Berita paling akhir tentang sepakbola Indonesia adalah berita mengenai “prestasi” tim PSSI yang tengah berkompetisi di kancah persaingan Piala Asia 2011. Prestasi PSSI ? Ya, apalagi cara menyebutnya, bila kita selalu saja disuguhi “kegagalan” demi “kegagalan” yang tersaji dihadapan kita semua, para pencinta sepakbola Indonesia. Jangan-jangan , memang “kegagalan” lah yang menjadi target kerja PSSI.
Terpuruk disemua lini kancah pertarungan sepakbola dikawasan Asia Tenggara, Asia, apalagi dunia? Lebih menyedihkan lagi, ditengah-tengah badai kegagalan itu, sepertinya tidak sama sekali mempengaruhi para pengurus sepakbola tercinta ini, untuk berniat melakukan “introspeksi”. Tidak ada sama sekali kesan bahwa telah terjadi “mala petaka” yang luar biasa dari satu proses pembinaan sepakbola nasional kita.
Dengan berat hati, saya harus mengatakannya dengan terminologi yang dramatis, yaitu “mala petaka luarbiasa”. Saya bukan tidak tahu bahwa membina persepakbolaan di Indonesia bukanlah satu pekerjaan yang mudah. Akan tetapi saya tahu persis bahwa bila kita semua mau bekerjasama dengan niat yang tulus dan mengikutsertakan semua pihak, tanpa adanya interes lain selain dari bekerja untuk kehormatan PSSI, maka itu bukanlah satu pekerjaan yang mustahil.
Bagaimana saya tidak bisa menghindar dari istilah “malapetaka luar biasa”.
Mari kita lihat realita yang sederhana saja. Lima tahun yang lalu, konon kabarnya Laos, negara yang seluas 236.800 Km2 belum punya tim sepakbola. Penduduk Laos hanya berjumlah 6.230.000 orang. Sementara itu Indonesia satu negara dengan luas wilayah 1.919.440 Km2, sudah bermain sepakbola sejak sebelum merdeka di tahun 1945 dan memiliki jumlah penduduk 229.965.000 orang.
Nah, harus menggunakan logika apalagi untuk dapat memahami bahwa kesebelasan nasional Indonesia suatu negara dengan jumlah orang sebanyak 200 juta lebih kalah bertanding melawan kesebelasan nasional Laos, negara yang penduduknya hanya berjumlah 6 juta lebih sedikit ? Apa yang salah ? Apa kiranya alasan yang masuk diakal untuk dapat memahami dan menerima kenyataan pahit ini?
Mari kita ikuti, kutipan berita mutakhir dari “prestasi” PSSI, kesebelasan kesayangan kita semua :
Pupuslah harapan Indonesia untuk tampil di Piala Asia Qatar 2011. Kekalahan 1-2 dari Oman dalam lanjutan kualifikasi Grup B turnamen empat tahunan ini, Rabu (6/1/2010) di Gelora Bung Karno, menutup pintu bagi tim Garuda untuk ambil bagian.
Sebenarnya, Indonesia masih menyisakan satu pertandingan lagi melawan Australia pada 3 Maret mendatang di Suncorp Stadium. Namun, kekalahan ini memastikan pasukan Merah Putih tersingkir karena tak mungkin lagi menggeser dua tim teratas, dan ini untuk pertama kalinya Indonesia absen setelah pada empat kali berturut-turut selalu ikut.
Kekalahan ini juga membuat Indonesia semakin tenggelam di dasar klasemen sementara karena baru mengumpulkan tiga poin dari lima pertandingan yang sudah dilakoni. Mereka terpaut empat angka dari Kuwait dan Australia yang berada di atas.
Itulah beritanya. Bagaimana saya tidak menggunakan istilah prestasi, kalau pada kenyataannya ditengah-tengah kekalahan yang bertubi-tubi ini, justru pengurus PSSI mempunyai rencana matang untuk menjadi tuan rumah kejuaraan dunia sepakbola di Indonesia. Sekali lagi, jangan-jangan target yang diinginkan oleh PSSI adalah berusaha agar selalu kalah dalam bertanding? PSSI sama sekali tidak terpengaruh dengan kesebelannya yang selalu kalah, dan seolah tidak terjadi apa-apa lalu membuat rencana “besar” sebagai tuan rumah “World Cup”, Luar Biasa ?!
Namun ada juga hiburan bagi masyarakat sepakbola Indonesia yang tengah “jengkel” dengan prestasi kesebelasannya. Seorang penonton sepakbola bernama Hendry Mulyadi, memasuki lapangan dengan menggiring bola ditengah-tengah berlangsungnya pertandingan PSSI melawan Oman Rabu sore itu, langsung menuju gawang Oman. Ia seolah mewakili kita semua mengambil alih permainan PSSI, sesaat PSSI ketinggalan 2 -1 untuk dapat paling tidak menyamakan skor menjadi 2 – 2.
Yang sangat menggelikan sekaligus menyedihkan adalah sang Kiper Oman kemudian melayani dengan “serius” penyerang tengah Hendry Mulyadi ini yang datang dari kursi “penonton”, dan diakhiri dengan adegan bola hasil tendangan Hendry yang berhasil ditangkap dengan baik oleh kiper Oman. Sang Kiper Oman, seolah “memahami” dengan penuh maklum, bahwa dalam pertandingan sepakbola di Indonesia bila kesebelasan nasionalnya tengah mengalami kekalahan, boleh dibantu oleh seorang penonton yang masuk tanpa ijin wasit. Masih lumayan, biasanya sering juga diadakan acara “api unggun” didalam stadion !
Sebentar lagi , atau mulai kemarin, kita semua sudah sukar sekali untuk dapat membedakan , mana pertandingan sepakbola dan mana pertunjukan “tonil” alias “opera sabun” yang penuh lawakan.
Kita ternyata , bukan hanya tidak sanggup untuk memenangkan pertandingan, akan tetapi menyelenggarakan pertandingan sepakbola pun, tanpa mengikutsertakan penonton ikut bermain didalamnya, kita sudah tidak mampu lagi. Lalu bagaimana dengan kemampuan untuk dapat menyelenggarakan pertandingan sepakbola memperebutkan piala dunia?
Bagaimana Ya?
Jakarta 7 Desember 2010