Bila kita berbicara tentang pesawat terbang di tanah air ini, akan sangat tidak mungkin kita tidak menyebutkan nama Nurtanio. Tokoh yang satu ini adalah putra Indonesia yang telah mengharumkan nama bangsa nya ke se antero jagad, khususnya dunia penerbangan. Sebelumnya nama Nurtanio mendapat penghargaan yang setara dengan jasanya yaitu melekat pada nama pabrik pesawat terbang nasional yang dulu dikenal dengan nama IPTN (Industri Pesawat Terbang Nurtanio). Setara, karena memang Nurtanio lah yang merintis dibangunnya pabrik pesawat terbang di tanah air. Agak kurang jelas dan terasa juga sebagai suatu penghinaan dirasakan oleh keluarga besar almarhum Nurtanio dan tentu saja korps Angkatan Udara, kemudian terjadi perubahan nama, dari Nurtanio menjadi Nusantara dan kemudian menjadi PTDI.
Nurtanio, dilahirkan di desa Kandangan – Banjarmasin, Kalimantan Selatan pada tanggal 3 Desember 1923 dari pasangan Bapak Noegroho Pringgoadisurjo dan ibu Luwijah. Nurtanio gugur dalam satu kecelakaan pesawat terbang yang dikemudikannya. Sebuah pesawat angkut ringan Super Aero-45 bermesin ganda buatan Cekoslovakia. Almarhum bersama dengan Supadio, saat itu tengah melakukan terbang uji setelah pesawat Super Aero-45 tersebut diperbaiki. Pesawat terbang Super Aero-45 jatuh dan terbakar dalam uji terbang tersebut sebagai akibat dari salah satu mesinnya yang mati mendadak. Pesawat jatuh di kota Bandung, pada tanggal 21 maret 1966, tepat 43 tahun yang lalu.
Nurtanio memperoleh gelar Akademi ”Doctor in Aeronautical Engineering” dari FEATI Institute of Technology, Manila.
Dari tidak sedikit pesawat rancangannya, ada pesawat terbang yang sangat membanggakan dan merupakan ambisi profesinya yang berhasil dibuatnya yaitu pesawat tempur anti gerilya. Pesawat terbang tempur ini dinamakan “si Kumbang” . Tepat tanggal 1 Agustus 1954 pesawat si Kumbang diterbangkan untuk pertamakalinya oleh seorang “test pilot” professional berkebangsaan Amerika.
Disamping itu, Nurtanio juga merancang pesawat terbang latih yang diberi nama Belalang. Uji coba terbang pertama dilakukan oleh Nurtanio sendiri pada tanggal 26 April 1958 di Pangkalan Udara Husein Sastranegara Bandung. Setahun berikutnya, Nurtanio melakukan penyempurnaan dan modifikasi pesawat Belalang, sehingga dapat mencapai kecepatan 144 km per jam. Setelah dapat memproduksi sebanyak 3 buah pesawat terbang belalang, ketiganya diterbangkan ke Pangkalan Udara Adisutjipto di Jogjakarta, untuk dipergunakan sebagai pesawat latih dasar oleh sekolah penerbang AURI. Dalam catatan, sebanyak 8 orang kadet penerbang AURI sempat dilatih dengan pesawat terbang latih Belalang hingga mencapai terbang solo. Selain itu, konon 5 buah pesawat belalang lainnya juga telah diperuntukkan bagi sekolah penerbang Angkatan Darat di Semarang.
Khusus mengenai pesawat terbang latih belalang ini, walaupun berstatus sebagai produk yang masih dalam proses pengembangan dan percobaan, namun pada kenyataannya telah dipergunakan secara operasional. Operasional dalam arti telah digunakan sebagai pesawat latih oleh Sekolah Penerbang Angkatan Udara, sekolah penerbang Angkatan Darat dan juga sekolah penerbang sipil di Curug. Pada sisi lain, pesawat terbang belalang ini telah pula mengalami modifikasi sebagai pesawat dengan peralatan penyemprot hama. Pesawat terbang Belalang pada kenyataannya pula telah dapat digunakan sebagai pesawat pertanian, khususnya untuk membasmi hama tanaman pertanian dan perkebunan.
