Hari ini tanggal 21 Maret tahun 2011, tepat 45 tahun yang lalu, yaitu di tahun 1966, telah gugur pahlawan kusuma bangsa, perintis industri pesawat terbang Indonesia Laksamana Muda Udara Anumerta Nurtanio Pringgoadisurjo.
Nurtanio adalah putra ketiga dari pasangan Bapak Noegroho Pringgoadisurjo dan Ibu Luwijah. Beliau lahir pada tanggal 3 Desember 1923 di Desa Kandangan Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Pendidikan yang pernah ditempuhnya antara lain di Far Eastern Air Transport Incorporated (FEATI) Manila tahun 1950. Nurtanio dikenal sebagai perintis industri pesawat terbang di Indonesia. Di saat belum ada seorang pun yang mempunyai pemikiran untuk mengembangkan suatu industri pesawat terbang di negeri ini, Nurtanio dan kawan-kawan telah berkarya menghasilkan pesawat terbang buatan sendiri, yang dimulai dari sesuatu yang nol besar.
Profesionalitas
Salah satu rancangan Nurtanio yang telah berhasil mengudara adalah pesawat Si Kumbang- 01 yang diberi nomor registrasi NU-200. Pesawat single seater ini dilengkapi dengan senjata otomatis untuk menembak dari udara ke darat. Yang sangat membanggakan adalah, walaupun masih dalam bentuknya yang sangat sederhana, Si Kumbang-01 ini sudah dapat digolongkan sebagai prototipe dari pesawat terbang jenis counter insurgency seperti apa yang tertera dalam buku Jane’s of all the Worlds Aircraft. Selain tercantum dalam buku Jane’s of all the Worlds Aircraft, pesawat Si Kumbang- 01 juga tertera dalam majalah Aviation di Amerika Serikat (AS), majalah Flight terbitan Inggris, serta majalah penerbangan di Jepang dan Filipina.
Inisial NU berasal dari nama perancang dan pembuatnya, yaitu Nurtanio, sedangkan angka 200 mewakili mesin yang terpasang di pesawat, yaitu sebuah mesin yang bertenaga sebesar 200 horse power (hp). Test flight pertama dari pesawat Si Kumbang-01 ini dilakukan pada 1 Agustus 1954, di hari minggu yang cerah di atas Lanud Husein Sastranegara. Penerbangan uji coba itu dilakukan oleh Captain Powers, seorang test pilot berkebangsaan AS yang pada saat itu tengah bekerja untuk AURI. Selesai penerbangan uji coba yang berlangsung selama 15 menit tersebut, Captain Powers cukup puas dengan pesawat rancangan Nurtanio.
Keberhasilan yang luar biasa ini tentunya bukanlah sekadar buah dari hobi seseorang belaka. Si Kumbang- 01 muncul dari hasil kerja keras yang tidak mengenal lelah dan dedikasi yang tanpa pamrih dari seorang profesional beserta 15 orang timnya yang bekerja di satu bengkel kecil percobaan yang sangat sederhana. Data teknis dari Si Kumbang- 01 adalah sebagai berikut: pesawat Si Kumbang dirancang memiliki kemampuan terbang dengan stalling speed 55 mil per jam (mph) dengan kecepatan jelajah rata-rata 140 mph. Kecepatan maksimum dapat mencapai 165 mph, sementara kecepatan menanjak dapat mencapai 1.000 kaki per menit.
Di tahun 1955, pada bulan Februari, cikal bakal sebuah “pesawat terbang tempur antigerilya” buatan Indonesia Si Kumbang-01 diterbangkan ke Kemayoran, Jakarta, dari pabriknya di Lanud Husein Sastranegara, Bandung. Di Kemayoran, Si Kumbang dipamerkan secara terbuka kepada khalayak ramai. Tidak hanya dipamerkan secara statis di darat, Si Kumbang- 01 juga unjuk kebolehan dengan terbang di atas Kemayoran dan sekitarnya. Tentu saja banyak sekali warga Jakarta,anak-anak muda, pelajar, dan mahasiswa yang menyaksikannya dengan penuh kebanggaan. Betapa tidak bangga, saat diketahui bahwa pesawat Si Kumbang-01 adalah sebuah pesawat terbang hasil produksi dari putra bangsa sendiri. Bisa dibayangkan, hal tersebut terjadi pada awal dari tahun 1955, yang berarti belum genap 10 tahun Indonesia merdeka.
