Ada sebuah misi yang pernah dilaksanakan dan kemudian dapat menghentikan jalannya perang dunia kedua. Misi ini tentu saja adalah suatu operasi udara yang sangat matang direncanakan dan juga diperhitungkan terutama dalam aspek safety nya. Misi ini adalah misi operasi penerbangan sangat rahasia yang dilakukan oleh pesawat dengan awak yang lebih dari satu orang.
Khusus untuk pesawat dengan awak yang lebih dari satu orang, maka team work akan merupakan salah satu factor safety yang merupakan penentu keberhasilan tugas, disamping perencanaan yang matang sebelum pelaksanaan suatu misi penerbangan dimulai.
Tanggal 6 Agustus 1945 pesawat B-29 take off dari pulau Tinian di Pasifik, dengan misi serangan bom atom pertama sepanjang sejarah umat manusia. Pesawat dengan nama Enola Gay ini menjatuhkan bom tepat pada pukul 0815 local time, dan beberapa detik kemudian kota Hiroshima hancur lebur ditandai dengan kepulan asap yang membumbung tinggi ke angkasa membentuk cendawan raksasa ditengah-tengah udara yang cerah di pagi hari itu. Peristiwa ini sering disebut-sebut sebagai “the turning points in the world history”, satu titik kejadian yang membelokkan sejarah umat manusia dipermukaan bumi.
Pesawat B-29 Enola Gay, diterbangkan oleh seorang penerbang sangat berbakat, bomber pilot jagoan yang berpengalaman, Kolonel Paul W. Tibbets berumur 30 tahun yang melaksanakan tugas tersebut dibawah nama sandi “special mission 13”. Banyak cerita kemudian tentang dirinya, namun pada kenyataannya dia masih tetap aktif terbang 29 tahun kemudian setelah misi tersebut dan baru memasuki masa purnawira dengan pangkat Brigadir Jenderal di tahun 1986.
Special Mission 13, memerlukan perencanaan yang matang dan akurat serta kerjasama yang baik diantara seluruh personil yang terlibat. Dari sepuluh orang crew yang bertugas di B-29 Enola Gay, Kolonel W. Tibbets memilih sendiri dua orang diantaranya, yaitu bombardier dan navigator. Kedua orang ini disamping Kolonel Tibbets sendiri tentunya adalah pemegang kunci atas keberhasilan tugas Special Mission 13. Mereka adalah mitra kerja dan latihan Kolonel Tibbets sejak bertugas di 97th Borbardment Group di Inggris pada tahun 1942 dengan pesawat B-17. Kolonel Tibbets memilih kedua orang tersebut dengan pertimbangan bahwa misinya akan dapat dilaksanakan dengan baik, karena ia tahu betul kualitas, loyalitas dan disiplin anak buahnya tersebut. Itu merupakan salah satu penunjang dari garansi keberhasilan tugas yang diembannya : menghentikan perang dunia !
Apa yang dikatakan oleh Kolonel Tibbets ketika ditanyakan kepadanya tentang safety pada pelaksanaan Special Mission 13 itu ? Jawabannya adalah : “Everything we did, we did carefully and safely certainly ! We couldn’t afford to make mistakes. Everything was carefully planned out. I want to emphasize the fact that we didn’t make move – until we were quite sure we knew what we were doing no matter what it was “.
Keberhasilan Special Mission 13 yang telah menghentikan jalannya perang dunia kedua merupakan contoh lain dari aspek profesionalisme dan penghayatan airmanship serta disiplin dan kerja sama awak pesawat dalam kaitannya dengan safety.