa angkutan udara di negeri ini, yang sepertinya tidak dihargai sama dengan “harga” dari rekan-rekannya di Mancanegara !
Mudah-mudahan, dengan seringnya terjadi insiden demi insiden sejenis, maka kita semua akan memperoleh pembelajaran untuk menjadi lebih baik, atau malah menjadi lebih “amburadul” ?
Jakarta 9 September 2010
1 Comment
Ass.Alaikum….
Insya Allah kalau musibah itu akan baguslah endingnya, asal jangan itu Azab Pak Chappy…… salam dan Selamat berhari raya Idul Fitri….. Maaf lahir Bathin… Sukses
Coba beri tanggapan dengan postingan saya di kompasiana dibawah ini Pak Chappy, tentang wacana pembakaran Al-Quran…
http://lomba.kompasiana.com/group/puasa-dulu-baru-lebaran/2010/09/11/hikmah-rencana%E2%80%9Cpembakaran%E2%80%9Dalquran/
Selamat dan Salam