Pada suatu saat, empat tahun yang lalu, saxophone (baca – Cerita Ringan tentang Saxophone !)saya tidak bisa ditiup dengan baik, tidak sebagaimana normal nya . Saya berusaha untuk mencari tempat reparasi yang dapat dipercaya dan tidak mahal. Namun sampai beberapa hari saya tidak menemukannya. Saya pernah menanyakan kepada beberapa teman, tetapi saya tidak memperoleh informasi yang memuaskan. Sampai pada satu kesempatan saya bertemu dengan Kenny Jo dalam salah satu pesta perkawinan dan saya menanyakan dimana tempat servis atau reparasi saxophone. Kenny Jo mengatakan bahwa selama ini dia merawat semua alat tiupnya ke “Jimbot” sahabatnya di Cipinang. Ditambahkan pula bahwa selama ini dia sangat puas dengan apa yang dikerjakan oleh Jimbot. Langsung saja saya menghubungi saudara Jimbot tersebut.
Sejak itu saya tidak pernah lagi mendapatkan kesulitan dengan saxophone saya. Jimbot jago sekali mengerjakan hampir semua alat tiup, mulai dari hanya sekedar perawatan rutin sampai dengan memperbaiki alat tiup yang sudah penyok tidak keruan. Juga mulai dari terompet, clarinet saxophone sampai dengan trombone. Jimbot adalah pemuda paruh baya yang mempunyai talenta yang luar biasa dalam menangani alat tiup. Dia tidak pernah belajar secara formal, akan tetapi hanya dengan mempelajari apa yang sering dilakukan ayahnya. Almarhum ayahnya, seorang anggota polisi anggota dari Korps Musik Kepolisian Negara Republik Indonesia yang pada waktu itu dipimpin oleh R.A.J. Soedjasmin. Korps Musik ini adalah pengiring yang setia dari aubade anak-anak sekolah di Jakarta pada setiap perayaan 17 Agustus di Istana Presiden pada tahun 1950 an. Almarhum ayah Jimbot, pangkat terakhirnya Kapten Polisi adalah pemain alat tiup yang otodidak dan pensiun dari Polri pada tahun 1995.
Jimbot, nama sebenarnya adalah Pudji Vatikanto. Diberi nama Vatikanto karena pada saat lahir di Jakarta, ayahnya sedang berada di Vatikan bersama dengan R.A.J. Soedjasmin. Kemampuan yang dimiliki Jimbot yang dapat mereparasi seluruh alat musik tiup ini sangat menganggumkan, karena selain memperbaiki, seluruh peralatan yang digunakannya adalah hasil dari rekayasanya sendiri. Dia memodikfikasi banyak alat-alat seperti palu kecil , gunting dan obeng serta beberapa alat khusus yang dibuatnya sendiri menyesuaikan dengan kebutuhan perbaikan alat tiup yang dikerjakannya. Lebih istimewa lagi adalah dia tidak bisa bermain alat tiup, akan tetapi dapat dengan cermat mengoreksi alat-alat tiup yang “false” misalnya. Jimbot agak kurang beruntung, karena dia dilahirkan dengan cacat bawaan di bibirnya. Jimbot tidak rendah diri dengan kekurangan yang dimilikinya, dan dengan senang hati menceritakan semua apa adanya. Pedoman hidupnya juga sangat sederhana yaitu “ikhlas”. Contohnya adalah, dia tidak memasang tarif yang jelas dan tegas dalam memperbaiki atau merawat alat musik tiup yang dikerjakannya. Sulis, sahabatnya yang selalu dengan setia membantunya dalam kegiatan reparasi ini, mengatakan tarif perbaikan dan perawatan rutin adalah berkisar antara 350.ooo rupiah sampai dengan 500.000 rupiah, kecuali untuk pekerjaan yang sangat parah yang memerlukan alat dan bahan-bahan tambahan tentunya harus menyesuaikan dengan ongkos yang dibutuhkan itu. Namun banyak juga beberapa dari langganannya adalah dari orang yang kurang mampu, maka dia pun dengan rela hati menerima berapa saja yang dibayarkan kepadanya, dengan filosofi itu tadi “ikhlas”. Benar-benar mengagumkan ! Jimbot sama sekali tidak perhitungan dalam menentukan biaya perawatan alat musik tiup.
Banyak pemain beken yang pernah atau selalu datang kepadanya untuk memperbaiki dan juga merawat alat-alat musik tiupnya. Yang pasti adalah saudara Kenny Jo, selain itu almarhum Embong Rahardjo adalah juga langganannya. Demikian pula beberapa pemain musik tiup seperti Benny Likumahua, Didi SSS, adik dari Embong dan juga Imaniar, Arief , Yoyok, Rini Asmara, Yuyun dan Defian. Selain itu beberapa kelompok musik dari satuan TNI juga mempercayakan perawatan alat musik tiupnya kepada Jimbot. Dalam satu bulan Jimbot rata-rata mengerjakan 19 sampai dengan 20 alat musik tiup di rumahnya.
Lebih unik lagi, bila dia harus pergi mencari peralatan yang dibutuhkan terkait dengan pekerjaannya itu dia menggunakan motor merek BSA ”side klep” 500 cc buatan tahun 1941. Dia membeli motor ini dengan harga satu setengah juta yang dibayarnya dengan cara mencicil hampir selama satu tahun, pada tahun 1989. Yang hebat lagi, maka motor BSA buatan tahun 1941 ini tidak pernah masuk bengkel sekali pun. Dia merawatnya sendiri, mulai dari sekedar ganti oli sampai dengan turun mesin. Benar-benar mengagumkan. Itulah Jimbot alis Pudji Vatikanto bin Moertadji, jago reparasi alat musik tiup di Jakarta yang hidup bersahaja namun senantiasa siap selalu menolong orang lain. Seorang yang sangat rendah hati, ahli memperbaiki alat musik tiup dan juga bongkar pasang mesin motor yang filosofi hidupnya adalah ”IKHLAS”. Luar Biasa, saya sangat menghormatinya, seperti juga banyak para langganannya bila berhubungan dengannya.
1 Comment
Halo salam kenal. Saya berniat utk reparasi saxophone. Saya boleh tau alamat beliau?