Dari dua produk yang dikembangkan sendiri oleh Nurtanio ini, secara nyata telah merefleksikan satu visi yang sangat mengagumkan dari seorang Nurtanio. Dia telah dengan amat cermat melihat satu kebutuhan yang sangat membumi dari keperluan akan pesawat terbang yang sangat memiliki arti strategis bagi negara tercinta. Satu pesawat dikembangkan sebagai sebuah pesawat terbang tempur ringan yang akan digunakan sebagai peralatan sistem senjata anti gerilya yang sangat dibutuhkan pada saat itu. Sedangkan pesawat berikutnya adalah sebuah pesawat terbang latih yang akan sangat berperan dalam upaya mencetak para penerbang-penerbang muda yang selalu akan dibutuhkan negara. Seiring dengan itu satu modifikasi yang juga menunjukkan keperdulian yang sangat besar terhadap pengembangan pertanian dan perkebunan ditanah air, berupa pembuatan pesawat terbang pertanian penyemprot hama.
Tidak itu saja, Nurtanio telah pula merintis pembuatan sebuah pesawat terbang yang diperuntukkan bagi kegiatan olah raga dirgantara. Pesawat yang merupakan pengembangan dari jenis pesawat terbang terdahulu dan diluncurkan dengan nama “Si kunang”. Pesawat yang hampir seratus persen merupakan produk yang “hand-made” ini dapat diselesaikannya pada tahun 1958. Seluruh bahan baku pembuatan pesawat terbang olah raga “Si Kunang” ini berasal dari dalam negeri. Sedangkan mesin pesawat terbang tersebut menggunakan mesin Volkswagen, VW – 25 HP/1190 cc. Bahan kayu jamuju diperoleh dari hutan, kain CP diperoleh dari membeli di toko di Bandung, dan mesin Volkswagen dari PT Piola , juga di Bandung.
Semua yang telah dirintis oleh Nurtanio, tidak bisa dibantah lagi sebagai hanya produk dari seorang “hobiis”, akan tetapi sangat jelas sudah merupakan suatu perjuangan yang sangat berarti dan bernilai tinggi bagi perintisan sebuah industri penerbangan nasional. Satu upaya yang masih sangat bersahaja. Satu upaya yang belum memperoleh dukungan “dana tak terbatas” dari pemerintah yang berkuasa. Satu upaya yang benar-benar berangkat dari jiwa seorang “patriot” bangsa, yang berjuang tanpa mengenal lelah dan juga tanpa menghiraukan terhadap pamrih apapun. Marilah kita menundukkan kepala sejenak untuk menghormati salah seorang perintis industri dirgantara nasional, yang telah mengorbankan jiwa dan raganya demi tanah air tercinta.
Nurtanio telah gugur dalam satu tugas terbang tepat pada tanggal 21 Maret 1966, empat puluh tiga tahun yang lalu. Melihat sosok dan karya besarnya, tidak berlebihanlah bila kita mengusulkan agar nama Nurtanio dikembalikan sebagai nama dari pabrik industri pesawat terbang yang kita miliki. Pabrik pesawat terbang yang sampai sekarang pun masih menempati hanggar yang lebih dari 40 tahun lalu dipergunakan oleh almarhum dalam memulai kegiatannya merintis pembuatan pesawat. IPTN, Industri Pesawat Terbang Nurtanio.
(Tulisan ini diturunkan dan dipersembahkan dalam rangka mengenang jasa-jasa Nurtanio. Bahan diperoleh dari buku “Nurtanio, Perintis Industri Pesawat Terbang Indonesia”, oleh IMV.Soeparno, terbitan PPAU dan Q-communication). Tulisan ini pernah dimuat di Media Indonesia tanggal 27 Maret 2009.