Patriotisme
Suatu prestasi yang sangat luar biasa tentunya. Prestasi sebagai refleksi dari jiwa patriotisme anak bangsa yang sangat peduli dengan negaranya di bidang industri strategis. Dari Lanud Husein Sastranegara, dari pojok hanggar yang sudah butut peninggalan Jepang,ketiadaan bantuan dana pemerintah ternyata tidak dapat menghalangi kemauan keras putra Indonesia anggota Angkatan Udara untuk mempersembahkan prestasi besar bagi negeri ini. Semua itu memungkinkan sekali untuk diraih karena Nurtanio dan teman-teman, selain memiliki kemampuan dan kemauan yang keras, sejatinya berkarya tanpa pamrih.
Berkarya, jauh dari sekadar mencari nama dan atau popularitas. Kini, setelah lebih dari 65 tahun merdeka, kita tidak menyaksikan lagi karya anak bangsa di bidang industri penerbangan yang dapat dibanggakan walaupun upaya untuk mengembangkan industri pesawat terbang telah dilakukan dengan berbagai terobosan dan teori-teori modern serta dukungan dana yang luar biasa. Tetap saja kini yang terlihat adalah sebuah pabrik pesawat megah dan mewah yang tidak menghasilkan pesawat terbanglagi.Bangunan yang megah dan mewah yang telah dibangun dengan “menggusur” instalasi pemeliharaan pesawat terbang terbesar milik orang lain. Pabrik pesawat terbang nan megah yang dibangun dengan menghilangkan nama besar dan sangat dihormati dari perintis industri pesawat terbang Nurtanio.
Nama besar Nurtanio telah dihilangkan dan dihapus dari rumah sendiri.Sementara sang empunya rumah tidak berdaya untuk mencegahnya. Nama Nurtanio mungkin saja akan sirna dan tenggelam sebagai korban dari sikap ambisius orang lain, tetapi jiwa patriot dan keteladanan sebagai perwira yang lebih mementingkan kerja dan tidak banyak omong akan terus hadir memberikan semangat kepada seluruh generasi muda Angkatan Udara dan bahkan generasi muda bangsa.Amin.●
CHAPPY HAKIM (dari berbagai sumber)
Jakarta 21 Maret 2011
Dikutip dari Koran Sindo hari ini hal.9
5 Comments
semoga ada penerus bangsa seperti Pak Nurtanio(alm)…amin
Pak Chappy,bagaimana tanggapan bpk tentang OPEnSky yg akn diberlakukn thun 2015..td sy bc kompas ad berita maskapai Malaysia aIRASIA melanggar kebijakan opensky yg blom diberlakukan,,,
terimakasih…semoga Pak Chappy sehat selalu…
Assalamualaikum Pak Chappy. Saya sangat terkesan dengan tulisan Bapak tentang Nurtanio. Secara kebetulan dan sudah pernah saya sampaikan lewat twitter, saya saat ini bersama dengan 25 personel IPTN (maaf saya lebih senang menyebutnya IPTN yang N nya Nurtanio) sedang melaksanakan tugas untuk men-design pesawat tempur KF-X/IF-X bersama dengan Korea. Cukup banyak suka duka dan dinamika yang terjadi diantara kami baik yang berhubungan dengan partner design (Korea) maupun diantara kami sendiri. TNI AU sebagai user nantinya ditempatkan sebagai nara sumber dan pengawas terhadap design yang tengah dikembangkan. Para engineer Indonesia terdiri dari PTDI, ITB dan TNI AU yang terkadang dalam kesehariannya terjadi debat ataupun adu pendapat dengan para engineer dari Korea yang memang cukup berpengalaman dalam mendesaign pesawat tempur (KT-1 dan T-50 Golden Eagle). Apabila mereka berdebat biasanya saya selalu berusaha menenangkan dan memberikan semangat dengan membisikkan “Pak Indonesia itu jauh lebih hebat, pada saat Si Kumbang mengudara mereka masih perang”. Alhamdulilah dengan semangat “Nurtanio dan Si Kumbang” sebagian besar dari engineer Indonesia banyak yang menjadi panutan dan leader dalam sub-sub bidang engineering yang mana membawahi engineer dari Korea. Dengan itu pula bayak kepentingan Indonesia khususnya TNI AU masuk menjadi Top level requirement dalam pengembangan design pesawat tersebut. Ada cerita yang cukup mengaharukan pada saat tim Indonesia berkunjung ke Satcheon (pabrik KAI-Korean Aerospace Industry). Seorang president KAI memberikan pidato penyambutan dan beberapa kali menyebutkan dan memuji kredibilitas Nurtanio dalam mendesign pesawat. Beliau berkata bahwa di era 60-an beliau sering berkunjung ke IPTN untuk belajar. Pada sesi rehat beliau sempat bertanya kepada salah seorang dari engineer PTDI ‘kenapa kok nama Nurtanio dihilangkan?’ sungguh merupakan tamparan yang sangat perih bagi kami sebagai bangsa. Namun momen itu menjadikan cambuk bagi kami untuk meningkatkan rasa percaya diri dalam mengemban tugas ini. Singkat cerita secara jujur kami TNI AU dan para engineer Indonesia disini sadar betul bahwa kata2 Bung Karno “Jas Merah”-jangan sesekali melupakan sejarah, itu mempunyai makna dan arti yang sangat dalam. Besar harapan kami bahwa pesawat tempur yang kami desaign dan akan kami produksi di dalam negeri ini kelak menjadi batu loncatan bagi bangkitnya industri pesawat terbang nasional. Seraya berdoa dan memohon restu dari Bapak Chappy bahwa dalam hati kecil kami masing-masing menginginkan bahwa kelak pesawat tempur tersebut diberi nama “Next Generation Si Kumbang”. Tentunya juga besar harapan kami semua agar pemerintah merestui untuk mengembalikan nama Nurtanio sebagai nama Industri Pesawat Terbang Indonesia. Semoga harapan kami dapat menjadi kenyataan dan semoga arwah dari Bapak Industri Penerbangan Indonesia – Bapak Nurtanio dalam peristirahatannya tetap tersenyum dan bangga melihat “Si Kumbang” kembali mengundara…amien. Wassalam Azhar
MOHON KAMI DI BERI INFORMASI MENGENAI SEJARAH NURTANIO WAKTU DI MAGETAN…SOALNYA DI MAGETAN ADA GEDUNG TUA BERNAMA NURTANIO…MATUR SUWUN…
Terima kasih Bapak. Informasi yang sangat bermanfaat untuk membangkitkan kembali rasa nasionalisme anak-anak bangsa. Saya sengaja mencari informasi tentang Nurtanio, untuk membandingkan dengan cerita seorang teman tentang kehebatan anak-anak STM Semarang yang berhasil membuat kapal pada tahun 60-an. Saya pikir, anak-anak bangsa ini memang tidak kalah dengan anak-anak bangsa di negara lain di dunia ini. Soalnya negeri ini telah digeragoti penyakit kangker ganas yang disebut korupsi. Alangkah majunya negeri ini jika uang rakyat itu dapat digunakan untuk membangun industri pesawat seperti yang telah dilakukan oleh Nurtanio itu, atau mengembangkan kehebatan anak-anak STM dalam membangun industri kapal, sebagai penerus generasi Nurtanio. Alangkah, dan alangkah majunya negeri kita yang besar ini. Matur nuwun, dan thanks a lot.
Terimakasih sama-sama.